Kisah Seorang Difabel di Wodong yang Sukses Jadi Kepala Tukang

- Admin

Kamis, 3 Juni 2021 - 20:49 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Siprianus Dua Dawa (49), seorang ayah difabel sedang memegang hasil kerajinan tangan di Kampung Wodong, Desa Goreng Meni Utara, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Kamis, (27/5/2021). Kini Bapak Sipri memohon uluran tangan dari orang baik hati. (DOK/Markus Makur)

Siprianus Dua Dawa (49), seorang ayah difabel sedang memegang hasil kerajinan tangan di Kampung Wodong, Desa Goreng Meni Utara, Kecamatan Lambaleda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT, Kamis, (27/5/2021). Kini Bapak Sipri memohon uluran tangan dari orang baik hati. (DOK/Markus Makur)

Indodian.com – Komunitas Cenggo Inung Kopi (CIKO) bergiat dalam perjalanan jurnalistik dan karya kemanusiaan. Beberapa waktu yang lalu tepatnya pada Kamis (27/05/2021), saya bersama anggota CIKO, Ambrosius Adir yang berprofesi sebagai pekerja media dan Frumensius Anam, seorang relawan kemanusiaan mengunjungi Siprianus Dua Dawa (49) seorang difabel yang tangguh dan pekerja keras di kampung Wodong, Desa Goreng Meni Utara, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur.

Siprianus Dua atau biasa dipanggil dengan Om Sipiri memiliki keterbatasan fisik. Om Sipri adalah anak kelima dari enam bersaudara. Ia lahir normal hingga usia 5 tahun. Namun, saat usia lima tahun ia diduga alami sakit hingga lumpuh. Ukuran kakinya begitu kecil dan tidak bisa menopang tubuhnya. Dia berjalan dengan bantuan kedua tangannya. Di tengah keterbatasannya, dia tetap bekerja sebagai seorang tukang bangunan yang ulet.

Baca Juga : Urgensi Pendidikan Pancasila di Era Milenial
Baca Juga : Jacques Ellul tentang Masyarakat Teknologis

Anggota komunitas CIKO mengunjungi kediaman Siprianus Dua Dawa. Kedatangan anggota CIKO disambut dengan tata cara penerimaan adat Manggarai. Tamu dipersilahkan duduk bersila dan disapa dengan bahasa lokal dalam upacara “reis” (sambut), dilanjutkan dengan ritus Kepok (penerimaan secara adat Manggarai) dan diberikan Tuak Raja (arak) sebagai simbol penerimaan tamu. Ritus penerimaan menjadi semakin lengkap yang ditandai dengan pemberian ayam jantan.  

Dalam kesempatan itu, Mensi Anam, mewakili anggota CIKO menyampaikan maksud dan tujuan berkunjung untuk bertemu dengan Siprianus Dua Dawa. Perjalanan jurnalistik ini bermula dari informasi dari Om Upenk. Dia memposting karya kerajinan tangan Om Dua berupa asbak, cobe, sendok goreng, sendok saringan, tempat pot bunga, piring Ceper dan dulang. Barang-barang hasil karya tangan Siprianus Dua Dawa yang terbuat dari bahan  kayu. Postingan di media sosial itu menggugah kami, apalagi saya dan Om Rosis sangat tertarik dengan karya unik dari seorang penyandang disabilitas tersebut.

Anggota Komunitas Cenggo Inung Kopi Online (CIKO) Kabupaten Manggarai Timur menyerahkan bantuan alat mesin ukir yang dibantu orang baik hati dari Jakarta kepada Siprianus Dua Dawa (49) di Kampung Wodong, Desa Goreng Meni Utara, Kacamatan Lamba Leda, Kamis (27/5/2021). (DOK/MARKUS MAKUR)

Hasil karya Om Dua berhasil menggugah hati seorang donatur yang baik hati di Jakarta. Donatur yang tidak mau disebutkan namanya tersebut memberikan bantuan berupa alat mesin ukir melalui Mensi Anam untuk diserahkan kepada Om Sipri. Kunjungan anggota CIKO selain tugas jurnalistik juga bertemu Om Dua untuk menyerahkan bantuan.

Baca juga :  Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi

Baca Juga : TWK dan Skenario Pelemahan KPK
Baca Juga : Tuhan dalam Tiga Unsur Rumah Adat Ende Lio

Kisah Awal Karya-Karya Om Dua

Siprianus Dua Dawa berkisah bahwa profesinya sebagai tukang dimulai sejak usia 18 tahun. Ketika itu dia membantu membongkar rumah papan dan membangunnya kembali di kampung Macing. Awalnya ia melihat cara membongkar dan memasang kembali rumah keluarganya. Setelah itu dia berusaha mandiri untuk membuat rumah. Sejak saat itu ia menekuni karier sebagai tukang bangunan, baik rumah papan maupun rumah tembok.

Om Sipri sedang membuat rumah. Walaupun mengalami keterbatasan fisik, dia mampu naik di bubungan atap rumah untuk memasang balok, menggergaji balok panjang serta memaku seng. (DOK/MARKUS MAKUR)

Ia menjelaskan, awalnya ia hanya melihat, menanyakan, mempraktekan hingga akhirnya ia menjadi kepala tukang bangunan di kampung tersebut. Hingga usia 49 tahun, ia sudah membangun 30 rumah, baik di kampung Wodong maupun kampung tetangga. Bahkan ada yang menjadi tukang bangunan hasil dari didikannya.

Dengan kondisi fisiknya, ia bisa naik di bubungan atap rumah untuk memasang balok, menggergaji balok panjang serta memaku seng. Ini sungguh sentuhan Kasih Tuhan dalam hidup dan karya Om Sipri.

Baca Juga : Berani untuk Percaya Diri?
Baca Juga : Apa yang Anda Ketahui tentang Kebenaran?

Kini usia beranjak 50 tahun. Fisiknya tak kuat lagi hingga ia beralih mengembangkan bakat otodidak dengan membuat kerajinan tangan. Dia mempelajari pembuatan karya tangan tersebut dengan melihat hasil karya orang lain. Kemudian, dia mengembangkannya sesuai dengan inovasinya sendiri.

Ia menekuni profesi sebagai pengrajin sejak April 2021. Hal ini berkat dorongan kerabatnya, Om Upenk. Pada suatu kesempatan ketika pulang dari kebun, ia memikirkan cara untuk melunasi kredit mesin genset di sebuah toko di Ruteng. Melihat kesulitan Siprianus Dua Dawa, Om Upenk menawarkan kepadanya bantuan untuk membuat kerajinan tangan berupa asbak, piring ceper, cobe, dulang, pot bunga, senduk goreng, sendok saringan dan beberapa hasil kerajinan lainnya. Hasil dari kerajinan tersebut dipakai untuk membayar cicilan mesin genset.

Baca juga :  Qui Bene Cantat bis Orat (Tanggapan Kritis atas Penggunaan Lagu Pop dalam Perayaan Ekaristi)

Berkat ketekunan dan keuletan serta anugerah Tuhan dalam dirinya,  ia terus membuat kerajinan tangan. Bahkan ia bisa menganyam produk-produk perabot rumah tangga. Ia juga bisa membuat meja, lemari dan tempat tidur.

Baca Juga : Reformasi Dikorupsi dan Gerakan Kaum Muda Progresif
Baca Juga : Tak Ada Mimpi Yang Ketinggian

Yuvens Keor, salah seorang kerabatnya mengisahkan bahwa awalnya ia pergi di rumah Siprianus Dua Dawa. Siprianus Dua Dawa mau meminjam uang untuk membayar cicilan mesin genset. Saat itu ia (Upenk) belum menyanggupi permintaan om Sipri, tetapi ia memberikan solusi dengan mengajak om Sipri untuk mengembangkan kerajinan tangannya dengan membuat produk-produk perabot rumah tangga dari sisa-sisa kayu bekas.

“Saya secara sukarela membantu dan menjual produk-produknya. Saya hubungi beberapa keluarga dan kenalan dan mereka membalinya. Karya om Sipri dijual di pasar Benteng Jawa. Ia mengalami kesulitan untuk membuat lebih banyak karena peralatan mesinnya terbatas. Saya berharap ada orang baik hati menolongnya,” ujark Om Yuvens Keor, pada kami bertiga, Kamis, (27/5/2021) di Kampung Wodong.

Pengakuan Keluarga Yang Rumahnya di Bangun Om Sipri

Lukas Jelomi mengaku rumahnya di Kampung Wodong dibangun oleh om Sipri. Memang ada beberapa anggota keluarga yang membantunya saat membangun rumah. Om Sipri bisa naik di bubung rumah untuk memasang balok, menggergaji balok panjang serta memaku seng. Kini Om Sipri membiayai tiga orang anak dan istrinya. Anak sulung sudah tamat SMP, tapi tidak lanjut karena kesulitan biaya. Kini, anak sulungnya membantu orangtuanya untuk kerajinan tangan berupa produk perabot rumah tangga.

Baca juga :  Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama

Baca Juga : Cerita Seorang Pembohong
Baca Juga : Bias Urban dan Desa sebagai Subjek Media

Frumensius Fredrik Anam dari Komunitas Cenggo Inung Kopi Online (CIKO) Kabupaten Manggarai Timur mengungkapkan, ia kagum akan ketangguhan dan ketekunan yang dijalankan om Sipri untuk menghidupi keluarga walaupun keterbatasan fisik. Sesungguhnya Negara ada dan hadir untuk melayani kebutuhan orang-orang yang difabel, seperti om Sipri serta warga lainnya di Manggarai Timur.

“Saya sangat terkejut dengan keterampilan otodidak yang diceritakan om Sipri serta keluarga dan warga kampung. Sungguh Tuhan yang kita iman nyata dalam diri om Sipri. Saya berharap pemerintah secepatnya memberikan bantuan sosial kepada keluarga om Sipri,” ungkapannya.

Respons Cepat Mensos RI

Minggu siang, (30/5/2021) handphone saya berdering. Pak Efrem Dianto, Koordinator Program Keluarga Harapan (PKH) menginformasikan bahwa berkat kerja sama dengan anggota Komunitas CIKO, Menteri Sosial RI, Ibu Risma mengontak dia agar segera mengumpulkan data Om Sipri berserta karya-karyanya. 

Baca Juga : Zen, sebuah Agama Baru?
Baca Juga : Pernikahan Dini: Pandemik Yang Belum Juga Berakhir

Melalui pesan whatsapp, Koordinator PKH Kabupaten Manggarai Timur juga menginformasikan bahwa satu panti asuhan dari Kupang, Ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur siap membawa bantuan sosial bagi keperluan kerajinan tangannya Om Sipri.

Selama ini, anggota komunitas CIKO membantu untuk mempromosikan karya-karya om Sipri. Sebagai seorang jurnalis, respons cepat pemerintah terhadap berbagai liputan sosial, pembangunan  dan lain-lainnya adalah kepuasaan batin. Tidak lebih dari itu. Saya melambungkan rasa syukur karena Tuhan terus berkarya dalam diri saya sesuai dengan profesi yang saya miliki saat ini.

Komentar

Berita Terkait

Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama
Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi
Seandainya Misa Tanpa Kotbah
Gosip
Sorgum: Mutiara Darat di Ladang Kering NTT
Tanahikong, Dusun Terpencil dan Terlupakan di Kabupaten Sikka              
Qui Bene Cantat bis Orat (Tanggapan Kritis atas Penggunaan Lagu Pop dalam Perayaan Ekaristi)
Namanya Yohana. Yohana Kusmaning Arum
Berita ini 300 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA