Seni Memahami Menurut Schleiermacher

- Admin

Sabtu, 8 Januari 2022 - 19:58 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Perihal Hermeneutik

F. Budi Hardiman dalam bukunya yang berjudul “Seni Memahami: Dari Schleiermacher Sampai Derrida“, menegaskan bahwa terminologi “Hermeneutik” sebetulnya bukan istilah yang baru muncul di zaman modern. Istilah ini bahkan dapat ditelusuri dalam kultur keagamaan Yunani kuno. Etimologi Hermeneutik terkait dengan sosok Hermes yang menjadi pengantara antara dewa/dewi dengan manusia.

Dalam mitologi Yunani, Hermes bertugas sebagai pihak yang menyampaikan pesan dewi-dewi kepada manusia. Namun, sebelum Hermes menyampaikan pesan tersebut, ia terlebih dahulu memahami atau menafsir pesan tersebut bagi dirinya sendiri. Setelah ia memahami maksud pesan tersebut, barulah ia mengartikulasikan maksud pesan tersebut dalam bahasa yang dimengerti oleh manusia. Kesenjangan antara pemberi pesan, penyampai pesan dan penerima pesan harus dijembatani oleh kegiatan yang bernama “hermeneutik” itu.

Baca juga :  Masyarakat Smombi

Hermeneutik dalam bahasa Inggris disebut “Hermeneutics“. Istilah ini diasalkan dari kata Yunani, yaitu: “hermeneuein” yang berarti “menerjemahkan” atau “bertindak sebagai penafsir”. Kegiatan menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain sebetulnya tidak lain adalah apa yang kita sebut sebagai “Hermeneutik”.

Aktivivitas menerjemahkan sebenarnya bukan sekadar menukar bahasa asing ke bahasa kita. Lebih dari itu, menerjemahkan adalah menafsirkan untuk kemudian dapat diartikulasikan dalam cita rasa bahasa kita. Dengan kata lain, menerjemahkan adalah aktivitas menangkap makna sesuai dengan maksud penulis dalam bahasa yang dimengerti para pembaca.

Perlu diketahui bahwa hermeneutik awali tidak lebih dari sebuah aktivitas yang dilakukan oleh para rohaniwan dalam rangka menafsir teks-teks sakral, seperti kitab-kitab suci. Aktivitas ini bertujuan menyingkap maksud Wahyu Ilahi yang tertulis dalam teks-teks suci. Perbedaan cara atau metode menafsir kemudian melahirkan tafsiran yang berbeda dan bahkan bertentangan.

Baca juga :  Populisme Laclauian Kontra Oligarki di Indonesia

Hal ini terjadi di awal-awal perkembangan kekristenan. Sudah sejak awal, kekristenan sudah dibumbui dengan polemik hermeneutis. Jemaat Kristiani di kota Alexandria memiliki cara interpretasi atas kitab suci yang berbeda dengan jemaat Kristiani yang ada di Antiokhia.

Perpecahan yang terjadi dalam kekristenan barat, yakni: antara Gereja Katolik Roma dengan para reformans protestan berakar dari perbedaan cara interpretasi Kitab Suci.

Lalu, sejak kapan hermeneutik menjadi problem filosofis? Kita patut berterima kasih kepada para pemikir renaisans di abad ke-18 yang telah mengeluarkan aktivitas hermeunetis dari kerangkeng keagamaan abad pertengahan. Jika para rohaniwan abad pertengahan membatasi hermeunetik pada aktivitas interpretasi atas kitab suci, maka para pemikir pencerahan memperluas wilayah interpretasi ke teks-teks profan. Para pemikir pencerahan bahkan memandang kitab suci sama seperti teks-teks profan lainnya. Dalam kepala para pemikir pencerahan, teks suci tidak lebih istimewa dari teks-teks lain.

Baca juga :  Memento Mori: Bisikan Filsafat tentang Kematian

Para pemikir pencerahan mencabut sakralitas dari kitab-kitab yang dianggap suci oleh para rohaniwan abad pertengahan. Para pemikir pencerahan ingin melampaui cara-cara radikal abad pertengahan dalam menafsir sebuah teks. Dengan kata lain, mereka menggunakan rasionalitas – tanpa terdorong untuk meneguhkan iman – dalam rangka menangkap makna di balik teks-teks suci. Hal itulah yang akan dilakukan oleh Schleiermacher.

Komentar

Berita Terkait

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!
Tolong, Dengarkan Suara Hati! (Subjek Cinta dan Seni Mendengarkan)
Apakah Aku Selfi Maka Aku Ada?
Autoeksploitasi: Siapa yang Membunuh Sang Aku?
Masyarakat yang Terburu-buru
Masyarakat Smombi
Masyarakat Telanjang
G.W.F. Hegel: Negara dan Sittlichkeit
Berita ini 278 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA