Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

- Admin

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com-Media informasi (televisi, surat kabar, media online,) adalah salah satu pilar demokrasi. Sebagai pilar demokrasi, media informasi mesti bersikap independen, tidak terikat oleh intervensi lembaga apapun. Media informasi mesti dimengerti sebagai representasi dari demokrasi itu sendiri sebagaimana demokrasi memfasilitasi kebebasan kepada individu atau komunitas apapun untuk mengungkapkan kebebasan berpendapat sejauh tidak mendestruksikan tatanan sosial-kemasyarakatan.

Penjaminan kebebasan berpendapat sebenarnya telah dikonstitusional melalui Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Inilah kiranya menjadi basis legitimasi bagi kebebasan media untuk memproduksi dan menyebar informasi. Namun, kebebasan media yang dimaksud tidak bersifat absolut.

Kebebasan media informasi ada batasnya karena ia mesti sesuaikan dengan tuntutan hukum normatif. Hukum normatif yang dimaksud lebih erat berhubungan dengan etika publik (di mana media itu beraktivitas). Hukum normatif juga menuntut media supaya bagaimana seharusnya memproduksi dan menyiarkan informasi. Sebab, aktivitas media menjangkau secara publik dan karena itu, media harus mengikuti etika yang berlaku secara publik. 

Kebebasan media yang tidak absolut artinya aktivitas media mesti selalu mengikuti prinsip-prinsip internal di dalam media itu sendiri terutama bertautan dengan etika dan tanggung jawab sosial. Ini ada hubungan dengan upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat publik terhadap media.

Rusdiana dalam buku Etika Komunikasi Organisasi (2021), menjelaskan, untuk dapat memenuhi ekspektasi dan kepercayaan masyarakat, para pelaku jurnalisme merumuskan sendiri sejumlah prinsip yang dijadikan sebagai panduan mereka dalam beraktivitas. Prinsip-prinsip itu menurut Rusdiana adalah :(1) akurasi; (2) independensi; (3); objektivitas (sering disebut juga balance); (4) fairness; (5) imparsialitas kepada publik (Rusdiana, 2021:331).

Rusdiana kemudian menjelaskan lebih komprehensif prinsip-prinsip di atas. Menurutnya prinsip akurasi berarti substansinya, fakta-faktanya, dan penulisannya benar, berasal dari sumber yang otoritatif dan kompeten, serta tidak bias. Prinsip objektivitas, berarti harus bebas dari obligasi atau kepentingan apapun selain hak publik untuk mengetahui informasi, serta menghindari conflict of interest baik yang nyata maupun yang dipersepsikan (perceived). Prinsip fairness adalah peliputan yang transparan, terbuka, jujur dan adil yang didasarkan pada dealing yang langsung (transparant, open, honest and fair coverage based on straight dealing). Sedangkan prinsip akuntabilitas mengharuskan para jurnalis untuk senantiasa akuntabel dalam proses dan produk yang dihasilkan dalam melakukan aktivitas jurnalisme (Rusdiana, 2021: 331).

Baca juga :  Tujuh Cara Bergembira dalam Politik ala Relawan Pendekar Indonesia

Netralitas media dan Pemilu 2024 yang bersih

Di samping memenuhi tuntutan hukum, media harus membangun prinsip yang lebih penting, yakni bersikap netral. Netral dalam artian bahwa media tidak memihak kepada pihak tertentu dengan memojokkan pihak lain. Hal inilah yang diharapkan pada perhelatan Pemilu 2024 nanti. Media mesti bersikap netral terhadap setiap calon atau partai entah dalam kontestasi Pilpres maupun legislatif. Media diharapkan untuk tidak berikhtiar mementingkan calon tertentu atau berupaya menggiring opini publik untuk menghasut calon lain.   

Dalam masa persiapan menuju Pemilu 2024 seperti saat ini media sebagai sumber informasi tidak bisa terhindar dari perhatian masyarakat publik. Sebab, masyarakat publik sekarang identik dengan masyarakat informasi sebab hari-harinya haus akan informasi, apalagi menjelang perhelatan pemilu, masyarakat tentu terdorong untuk mengetahui perkembangan politik terkini dan media adalah penyalur utamanya. Dengan demikian, kita memahami masyarakat publik ini sebagai masyarakat informasi.

Masyarakat informasi ini mesti kita bedakan lagi menjadi dua golongan. Golongan pertama biasanya tergambar dalam masyarakat yang mampu berpikir kritis terhadap informasi. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak mudah mengafirmasi informasi sebagai satu tolak ukur untuk mengklaim sebagai suatu kebenaran. Informasi palsu dan ujaran kebencian biasanya sulit diterima oleh masyarakat ini. Dampaknya pun dapat menguntungkan bagi demokratisasi dengan terciptanya masyarakat yang damai dan sejahtera karena yang dikedepankan bukan sentimentalitas, melainkan argumentasi yang rasional.

Baca juga :  Makan Siang, “Pertobatan”, dan Masa Depan Indonesia

Golongan kedua biasanya masyarakat informasi yang kurang berpikir kritis dan lebih mudah mengafirmasi informasi tanpa harus menimbang dan menilai secara objektif sehingga informasi yang salah sekalipun dapat masuk. Masyarakat jenis ini mudah terobsesi, terhasut dan terprovokasi oleh informasi sehingga hoax dan hate speech menjadi makanan empuk yang selalu dikonsumsi. Dampaknya pun dapat memicu demokrasi yang terkontaminasi, polarisasi besar-besaran karena yang dikedepankan bukan rasionalitas argumen, melainkan sentimentalitas yang emosional. Konsekwensi lanjutnya menyisakan ruang publik yang berantakan. Masyarakat yang terakhir inilah yang menuntut cara kerja media untuk selalu menyajikan infomarsi yang kredibel dan netral. Kredibel, atinya media harus menjadi satu-satunya sumber informasi yang terpercaya. Media menjamin bahwa tidak ada polarisasi antara masyarakat.  

Menjelang pemilu 2024 netralitas media sangat penting sebagai upaya menciptakan pemilu yang bersih dan sehat. Pemilu 2024 menjadi ajang bagi media apapun untuk menampilkan entitasnya sebagai media berkualitas, kredibel dan paling penting adalah media yang menjunjung tinggi netralitas. Netralitas media ditunjukkan melaui penyajian informasinya yang tidak mementingkan calon atau partai tertentu.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria, ada tiga peran media yang mampu menghadirkan praktik demokrasi yang sehat. Pertama, sebagai penyedia informasi penting kepada pemilih, kedua watchdog publik, dan ketiga, menjadi ruang terbuka untuk publik dalam menyuarakan pendapat. Berkaitan dengan peran sebagai Watchdog publik, Nezar Patria mengidentifikasi kemampuan media dalam mengekspos bentuk-bentuk pelanggaran pemilu, mampu menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas proses pemilu, (dikutip dari laman resmi Kominfo).

Untuk mewujudkan media yang independen dan netral pada proses Pemilu, dibutuhkan regulasi yang tepat dari luar untuk terus mendukung kenetralan media. Negara sebenarnya telah berupaya mendorong kenetralan media melalui regulasi yang tertuang dalam perundang-undangan. Regulasi terkait netralitas media pada saat Pemilu sudah diatur dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu, secara khusus telah diatur pada pasal 287-297 (ibid).

Baca juga :  Kritik atas Manifesto Politik 2022: Mempercantik Keindahan Indonesia dengan Akal Sehat    

Regulasi tersebut menjadi amanat bagi media untuk bersikap netral pada proses Pemilu 2024. Secara internal, media mesti tidak terjebak dalam permainan logika pasar yang menghalalkan segala cara hanya demi meraih profit semata dengan mengabaikan prinsip primer dari media itu sendiri. Artinya media tidak boleh berorientasi pada nilai keuntungan pasar semata, tetapi secara prinsipil ia adalah penyalur informasi yang netral, yakni menguntungkan sebanyak mungkin orang. Secara eksternal, media bersifat bebas dan bisa berdiri sendiri sesuai dengan hakekat dasarnya. Media tidak boleh tunduk pada otoritas atau partai tertentu yang berujung pada media hanya sebatas intrumen dari pihak luar.

Media massa sebagai media mainstream harus tetap mempertahankan netralitasnya sebagai ruang deliberasi publik di tengah tantangan arus disinformasi melalui media sosial. Sebab, media sosial mutakhir yang gratis seperti hari-hari ini memudahkan masyarakat memproduksi dan mengonsumsi informasi secara bebas tanpa pertimbangan secara rasional sehingga menyebabkan pudarnya deliberasi publik yang demokratis. Di tengah tantangan tersebut, media massa dituntut untuk berkontribusi menyediakan platform diskusi bagi masyarakat luas serta tidak membiarkan pandangannya diinstrumentalisasi untuk kepentingan kekuasaan (Bdk. Otto Gusti Madung, 2021: 897)

Lebih jelas, media tidak mudah dipolitisasi demi menguntungkan pihak tertentu. Tugas utama media adalah menyebarkan informasi yang benar, faktual dan objektif terkait penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, media harus menjadi ruang yang inklusif, yakni memfasilitasi semua pihak untuk bisa mengeluarkan pendapat. Media harus hindar dari sikap sensasional, yaitu hanya tertarik pada kubu tertentu dengan membangun provokasi untuk menggerus kubu lain. Ketika media memenuhi semua kiteria tersebut, otomatis media mendapat kredibelitas yang tinggi dari publik.

Komentar

Penulis : Ovan Baylon

Berita Terkait

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas
Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan
Berita ini 182 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA