Memento Mori: Bisikan Filsafat tentang Kematian

- Admin

Sabtu, 18 Juni 2022 - 18:40 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kematian adalah Siklus Alami Manusia

Mengutip istilah yang terkenal, “Tidak ada pesta yang tidak akan berakhir,” menurut Dhimas, topik kelas ini secara hakikatnya mengingatkan bahwa semua manusia akan mati, sama seperti orang-orang yang sudah mendahului. Ini sejalan dengan perkataan Martin Heidegger yang tertulis dalam buku Being and Time (1962), “Kematian adalah kemungkinan dari ketidakmungkinan semua keberadaan.” Jadi, kematian adalah fase normal yang akan dilalui setiap orang, jadi tidak perlu khawatir,” ujarnya.

Tetapi, seperti hasil survei di Amerika tadi, mungkin saja di antara masyarakat dewasa ini ada yang menderita karena bayangan akan kematian begitu menakutkan, lalu berusaha menyangkali kematian, seperti kata Ernest Becker dalam bukunya “The Denial of Death” yang memenangkan penghargaan Pulitzer, “Ironi dari kondisi manusia adalah kebutuhan terdalamnya untuk terbebas dari kecemasan akan kematian dan kehancuran.”

Baca juga :  Apa yang Anda Ketahui tentang Kebenaran?

Tidak ada yang mau mati. Bahkan orang yang ingin masuk surga pun tidak ingin mati untuk mencapainya, ungkap Steve Jobs tahun 2005 dalam pidatonya di Universitas Stanford, Amerika Serikat. Bisa jadi pidato ini menyuarakan suara hati banyak orang: jika bisa, seseorang tidak perlu mengalami kematian.

Pendiri Circles itu mengatakan, Secara biologis, semua manusia adalah satu spesies yang sama: memiliki siklus dan kebutuhan biologis yang sama, mulai dari makan, minum, sampai dengan kesehatan. Anatomi manusia tidak berbeda, dan di dalam sejarah unsur biologis manusia tidak memungkinkannya hidup selamanya. Panjang umur bisa, tetapi hidup selamanya tidak.

Secara etis, manusia juga selalu mencari apa yang elok: merindukan hidup yang baik dan teratur. Atau menurut pemikiran Platon, setiap orang pada dasarnya merindukan tata kehidupan masyarakat yang yang elok dan bajik (kalos kagathos). Ketika masyarakat taat lalu lintas, prokes, itu juga demi menjaga kelangsungan hidup lebih lama.

Baca juga :  Emotikon, Krisis Perhatian dan Filsafat Teknologi

Secara metafisis, selain memiliki tubuh, manusia memiliki jiwa yang dipengaruhi kumpulan dari beragam unsur yang membangun life structure-nya (moral, kognitif, kebutuhan, psiko-sosial, psiko-seksual, dan roh), plus jaringan sosial-kultural yang kemudian membentuk satu entitas metafisis yang unik. Ke mana jiwa manusia ini pasca kematian badani tetap menjadi perbincangan terbuka hingga kini.

Secara politis, manusia terdorong untuk hidup bersama dengan manusia lainnya. Jika tata masyarakat kacau, manusia akan cemas akan eksistensi dirinya. Komunitas politik adalah fenomena universal sejarah manusia, artinya setiap orang adalah makhluk politis, yang bersepakat hidup bersama dalam suatu wilayah dengan harmonis demi menunjang eksistensi dirinya.

Secara epistemologis, setiap manusia adalah makhluk yang berikhtiar mengetahui apa yang benar. Dalam eksistensinya, manusia mengindera dunia dan berusaha memperoleh pengetahuan yang benar-benar benar. Kerinduan untuk tahu apa yang benar dengan segenap kemampuannya membuat manusia menemukan dan terus menggali segala disiplin ilmu, termasuk medis/kesehatan demi menunjang atau memperpanjang eksistensi dirinya.

Baca juga :  Alienasi pada Masyarakat Konsumer

Jika menelusuri pandangan ini, Dhimas menyimpulkan bahwa manusia secara naluriah ingin bertahan hidup. Tetapi dalam realitas, pada akhirnya ia akan kembali lagi pada “titik nol” atau pada “ketiadaan” dirinya di bumi. Ini adalah siklus alami. Kalimat “memento mori” menyadarkan manusia bahwa kematian adalah siklus alami yang tak terhindarkan. Maka, ketakutan berlebihan pada kematian dasarnya irasional. Tidak ada alasan yang cukup kuat, yang bisa mendorong orang untuk takut secara berlebihan kepada kematian, ujarnya.

Komentar

Berita Terkait

Masyarakat yang Terburu-buru
Masyarakat Smombi
Masyarakat Telanjang
G.W.F. Hegel: Negara dan Sittlichkeit
Emotikon, Krisis Perhatian dan Filsafat Teknologi
ChatGPT dan Tugas Filsafat Teknologi
Neoliberalisme, Krisis Multidimensi dan Transformasi Paradigma Pembangunan
Masyarakat Informasi dan Problem Ketidakpastian
Berita ini 114 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Selasa, 28 November 2023 - 23:35 WITA

Fakultas Filsafat Unwira Adakan Seminar Internasional sebagai Bentuk Tanggapan terhadap Krisis Global    

Sabtu, 11 November 2023 - 11:33 WITA

Tujuan Politik adalah Keadilan bagi Seluruh Rakyat

Jumat, 23 Juni 2023 - 07:01 WITA

Komunitas Circles Indonesia: Pendidikan Bermutu bagi Semua

Rabu, 17 Mei 2023 - 11:05 WITA

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa melalui Kelas Belajar Bersama

Kamis, 4 Mei 2023 - 14:47 WITA

Mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero Mengadakan PKM di Paroki Uwa, Palue   

Sabtu, 25 Maret 2023 - 06:34 WITA

Masyarakat Sipil Dairi Mendesak Menteri LHK Cabut Izin Persetujuan Lingkungan PT. DPM  

Sabtu, 21 Januari 2023 - 06:50 WITA

Pendekar Indonesia Menggelar Simulasi Pasangan Calon Pimpinan Nasional 2024

Selasa, 17 Januari 2023 - 23:01 WITA

Nasabah BRI Mengaku Kehilangan Uang di BRImo

Berita Terbaru

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA

Politik

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Rabu, 21 Feb 2024 - 19:07 WITA

Politik

Demokrasi dan Kritisisme

Minggu, 18 Feb 2024 - 16:18 WITA