Memento Mori: Bisikan Filsafat tentang Kematian

- Admin

Sabtu, 18 Juni 2022 - 18:40 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Tawaran Filsafat Keilahian

Dhimas secara tegas mengatakan, jika filsafat Yunani-Romawi memandang kematian sebagai hal yang wajar dan jiwa manusia akan kembali ke alam, maka filsafat keilahian bergerak melampaui pemahaman itu. Dalam tradisi Yudaisme misalnya, dikenal sebuah nyanyian Musa yang berbunyi, “Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana” (Mazmur 90:12). Juga perkataan Pengkhotbah, “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya” (7:2).

Jauh sebelum filsafat Yunani-Romawi mengenal memento mori, Yudaisme telah mengajarkan kesadaran akan hari kematian.

Dalam tradisi Kristiani juga diketahui bahwa kematian tidak saja wajar, tetapi juga bukan akhir segalanya. Kematian akan mengantarkan jiwa manusia ke hadirat Penciptanya, “Beralih dari tubuh ini untuk menetap pada Tuhan” (2 Korintus 5:8; Filipi 1:23). Tubuh fisiknya suatu hari kelak akan dibangkitkan pada kedatangan Yesus Kristus kedua kali. Keyakinan akan kebangkitan mendorong umat Kristiani menyebut kematian fisik sebagai “tidur” (1 Korintus 15:51; 1 Tesalonika 5:10), dan menanti-nantikan masa itu, di mana “maut tidak akan ada lagi” (Wahyu 21:4). Di dalam sesi tanya-jawab Dhimas juga mempersilakan audiens memberikan tawaran dalam tradisi religius lainnya.

Baca juga :  Kritik Jürgen Habermas terhadap Filsafat Kesadaran

Filsafat keilahian memahami bahwa hidup bukanlah sekadar mempersiapkan diri menghadapi kematian secara rasional, tetapi menjalani hidup sesuai panggilan Sang Khalik yang termanifestasikan dalam hati nurani seseorang (Roma 2:14-16). Dengan kata lain, hidup manusia tak lain merupakan ikhtiar mempersiapkan diri menghadapi kematian dengan memenuhi panggilan Sang Pencipta atas hidup manusia.

Baca juga :  Penyakit Era Digital Menurut Jürgen Habermas

Ketua Circles Indonesia menambahkan, “Setiap orang diundang untuk mengerti maksud Sang Khalik dalam hidupnya: alasan ia berada di dunia dan apa tujuan hidupnya.” Dalam tradisi Kristiani tujuan utama hidup manusia yaitu untuk memuliakan Tuhan dan bersukacita di dalam Dia.

Di akhir sesi, Dhimas menyebut bahwa “memento mori” adalah sebuah bisikan filsafati. Bukan untuk membuat takut, melainkan mengundang setiap orang memperhatikan dengan saksama, bagaimana ia hidup, tidak seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif, dan mempergunakan waktu secara bijak.

Langkah praktis yang ditawarkan oleh pria yang studi doktoral di Oxford Center for Religion and Public Life, Inggris itu adalah setiap orang diundang menggunakan waktu yang ada secara produktif dalam mengisi kehidupan. “Nonton serial drama dan bermain game tentu wajar saja. Tapi, akan menjadi tidak sehat jika serial drama atau nge-game itu mengikat seseorang, sehingga banyak waktu yang berharga terbuang begitu saja,” kata Dhimas. Ini juga termasuk tidak menyia-nyiakan hidup dengan berusaha menjalani standar kesuksesan atau kekayaan orang lain, atau terjebak dalam kompetisi menggapai popularitas yang tiada habisnya, sambungnya.

Baca juga :  Emotikon, Krisis Perhatian dan Filsafat Teknologi

“Layaknya sebuah perziarahan, manusia adalah musafir yang sedang melakukan sebuah perjalanan pulang menuju ke rumah yang kekal. Memento Mori,” pungkas Dhimas.

Komentar

Berita Terkait

Masyarakat yang Terburu-buru
Masyarakat Smombi
Masyarakat Telanjang
G.W.F. Hegel: Negara dan Sittlichkeit
Emotikon, Krisis Perhatian dan Filsafat Teknologi
ChatGPT dan Tugas Filsafat Teknologi
Neoliberalisme, Krisis Multidimensi dan Transformasi Paradigma Pembangunan
Masyarakat Informasi dan Problem Ketidakpastian
Berita ini 133 kali dibaca
Tag :

Berita Terkait

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Senin, 11 Desember 2023 - 17:44 WITA

Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas

Jumat, 8 Desember 2023 - 17:01 WITA

Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan

Jumat, 24 November 2023 - 15:03 WITA

Ketua KPK Memimpin Dengan Contoh; Contoh Korupsi

Berita Terbaru

Cerpen

Suami Kekasihku

Kamis, 18 Apr 2024 - 23:46 WITA

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA

Politik

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Rabu, 21 Feb 2024 - 19:07 WITA