Milenial dan Pendidikan Vokasi

- Admin

Minggu, 2 Mei 2021 - 16:30 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy


Sumber gambar: Merdeka.com (2015)

Sumber gambar: Merdeka.com (2015)

Penulis : Rio Nanto

Indodian.com – Perbincangan mengenai generasi milenial cukup ramai dalam ruang publik sejak beberapa tahun belakangan. Tentunya perbincangan itu beralasan mengingat pada tahun 2045, ketika Indonesia merayakan 100 tahun kemerdekaan, generasi milenial menjadi kekuatan besar di Indonesia karena tengah mengalami era baru yang lebih dikenal dengan bonus demografi.

Berdasarkan hasil laporan UN Population Prospect 2010-2085, pada tahun 2045 terdapat 9,45 miliar penduduk dunia. Indonesia menempati posisi kelima dengan proyeksi 319 juta penduduk, dengan 47 persen usia produktif dan secara keseluruhan 70 persen kelas menengah (Kompas, 24 April 2021).Pada tahun-tahun ini, usia produktif penduduk Indonesia salah satu yang terbesar di dunia dan terbesar di ASEAN.

Baca Juga : Kemenangan Barcelona di Mata Seorang Madridista Setengah Moderat
Baca Juga : Perjalanan Panjang El Barca Sebelum Buka Puasa di La Cartuja

Bonus demografi terjadi akibat berubahnya struktur umur penduduk yang tandai dengan menurunnya rasio perbandingan antara jumlah penduduk nonproduktif (usia kurang dari 15 tahun dan 65 tahun ke atas) terhadap jumlah penduduk produktif (usia 15-64 tahun) atau yang disebut sebagai rasio ketergantungan.

Bonus demografi ini memberikan peluang dan tantangan besar bagi negara besar seperti Indonesia. Kehadiran generasi milenial turut menciptakan percepatan pembangunan, digitalisasi pelayanan, pengembangan ekonomi kreatif berbasis digital dan lahirnya generasi yang produktif dan berdaya saing global.   

Akan tetapi sebaliknya, kealpaan kreativitas, keterbatasan lapangan kerja dan ketiadaan sumber daya yang mumpuni dalam diri generasi milenial memberi beban yang besar bagi Indonesia. Salah satu tantangan cukup besar yang akan dialami oleh generasi milenial ialah pengangguran yang disebabkan oleh ketimpangan jumlah angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan.  

Baca Juga : Catatan Pendek Pasca Pekan Berat Real Madrid
Baca Juga : Masyarakat Risiko, Terorisme, dan Kemanusiaan Kita

Sehubungan dengan ketenagakerjaan ini, Data Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional, Agustus 2020 menunjukkan tingkat pengangguran umur muda di Indonesia sebesar 20,46 persen. Ini dapat diartikan bahwa dari 100 penduduk usia 15-24 tahun yang termasuk angkatan kerja, terdapat sekitar 20 orang yang mengganggur (Kompas, 30 Maret 2021).Jumlah penganggur muda terhadap total keseluruhan penganggur di Indonesia adalah 44,85 persen. Data ini mengindikasikan bahwa setengah dari seluruh penganggur di Indonsia berasal dari kelompok umur muda.  

Baca juga :  Merawat Simpul Empati

Pengangguran ini sekurang-kurangnya terjadi karena dua faktor. Pertama, adanya kesenjangan yang tinggi antara sisi penawaran dan permintaan lapangan kerja. Ketersediaan tenaga tidak terserap di pasar kerja karena keterbatasan lapangan pekerjaan. Jumlah generasi milenial yang kian membeludak tidak dibarengi dengan jumlah lapangan kerja berpeluang memberikan karpet merah pengangguran usia muda Indonesia.

Meningkatnya pengangguran usia muda di Indonesia saat ini memberikan dampak negatif terhadap perkembangan ekonomi negara. Hal ini juga mempengaruhi proyeksi peningkatan ekonomi Indonesia di tahun 2045. Dan sebagai konsekuensinya, kelompok penduduk usia muda terancam masuk dalam “perangkap kemiskinan”.

Baca Juga : Colin Crouch tentang Post-Demokrasi
Baca Juga : Merawat Simpul Empati

Kedua, meningkatnya pengangguran terdidik di tengah meningkatnya capaian pendidikan tenaga kerja. Tingginya angka pengangguran usia muda di Indonesia terjadi karena capaian pendidikan yang meningkat pada sebagian angkatan kerja baru di Indonesia di satu sisi ternyata tidak berkorelasi positif terhadap daya serap mereka di pasar kerja. Salah satu penyebabnya karena angkatan kerja baru dengan lulusan pendidikan yang lebih baik dari sebelumnya belum siap untuk langsung bekerja akibat sistem pendidikan yang kurang diarahkan pada pemenuhan link and match dengan kebutuhan pasar kerja.

Pendidikan Vokasi  

Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk mengurangi tingkat pengangguran yaitu dengan pengembangan pendidikan vokasi. Adapun tujuannya untuk mendorong angkatan kerja agar memiliki kompetensi yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan usaha/ perusahaan. Dengan kompetensi yang dimiliki, diharapkan akan tercipta angkatan kerja yang berdaya saing tinggi dan mampu menembus pasar kerja setempat. 

Vokasi sebagai pendidikan yang menitikberatkan pada penguasaan keahlian atau keterampilan tertentu menjadi pemegang peran kunci dalam membekali anak bangsa kita untuk bisa bersaing secara global di masa depan. Beberapa prinsip dasar program dalam pendidikan vokasi menurut Miller (1985), antara lain pertama, kurikulum pendidikan vokasi merupakan turunan/derivasi dari kebutuhan dalam dunia kerja. Kedua, jenis pekerja merupakan basis/dasar pengembangan kurikulum pendidikan vokasi. Ketiga, inovasi merupakan bagian dari pendidikan vokasi. Keempat,  melalui pendidikan vokasi, generasi muda dipersiapkan untuk awal memasuki dunia kerja.  

Baca juga :  Calo Ilmu Pengetahuan

Pendidikan vokasi mempersiapkan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja setelah menyelesaikan pendidikannya. Hal ini berarti, dalam penyelenggaraan pendidikan vokasi, kurikulumnya disusun sesuai kenyataan yang dibutuhkan untuk bekerja, metode dalam proses belajar mengajar juga disesuaikan dengan kondisi seperti bekerja, dan memiliki nilai hasil yang diharapkan sesuai dengan tuntutan pasar kerja. 

Baca Juga : Pengorbanan Melahirkan Kehidupan
Baca Juga : Menikmati Wisata Kopi Detusoko

Pendidikan vokasi pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi membekali lulusannya dengan berbagai kecakapan yang lebih umum, yaitu kecakapan hidup dan berkarier, kecakapan dalam belajar dan berinovasi, serta kecakapan memanfaatkan informasi, media, dan teknologi.

Pendidikan vokasi membentuk generasi muda yang profesional dalam bidangnya dan berkonsep link and match (taut-sesuai) yang komprehensif untuk mewujudkan tenaga kerja yang ahli menjawab kebutuhan pasar secara kompetitif. Membangun keselarasan (link & match) dengan sistem-sistem yang lain terutama keselarasan dengan sistem ekonomi umumnya atau dunia kerja khususnya.

Pendidikan vokasi ini mengarahkan generasi muda untuk terampil dan ahli dalam bidangnya. Adapun model pembelajarannya mengarah kepada demand-driven dari pada supply-driven. Artinya bahwa model pembelajaran lebih aktual tidak sekadar tekstual, lebih konkret dari pada abstrak, yang lebih merujuk ke realita dari pada artifisial, lebih nyata dari pada maya, dan ini semua menuntut pendidikan vokasi secara proaktif mendekatkan diri dengan dunia kerja.

Dalam proses pengembangan pendidikan vokasi ini, terdapat dua hal pokok.  Pertama, Pendidikan vokasi menjalin kemitraan dan kolaborasi dengan pelaku usaha dan dunia industri. Pelaku dunia usaha dan dunia industri turut mengambil tanggung jawab lebih besar, serta wajib dikembangkan agar dapat mengisi lapangan kerja industri dengan profil lulusan yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan tinggi (high skilled & know how), sehingga dapat melakukan peningkatan proses produktif serta dapat melakukan  perbaikan dan pengembangan produk di dunia industri.

Paradigma lama yang menempatkan industri pada bagian akhir yang menerima lulusan harus diubah sehinggga industri dapat berperan sejak perencanaan kompetensi lulusan yang dibutuhkan, turut serta dalam penyelarasan kurikulum, penguatan pemetaan kebutuhan keahlian, membangun kompetensi SDM melalui proses edukatif yang produktif, penerapan sistem pembelajaran standar industri, penguatan pelatihan kecakapan kerja dan kewirausahaan di sekolah, pemagangan, penguatan standar kompetensi, penguatan kelembagaan dan kapasitas pelaksanaan sertifikasi, dan penyerapan lulusan.

Baca juga :  Krisis Kemampuan Berpikir  Mahasiswa

Kedua, penguasaan teknologi. Pembangunan manusia dan penguasaan iptek tidak bisa dipisahkan dari peningkatan kualitas pendidikan termasuk pendidikan vokasi. Saat ini kita berada pada revolusi industri 4.0. Pada era ini, jenis pekerjaan seseorang berubah dengan cepat sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan penyediaan tenaga kerja yang semakin mengglobal serta pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih. Pekerjaan yang semula dilakukan secara manual dengan mengandalkan tenaga manusia telah digantikan oleh mesin dan teknologi informasi.

Beberapa jenis pekerjaan  yang ada saat ini, perlahan akan hilang pada 10 tahun ke depan. Diperkirakan 35%  keterampilan dasar pada dunia kerja akan berubah pada tahun 2022, dan hampir 2 miliar pekerja berisiko kehilangan pekerjaan.  Karena itu, pendidikan dan pelatihan seharusnya dilakukan dengan memberi banyak pilihan keterampilan yang sesuai dengan minat peserta didik dan perkembangan kebutuhan pasar kerja sehingga memungkinkan pembelajaran sepanjang hayat (life-long learning).

Pengembangan kemitraan dengan pelaku usaha dan penguatan teknologi bagi generasi milenial dalam pasar tenaga kerja Indonesia dapat dipastikan akan membawa transformasi dari sisi ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Seiring era baru dalam revolusi industri 4.0, generasi milenial diharapkan menjadi angkatan kerja yang produktif dan kompetitif guna menghadapi perubahan besar pada masa ini.

Digitalisasi telah merambah di seluruh aspek kehidupan dan membawa perubahan pola hidup masyarakat. Generasi milenial diharapkan bersiap dan mampu merespon setiap perubahan yang terjadi, menangkap peluang yang ada, dan mengoptimalkan momen-momen yang tercipta akibat perputaran arus informasi dan teknologi  yang semakin cepat. Senada dengan pendapat Peter Drucker yang menjelaskan bahwa “You cannot predict the future, but you can create it”, milenial Indonesia diharapkan untuk membekali diri dengan keterampilan teknis dan penguasaan teknologi dalam sistem pendidikan vokasi. Pembekalan diri ini menjadi cara terbaik untuk mewujudkan generasi emas 2045 mendatang

Rio Nanto

Pemimpin Redaksi Indodian.com

Komentar

Berita Terkait

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa
Sastra Jadi Mata Pelajaran
Kaum Muda dan Budaya Lokal
Disrupsi  Teknologi dan Dinamika Pendidikan Kita
Budaya Berpikir Kritis Menangapi Teknologi yang Kian Eksis
Stempel Meritokrasi
Urgensi Literasi Digital di Era Pasca-Kebenaran 
Pembelajaran Agama Bercoral Multikultural
Berita ini 7 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA