Mengendus Korupsi Pembangunan Pelabuhan Niaga Rangko di Labuan Bajo

- Admin

Selasa, 26 Oktober 2021 - 20:07 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pelabuhan Niaga Rangko Labuan Bajo

Pelabuhan Niaga Rangko Labuan Bajo

Ditemukan Pater Ernest Wasser SVD

Laut di Teluk Liwuliang di Desa Bari sangat dalam. Ia aman dari amukan gelombang. Hal ini sudah diketahui sejak dahulu kala oleh para nelayan di wilayah ini. Namun, Teluk Liwuliang ini kemudian menjadi terbuka kepada publik oleh karena Pater Ernest Wasser SVD. Pada tahun 1992 Pater Wasser SVD membuka isolasi Bari dengan membuka jalan raya masuk dari Pacar ke Bari dan bantu membangun kantor-kantor camat Kecamatan Macang Pacar di Loger-Bari yang berjarak hanya ratusan meter dari Teluk Liwuliang.

Pater Ernest Wasser SVD kemudian sejak tahun 1994 mulai membuat rumah istirahat di Loger. Untuk transportasi dari Loger-Bari ke Labuan Bajo, Pater Ernest Wasser SVD membeli sebuah motor laut dan kerap berlabuh di Teluk Liwuliang. Pater Ernest Wasser dan Bapak Camat Leo Ngambul pada waktu itu sangat terkejut ketika menemukan bahwa, selain sangat tenang, laut Teluk Liwuliang juga ternyata sudah dalam hingga 10 meter hanya dari jarak sekitar 5 sampai 7 meter dari bibir pantai. Selain itu, Teluk Liwuliang juga tidak pernah surut dan merupakan pelabuhan alam yang luar biasa. Temuan ini kemudian perlahan-lahan diinformasikan ke pemda Kabupaten Mabar.

Indikasi Kecurangan Pembebasan Lahan di Bari

Setelah Teluk Liwuliang di Desa Bari ditetapkan menjadi lokasi pembangunan pelabuhan niaga Kabupaten Mabar oleh Perda No 9 Tahun 2012 Pasal 10 ayat 3 huruf a), maka pada akhir tahun 2012 hingga tahun 2013 pemerintah daerah Kabupaten Mabar melakukan usaha pembebasan lahan di Liwuliang di Desa Bari. Menurut seorang mantan camat Macang Pacar, yang saya tidak bisa sebutkan namanya di sini, pembebasan lahan tahun 2012-2013 ini bisa disebut saja sebagai Pembebasan Lahan Tahap I.

Menurut mantan Pimpinan Kecamatan Macang Pacar ini, sewaktu pembebasan Lahan I pada tahun 2012-2013 ini, pemda Mabar meminta warga masyarakat setempat untuk menyerahkan tanah seluas 2 hektar tanpa imbalan. Tanah seluas ini harus diserahkan secara ikhlas alias gratis oleh masyarakat petani. Alasannya, mereka harus membantu proyek negara dan mendukung pembangunan yang akan memajukan Kabupaten Mabar. Mantan camat Macang Pacar kisahkan lebih lanjut, oleh karena diindoktrinasi demikian maka para pemilik lahan di Liwuliang di Desa Bari waktu itu terpaksa menyerahkan tanah seluas 2 hektar kepada negara melalui pemda Mabar tanpa ganti kerugian.

Baca juga :  Politik Identitas ‘Racun’ Demokratisasi

Nah kalau penyerahan lahan untuk kepentingan umum tanpa imbalan ini benar, bukankah ini merupakan sebuah praktik korupsi dan melanggar undang-undang negara?  Menurut UU No. 2 Tahun 2012 (diterbitkan 14/1/2012) tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pemerintah pusat atau pemerintah daerah pada dasarnya membutuhkan tanah untuk kepentingan umum (Pasal 4 ayat 1) dan harus menjamin tersedianya pendanaan untuk pembeliannya (Pasal 4 ayat 2).

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan oleh pemerintah (Pasal 6). Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil (Pasal 9 ayat 2). Alasannya jelas. Pemerintah negara tidak bisa memperoleh tanah pribadi dari warga masyarakat untuk kepentingan umum sambil mematikan kepentingan pribadi dari warga masyarakat yang lahan pribadinya diambil.

Selanjutnya, undang-undang ini menyebutkan bahwa tanah-tanah untuk kepentingan umum ini, misalnya, adalah tanah untuk jalan raya, tanah untuk pelabuhan, bandar udara, gardu listrik, terminal, pasar dan seterusnya (Pasal 10). Pendanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum bersumber dari APBN atau APBD (Pasal 52 ayat 1). Pertanyaannya sekarang, mengapa tanah pribadi warga masyarakat Liwuliang di Desa Bari seluas 2 hektar diminta untuk diserahkan bagi kepentingan umum pembangunan pelabuhan niaga tanpa ganti kerugian seperti yang diatur oleh UU No. 2 Tahun 2012 ini?

Menurut mantan camat Kecamatan Macang Pacar, sekitar akhir tahun 2018 atau awal tahun 2019, warga masyarakat Bari diinformasikan bahwa pemerintah pusat di Jakarta melalui pemda Mabar membutuhkan lahan seluas 5 hektar untuk pembangunan pelabuhan niaga di Bari. Maka pemda Mabar sekali lagi meminta warga masyarakat di Liwuliang di Desa Bari untuk menyerahkan lahan tambahan seluas 3 hektar dan sekali lagi mereka harus serahkan tanah untuk tahap II ini tanpa ganti kerugian.

Baca juga :  Kisah Seorang Istri yang Merawat Suami Gangguan Jiwa dan Dipasung Selama 12 Tahun

Warga masyarakat pemilik tanah di Desa Bari menolak permintaan penyerahan lahan tahap II seluas 3 hektar ini tanpa ganti kerugian. Setelah perundingan yang alot, pemda Mabar akhirnya setuju untuk memberi imbalan secukupnya. Menurut informasi, ada 11 warga masyarakat Liwuliang di Desa Bari yang mendapat kwitansi jual tanah. Pada kwitansi jelas tertulis: “Belanja modal pembangunan dermaga peti kemas di Bari.”

Kalau dievaluasi, dalam proses pembebasan tanah ini ada unsur paksaan dan pemerasan. Menurut informasi mantan camat Macang Pacar, selama proses pembebasan tanah tahap II seluas 3 hektar ini, pemda Mabar misalnya berujar: “Kalau kalian warga masyarakat di Bari ini tidak serahkan atau tidak jual tanah untuk proyek nasional ini, kalian dianggap tidak mendukung pembangunan negara dan pembangunan di Kabupaten Mabar khususnya.”

Oleh karena desakan ini, kata mantan camat Macang Pacar, harga tanah warga masyarakat Liwuliang seluas 3 hektar Tahap II ini ditentukan oleh pemda Mabar dengan harga yang sangat murah. Harganya berkisar Rp 31.000 hingga Rp33.000/meter persegi. Mantan camat Macang Pacar menirukan bahasa paksaan pemda Mabar: “Toe limen koe Menteri Perhubungan ho te baka aku ta. Bo wae ipon puli taung mbeter one aku. Ting tana de meu hitu ga te pande dermaga niaga ho..” (Tinggal tangannya saja dari Menteri Perhubungan ini yang belum sampai menampar pipi kami pemda Mabar. Sedangkan percikan air ludah kemarahannya sudah kena wajah kami).

Oleh karena desakan yang demikian, warga masyarakat Liwuliang mengalah. Mereka menjual tanahnya dengan harga murah yang berkisar antara Rp31.000 hingga Rp33.000/meter persegi. Kalau diambil rata-rata Rp32.000/meter persegi x 3 hektar = Rp 960 juta. Padahal fakta menunjukkan bahwa tanah-tanah di Bari di luar 5 hektar yang diserahkan kepada negara ini harganya jauh lebih mahal, baik sebelum maupun sesudah issu pembangunan pelabuhan niaga di Bari digulirkan. Kata mantan camat Macang Pacar, kalau ikut pasaran yang berlaku maka harga tanah di Liwuliang Desa Bari sebenarnya bisa sekitar Rp150.000/meter persegi. Kalau harga ini dikali 3 hektar maka hasilnya adalah Rp4,5 miliar. Kalau dikali 5 hektar maka hasilnya adalah Rp7,5 miliar.

Baca juga :  Neoliberalisme dan Korosi Ekologi

Akan tetapi warga masyarakat didesak pemda Mabar untuk menjual tanah seluas 3 hektar Tahap II ini di bawah harga pasar yaitu berkisar Rp31.000 sd Rp33.000/m persegi. Katanya, hal ini dibuat untuk meringankan beban keuangan negara. Padahal UU No 2 Tahun 2012 dengan jelas mengatur secara rinci bahwa proses dan besaran ganti kerugian tanah warga masyarakat yang diserahkan untuk kepentingan umum harus dinilai oleh Lembaga Pertanahan (bdk Pasal 31 hingga 39).

Apakah Lembaga Pertanahan Negara dilibatkan dalam transaksi pembebasan lahan warga masyarakat di Bari untuk proyek nasional ini? Jawabannya: tidak, jika didasarkan atas informasi yang diberikan mantan camat Macang Pacar di atas. Itu artinya, ada tindakan semena- mena dan tidak ikut prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang negara.

Selain itu, menurut UU No 2 Tahun 2012 Pasal 1, perencanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum disusun dalam bentuk dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah yang isinya memuat hal-hal seperti maksud dan tujuan rencana pembangunan (huruf a), kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (huruf b), luas tanah yang dibutuhkan (huruf d), perkiraan nilai/harga tanah (huruf h) dan rencana penganggarannya (huruf i).

Nah, kalau UU No.2/2012 ini dipatuhi dengan baik, maka pembebasan lahan di Desa Bari tidak perlu dibuat dua kali. Lebih dari itu, fakta menunjukkan bahwa pembebasan lahan tahap I dibuat tanpa ganti kerugian, seakan-akan tidak ada anggaran dari negara untuk ganti kerugian tanah pribadi warga masyarakat. Di sini, seolah-olah telah terjadi kekeliruan pada pihak pemerintah negara.

Mula-mula negara butuh lahan untuk pelabuhan niaga ini hanya seluas 2 hektar. Lalu di tengah jalan, disadari ternyata tanah yang dibutuhkan seluas 5 hektar. Masakan perencanaan pengadaan tanah untuk proyek nasional seperti ini, pemerintah bisa keliru soal luas tanah yang dibutuhkan. Diduga, hal ini sengaja dibuat keliru dalam rangka korupsi. Caranya adalah dengan memanfaatkan ignoransia warga masyarakat terhadap undang-undang yang berlaku.

Komentar

Penulis : Dr. Alexander Jebadu

Berita Terkait

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024
Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas
Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan
Berita ini 61 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 28 November 2023 - 23:35 WITA

Fakultas Filsafat Unwira Adakan Seminar Internasional sebagai Bentuk Tanggapan terhadap Krisis Global    

Sabtu, 11 November 2023 - 11:33 WITA

Tujuan Politik adalah Keadilan bagi Seluruh Rakyat

Jumat, 23 Juni 2023 - 07:01 WITA

Komunitas Circles Indonesia: Pendidikan Bermutu bagi Semua

Rabu, 17 Mei 2023 - 11:05 WITA

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa melalui Kelas Belajar Bersama

Kamis, 4 Mei 2023 - 14:47 WITA

Mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero Mengadakan PKM di Paroki Uwa, Palue   

Sabtu, 25 Maret 2023 - 06:34 WITA

Masyarakat Sipil Dairi Mendesak Menteri LHK Cabut Izin Persetujuan Lingkungan PT. DPM  

Sabtu, 21 Januari 2023 - 06:50 WITA

Pendekar Indonesia Menggelar Simulasi Pasangan Calon Pimpinan Nasional 2024

Selasa, 17 Januari 2023 - 23:01 WITA

Nasabah BRI Mengaku Kehilangan Uang di BRImo

Berita Terbaru

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA

Politik

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Rabu, 21 Feb 2024 - 19:07 WITA

Politik

Demokrasi dan Kritisisme

Minggu, 18 Feb 2024 - 16:18 WITA