Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere

- Admin

Jumat, 16 Juli 2021 - 16:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Mengapa Gereja di Maumere menerima individu atau komunitas dengan Keberagaman Gender dan Seksualitas (KGS) secara terbuka? Bagaimana komunitas KGS di pulau Flores ini dapat aktif dalam membantu kegiatan-kegiatan pastoral Gereja?

Siang itu, Inang Novi tengah duduk menjaga kios dan salon miliknya di Gehak, Desa Koting D, Maumere-Sikka. Transpuan kelahiran Maumere 1972 ini mengelola usaha salon di rumahnya yang ditumbuhi tanaman hias dan sayur-sayuran.

Ia adalah bungsu dari tiga bersaudara yang gemar memenuhi pekarangan bagian depan dan samping rumahnya dengan beragam tanaman. Beberapa ia tanam di polybag. Tampak juga bibit tanaman yang disemaikan tepat di samping tembok rumah.

Baca juga :  Misoginis Si “Pembunuh” Wanita

“Saya baru pulang dari kota Maumere,” Inang Novi membuka percakapan sembari tersenyum sambil bersantai.

Seraya menyuguhkan teh hangat dan beberapa potong roti, ia menceritakan lika-liku hidup yang menuntut dirinya untuk selalu bekerja keras. Sejak kecil dia sudah ditinggal pergi oleh kedua orangtuanya. Di usia 3 tahun, ibunya meninggal. Bapaknya menyusul meninggal saat Inang Novi berusia 6 tahun. Akibatnya, masa kecil Inang Novi sangat susah. Tak ada waktu untuk bermalas-malasan.

Baca juga :  Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?

Baca Juga : Pansos Boleh, Tapi Ada Batasnya
Baca Juga : Politik Identitas ‘Racun’ Demokratisasi

“Walaupun masih kecil, kami harus kerja. Pulang sekolah langsung ke kebun. Makan dan minum ada di kebun,” kisah Inang Novi yang selama hidupnya merasa lebih dekat dengan kakak perempuannya.

Ia dan dua kakaknya dilahirkan dari orangtua yang keras. Kakak pertamanya laki-laki, yang kedua perempuan.

“Hidup saya makin susah ketika kakak pertama saya langsung pergi ke Kalimantan setelah orangtua kami meninggal. Dia hilang kabar. Akhirnya, saya tinggal dengan kakak perempuan saya. Kami berjuang bersama untuk cari makan,” lanjut Inang Novi.

Baca juga :  Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?

Inang Novi tidak dapat melanjutkan sekolah. Setelah beberapa tahun tinggal di kampung bersama kakak perempuannya, Inang Novi melamar kerja di Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Maumere. Lamaran pertama dan kedua ditolak. Lamaran ketiga baru diterima dan langsung dipanggil untuk kerja di Seminari Tinggi St. Petrus Ritapiret, Maumere. Ia bekerja di sana hingga 15 tahun lamanya.

Komentar

Berita Terkait

Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Menalar Sikap Gereja terhadap Kaum Homosekual
Misoginis Si “Pembunuh” Wanita
Memahami Term ‘Pelacur’
Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?
Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa
Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?
Perempuan, Iklan dan Logika Properti
Berita ini 225 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA