Perempuan, Iklan dan Logika Properti

- Admin

Jumat, 25 Juni 2021 - 17:34 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ilustrasi

Ilustrasi

Properti

Pada umumnya, properti dimengerti sebagai suatu harta milik, baik yang berbentuk atau berwujud benda/material (tanah, bangunan, lukisan, dan sebagainya) maupun non-benda (penemuan ilmu pengetahuan). Hak kepemilikan atas sebuah properti juga mengindikasikan adanya unsur kekuasaan terhadap harta milik itu sendiri. Jika saya memiliki sebuah rumah, saya berhak dan bebas untuk menjualnya. Jika saya memiliki sebuah mobil, saya berhak menjual atau memberikannya secara cuma-cuma kepada orang lain.

Jika saya, sebagai seorang ilmuwan, memiki penemuan terbaru (inovasi), saya bebas dan berhak untuk menjualnya agar memiliki hak paten atas penemuan itu atau menggratiskannya, misalnya, demi kebaikan umat manusia. Dalam hal ini, properti adalah sesuatu yang berada dalam kekuasaan atau genggaman seseorang. Properti tidak dapat menggerakkan dirinya sendiri. Sang tuanlah yang menggerakkannya entah untuk mempertahankannya, merusaknya atau menjualnya demi sesuatu. Singkat kata, properti ada di bawah kendali tuannya.

Baca Juga : Kisah Yuliana Mijul, Gali Pasir dan Menenun Demi Menyambung Hidup Keluarga
Baca Juga : Berkomunikasi dalam Masyarakat Pasca-Kebenaran

Terlepas dari kuatnya kuasa sang tuan atas properti, dalam praksisnya, terdapat relasi timbal balik antara keduanya. Properti dijaga atau dilindungi karena ia memiliki sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya. Manfaat ini berhubungan langsung dengan nilai-nilai yang diinginkan seorang individu di balik properti itu sendiri.

Baca juga :  Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?

Sekurang-kurangnya terdapat beberapa nilai yang terkandung di balik properti. Pertama, nilai ekonomis. Memiliki aset berarti memiliki keuntungan ekonomis tertentu di baliknya. Jika saya memiliki sebidang tanah atau sebuah mobil bekas, saya bisa memproyeksikan harganya jika dijual pada awal, pertengahan atau akhir tahun. Uang tersebut akan digunakan untuk membuat rumah baru atau untuk bertamasya ke salah satu tempat wisata terkenal atau untuk membeli sebidang tanah di pinggir pantai.

Kedua, nilai estetis. Properti selalu memiliki unsur keindahan. Dengan melihat properti itu, seseorang mengalami suatu sukacita tertentu. Sesuai dengan hakekatnya, sesuatu yang indah selalu menarik hati untuk mendekatinya dan menarik budi untuk mendalaminya. Itulah sebabnya di ruang tamu, kita lebih memilih menempatkan sebuah pot bunga dan lukisan daripada memajang kulkas yang rusak atau rak sepatu.

Baca juga :  Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?

Baca Juga : Kota dan Rindu yang Setia
Baca Juga : Menjadi “Gentleman”?: Silang Pendapat Locke dan Rousseau tentang Pendidikan

Ketiga, nilai sugestif. Nilai sugestif berkaitan dengan daya tarik properti terhadap individu. Menempatkan sebuah lukisan di ruang tamu bisa membuat tamu betah, nyaman, bergairah. Melihat lukisan Monalisa tidak hanya menimbulkan kekaguman, tetapi juga mengingatkan seseorang tentang sesuatu yang akrab dengannya. Boleh jadi ia akan mengingat pengalaman perjumpaan atau perpisahan dengan kekasihnya.

Keempat, nilai sosial. Properti selalu memiliki dampak sosial. Ia menegaskan status dan kelas sosial. Alasan inilah yang membuat keluarga-keluarga kaya bersaing memajang sebanyak mungkin properti berkelas di ruang tamu. Bahkan sebuah lemari kaca yang begitu megah hanya digunakan untuk menyimpan ratusan gelas antik yang bahkan tidak pernah digunakan pemiliknya. Gelas-gelas itu dipajang begitu saja. Bukan untuk digunakan saat minum teh, tetapi sekadar untuk menegaskan status dan kelas sosial. Mengherankan, tetapi itulah kenyataannya.

Kelima,nilai tukar (exchange value). Setiap bentuk properti pasti memiliki nilai jual/tukar dan nilai guna. Namun, biasanya, para pemilik lebih memperhitungkan nilai jual dari suatu properti. Bagi mereka, justru nilai jual itulah nilai guna dari properti. Artinya, jika sebuah properti bisa dijual kembali, itulah kegunaannya. Banyak properti yang dirawat dan dilindungi, bahkan tidak jarang dimodifikasi dan direparasi setelah dipakai berkali-kali agar tetap laku saat dijual meskipun tidak lagi dengan harga semula.

Baca juga :  Perempuan dan Pemilu Serentak 2024

Baca Juga : Cerita Pensiunan Guru di Pelosok NTT yang Setia Mendengarkan Siaran Radio
Baca Juga : Urgensi Penelitian Sosial terhadap Pembentukan Kebijakan Publik

Pada akhir proses, jika sebuah properti telah kehilangan seluruh nilainya, ia dibuang begitu saja. Tidak mungkin diperbaiki kembali, sebab semua nilainya telah lenyap. Sang pemilik hanya bersedia memperbaikinya, jika masih tersedia kesempatan untuk menjualnya lagi. Itulah sebabnya, manusia suka bergonta-ganti properti. Mereka mengganti yang lama dengan yang baru. Mengganti yang sudah ada dengan sesuatu yanglebih mewah. Kepemilikan properti selalu berproses secara linear: selalu menginginkan sesuatu yang lebih baru, sehingga yang lama ditinggalkan, jika bukan dibuang.

Komentar

Berita Terkait

Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Menalar Sikap Gereja terhadap Kaum Homosekual
Misoginis Si “Pembunuh” Wanita
Memahami Term ‘Pelacur’
Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?
Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa
Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?
Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere
Berita ini 26 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Minggu, 17 Desember 2023 - 21:35 WITA

Disrupsi  Teknologi dan Dinamika Pendidikan Kita

Selasa, 28 November 2023 - 19:50 WITA

Budaya Berpikir Kritis Menangapi Teknologi yang Kian Eksis

Sabtu, 4 Maret 2023 - 07:09 WITA

Stempel Meritokrasi

Rabu, 2 November 2022 - 14:47 WITA

Urgensi Literasi Digital di Era Pasca-Kebenaran 

Selasa, 21 Juni 2022 - 16:23 WITA

Pembelajaran Agama Bercoral Multikultural

Kamis, 17 Februari 2022 - 11:21 WITA

Peluang Pendidikan Tinggi di Era Digital

Jumat, 11 Februari 2022 - 16:05 WITA

Pendidikan Lenting Bencana

Sabtu, 29 Januari 2022 - 08:47 WITA

Krisis Kemampuan Berpikir  Mahasiswa

Berita Terbaru

Filsafat

Apakah Aku Selfi Maka Aku Ada?

Rabu, 1 Mei 2024 - 11:52 WITA

Pinterest

Filsafat

Autoeksploitasi: Siapa yang Membunuh Sang Aku?

Senin, 22 Apr 2024 - 23:34 WITA

Cerpen

Suami Kekasihku

Kamis, 18 Apr 2024 - 23:46 WITA