Sore Nanti, Kita ke Pantai

- Admin

Sabtu, 15 Mei 2021 - 19:03 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi

Ilustrasi

Indodian.com-Saat pertama kali melihatmu, mata laki-lakiku langsung membaca dengan tepat. Kamu cantik. Walaupun matamu memancarkan kelelahan—belakangan saya tahu saat itu kamu sedang sakit—kamu tetap menawan. Parasmu elok, kedua bola matamu bersinar, senyum dari bibirmu manis.

Mengenalmu membuat saya percaya: mata yang indah memancarkan jiwa yang mulia. Dan itu sudah cukup tepat menggambarkanmu. Seorang gadis cantik yang mulia hatinya. Saya tahu, di dalam hatimu engkau memiliki kecantikan yang jauh lebih indah dari kecantikan yang dipancarkan kedua bola matamu. Orang bilang itu namanya inner beauty.

Baca Juga : Metafora Perang dalam Penanganan Covid
Baca Juga : Mencintai Wanita dengan Tanda Lahir di Bibir

Cara kita berkenalan tidak terlalu istimewa. Kita sama-sama berada di tengah orang banyak dan di tengah keramaian itu kecantikanmu terpancar kuat. Itu sudah cukup bagiku untuk mendekatimu.

Tidak butuh waktu yang lama untuk mengagumimu. Entahkah karena saya yang rawan jatuh cinta ataukah karena auramu yang terlalu kuat. Saya tidak tahu. Entahkah karena saya kesepian ataukah karena pribadimu yang terlampau menawan. Saya tidak tahu. Entahkah karena jiwaku yang butuh cinta ataukah karena hatimu yang terlampau hangat. Saya benar-benar tidak tahu.

Hanya ada satu hal yang kutahu. Pada pandangan pertama, hatiku langsung jatuh mencintaimu.

Kata orang, jatuh cinta tidak pernah bisa dibilang biasa. Selalu ada rindu yang kau biarkan ranum pada waktunya sebelum diluapkan pada setiap perjumpaan. Selalu ada pertengkaran-pertengkaran kecil sebelum berakhir dalam kata maaf dan pelukan perdamaian.

Saya tahu, caraku jatuh cinta tidak salah. Pertama-tama saya jatuh cinta pada keindahan matamu. Cantik parasmu. Manis senyum bibirmu. Caramu berjalan dan menapaki bumi. Gaya bicaramu. Gaya rambutmu. Keringat yang menempel di keningmu. Dan pada keutuhan tubuhmu, tubuh yang dibangun dari bagian-bagian yang saling mencintai dengan begitu rupa.

Baca juga :  Aku dan Kisahku

Lalu saya jatuh cinta pada halus budimu. Sikapmu yang indah. Cantik hatimu. Sederhanamu. Tutur bahasamu. Kerendahan hatimu. Bijaksanamu. Nasihat-nasihatmu.

Baca Juga : Malia
Baca Juga : Desa: Sentra Budaya dan Peradaban

Saya masih ingat, dan akan selalu saya ingat nasihatmu pada suatu malam yang akan selalu saya anggap sebagai malam yang paling istimewa. Malam itu, sebelum saya terlelap dalam tidur, kamu mengirimiku pesan suara lewat WhatsApp.

Nana, bisa saya minta sesuatu?”

“Iya Enuu.”

“Sesibuk apa pun dirimu, jangan lupa telepon orangtua.”

“Kenapa?” tanyaku

“Karena suaramu mengobati lelah mereka.”

Dan pada akhirnya saya jatuh cinta pada seluruh keindahanmu. Seluruh yang indah padamu. Kau tahu apa yang paling indah padamu? Itu adalah apa adanya kau. Bagiku keindahan yang terindah itu adalah kau dan segala sesuatu tentangmu.

Lalu diam-diam, saya jatuh cinta pada matamu. Mata itu menyimpan kehangatan untuk Desember yang dingin dan menjanjikan kesejukan untuk Agustus yang gerah. Saya selalu bermimpi untuk bisa terlelap di kedua bola matamu. Lalu kemudian mendapati diriku terbangun sambil menatap kedua mata indah itu dan berkata:

“Selamat pagi, sayang.”

Kamu tersenyum manja dan menyodorkan segelas kopi. “Minumlah. Ini akan membuat pagimu menjadi lebih baik”

“Tapi saya belum sikat gigi.”

“Hahaha minumlah.” Kamu tertawa renyah.

Baca Juga : Zidane, Tuchel, dan Tuhan
Baca Juga : Korupsi dan Ketidakadilan Gender

Dalam begitu banyak kesempatan memikirkanmu, saya mendapatkan satu kesimpulan yang sangat saya sukai.

Jatuh cinta padamu membuat saya menjadi lebih dewasa. Atau tepatnya, kamu mendewasakanku. Atau lebih tetap lagi, kehadiranmu memungkinkanku menjadi manusia yang utuh.

Sebab saya selalu percaya, perempuan adalah rangkaian keindahan yang dibangun Tuhan dari berjuta kerumitan. Perkenalan denganmu membuat saya menyusun satu definisi gila tentang perempuan. Perempuan adalah kompleksitas kerumitan yang memperteguh karakter lelaki.

Baca juga :  Sepucuk Surat untuk Pengantin Perempuan

Apakah kamu tahu dari mana saya menemukan definisi itu? Dari cerita tentang Adam dan Eva dalam Kitab Suci. Keren kan?

Sebelum Eva diciptakan, Adam sendirian dan merasa kesepian. Sebenarnya, Adam tidak perlu merasa kesepian, karena dia berada di taman yang indah dan ada banyak binatang di sekitarnya.

Tapi begitulah kita mendapati Adam merasa sepi dan sendiri. Mungkin karena di sekitarnya tidak ada yang sepadan dengan dia. Lalu lahirlah kerinduan pada kehadiran Eva.

Baca Juga : Milenial dan Pendidikan Vokasi
Baca Juga : Kemenangan Barcelona di Mata Seorang Madridista Setengah Moderat

Maka Tuhan menciptakan Eva. Dari tulang rusuk Adam. Dari bunga terindah di taman. Dari bintang paling cemerlang di langit. Dari cahaya paling gemilang di angkasa. Dari biru paling teduh di laut. Dari keindahan paling indah di bumi bumi.

Dia diciptakan Tuhan dari perpaduan sempurna kekuatan dan kelembutan, keperkasaan dan air mata, ketegaran dan kehalusan.

Dalam diri Eva, Adam mengenal dirinya sendiri. Adam bilang, “Dialah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Sesuatu yang hilang dalam diri Adam ditemukan dalam diri Eva. Maka pengertian manusia menjadi sama sekali lain. Manusia yang utuh ditemukan dalam persatuan pria dan wanita.

Dan karenanya saya membutuhkanmu untuk mengetahui seutuhnya diri ini. Dalam banyak kesempatan bersama teman-teman kuliah, saya sering berkelakar. “Kawan, kalau mau jadi dewasa, jatuh cintalah pada seorang wanita.”

Orang bilang, cinta itu serupa seni. Seni memahami diri. Dengan memahami dinamika hatimu, saya juga banyak mengerti tentang diri sendiri. Bukankah itu suatu jalan menuju kedewasaan?

Memikirkanmu, begitu menyenangkan. Ada imajinasi yang mengalir dengan begitu bebasnya. Ada rindu yang menggebu-gebu pada sebuah jumpa empat mata di bawah sinar bulan yang pucat. Ada gairah yang meledak-ledak dengan begitu hebatnya. Ada senyum dan tawa yang aneh dalam kesendirian dengan HP menyala di tangan.

Baca juga :  Teriakan-Teriakan Lia

Baca Juga : Perjalanan Panjang El Barca Sebelum Buka Puasa di La Cartuja
Baca Juga : Catatan Pendek Pasca Pekan Berat Real Madrid

Sampai pada akhirnya saya mengerti bahwa cinta padamu menjadi serupa doa (ini sebuah kesimpulan yang aneh kan? Tidak apa). Litani kepada Tuhan tentang engkau, aku, kita dan cinta yang telah kujatuhkan pada keutuhan hatimu.

Jika kau tanya apa kesibukan terberat malaikat-malaikat surga di hari-hari terakhir ini, kau akan dapatkan satu jawaban. Memungut semoga-semogaku tentangmu dan meneruskannya pada Tuhan.

Dan jika kau tanya apa keresahan terbesar Tuhan di hari-hari terakhir ini, kau akan dapatkan satu jawaban. Mengetahui bahwa semoga-semogaku tentangmu selalu mengalir dengan begitu lancarnya.

Oh ya, di bagian terakhir cerita cinta ini, saya mau sampaikan satu hal yang mungkin penting bagi kita berdua.

Kita berasal dari masa lalu yang sama. Keping-keping hati yang patah oleh sakitnya kepergian. Kemarin kita adalah ziarah panjang menghadapi pengkhianatan demi pengkhianatan. Di sinilah kita berdiri dengan kenangan masa silam yang ingin kita lupakan bersama.

Suatu hari, ketika membaca Ayat Kopi Jokpin, saya menemukan satu kalimat pendek yang dengan sangat tepat menggambarkan kita. Kita adalah cinta yang berjihad melawan trauma. Ya, itulah kita.

Oleh karena itu, kita membutuhkan lebih banyak senja, sayang. Dan senja paling indah adalah senja di pinggir pantai dengan bias keperakannya yang disobek riak-riak gelombang laut. Kita butuh lebih banyak senja untuk sebuah permenungan. Merenungkan kekuatan-kekuatan yang mengikat hati kita. Kekuatan yang kita namakan cinta.

Sore nanti, kita ke pantai.

PS: Segala sesuatu yang indah selalu tentangmu. Terima kasih banyak. You are my beautiful blessing.

Komentar

Berita Terkait

Suami Kekasihku
Lelaki Banyak Masalah
Teriakan-Teriakan Lia
Antara Hujan dan Air Mata
Sunset yang Hilang
Tanpa Tanda Jasa
Seratus Jam Mencari Sintus
Perempuan Tangguh
Berita ini 189 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA