Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan

- Admin

Jumat, 8 Desember 2023 - 17:01 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang memilki hak dan kewajiban. Antara hak dan kewajiban memiliki keterkaitan satu sama yang lain. Hak dan kewajiban terlibat dalam relasi saling membutuhkan karena konkretnya untuk bisa mencapai suatu hak maka harus didahuli oleh kewajiban.

Konsep tentang hak dan kewajiban ini sebenarnya menjadi titik simpul dari kehendak bebas manusia. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia memiliki kehendak bebas. Kehendak bebas itu mau menunjukkan bahwa manusia bebas untuk melakukan apa saja dalam kehidupanya. Namun, kebebasan memiliki rambu-rambu dalam pengaplikasiannya, sebab kebebasan individu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.

Kebebasan manusia itu memilki suatu ambang batas karena ruang lingkup manusia itu berada dalam suatu ranah negara. Setiap negara memiliki produk hukum yang mengatur kebebasan manusia agar tidak kebablasan dan menciderai rasa keadilan. Dalam kaitannya dengan negara, masyarakat memilki kebebasan untuk masuk dalam berbagai organisasi termasuk dalam dunia perpolitikan karena pada umumnya lahirnya perpolitikan ini untuk mensejahterakan masyarakat.

Setiap negara memiliki begitu banyak subjek manusia dengan latar belakang sosial, budaya, agama, ras, suku dan pandangan hidup. Untuk mengatur tatanan hidup sebuah negara, maka dibutuhkan sebuah pembatasan yang konstitusional yang disebut dengan hukum.

Gambaran Umum tentang Hukum

Hukum adalah sistem norma yang mengatur kehidupan dalam masyarakat. Dalam konteks kehidupan sosial, setiap negara memiliki suatu aturan atau norma tertentu untuk bisa mewujudkan suatu kedamaian dan ketentraman hidup masyarakat yang hidup dalam suatu negara sehingga terlihat jelas bahwa hukum diadakan oleh negara berdasarkan suatu kebutuhan masyarakat sendiri akan keteraturan tatanan hidup.

Negara Indonesia yang merupakan negara multikultural yang diselimuti oleh begitu banyak problematika antara suku bangsa ataupun kelompok tertentu sehingga mengikis suatu nilai kesatuan dan nasionalisme. Karena pada prinsipnya manusia memliki suatu kebutuhan dan keinginan yang berbeda dengan yang lain sehingga seringkali permasalahan kepentingan sering muncul dipermukaan maka diperlukanya suatu hukum untuk mencegah permasalahan tersebut.

Baca juga :  Sejumlah Catatan Kritis Pers dan Warganet terhadap Amicus Curiae dan Dissenting Opinion dalam Putusan MK

Dari aspek fungsinya, hukum berlaku secara universal. Artinya bahwa tidak ada masyarakat dalam suatu negara yang kebal hukum. Setiap warga negara memiliki kesamaan di depan hukum.  Segala bentuk profesi atau kedudukan sosial harus tunduk pada hukum. Namun menurut para antropolg, etnolog, dan sosiolog yang mempelajari aspek-aspek kebudayaan di seluruh dunia menemukan bahwa ada sebuah prinsip relativisme deskriptif. Artinya bahwa walaupun hukum berlaku secara universal, tetapi dalam konteks tertentu produk hukum itu mengalami pengecualian.

Dalam konteks negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman agama, suku dan budaya, prinsip ini perlu diperhitungkan sesuai dengan konteks masing-masing. Relativisme deskriptif yaitu bentuk praksis atau ada kekhususan ditengah sifat umum itu tadi yang dilihat bahwa negara indonesia yang kaya akan kebudayaan sehingga penerapan hukum akan kebiasaan dari budaya tersebut disesuaikan tetapi masih pada prinsip yang umum namun penjabaran yang berbeda.

Gambaran Umum tentang Politik

Secara etimologis politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang artinya suatu kota yang memiliki satu negara kota ataucity state. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik adalah suatu pengetahuan tentang ketatanegaraan seperti sistem pemerintahan dan juga dasar pemerintahan. Dalam arti lain, politik mau menerangkan bagaimana suatu kebijakan yang dilakukan sekelompok orang untuk kepentingan kelompoknya.

Politik dihasilkan oleh kesepakatan bersama sebagai manusia yang selalu hidup berdampingan atau dalam konteks negara. Menurut Andrew Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang memiliki tujuan untuk bisa membuat, mempertahankan serta mengamandemenkan peraturan umum yang bisa mengatur suatu kehidupan. Politik memiliki kaitan erat dengan suatu sistem pemerintahan yang tertata dalam suatu negara.

Lebih lanjut, sehubungan dengan politik, Max Weber menjelaskan bahwa politik adalah suatu sarana perjuangan yang digunakan untuk melaksanakan politik. Politik juga bisa diartikan sebagai perjuangan yang dilakukan untuk mempengaruhi pendistribusiaan suatu kekuasaan baik itu diantara negara maupun diantara hukum dalam suatu negara.

Baca juga :  Merawat Simpul Empati

Politik memiliki kaitan erat  dengan sistem kekuasaan dalam suatu negara dan juga berpengaruh terhadap hukum yang ada dalam suatu negara. Dalam konteks negara Indonesia yang berada sebagai negara demokrasi tentunya tidak telepas dari sistem kekuasaan. Dapat disimpulkan bahwa politik sendiri berarti berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara, karena pada hakikatnya politik sendiri bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan bukan untuk kepentingan politik itu sendri atau para poilitisi.

Dialektika Antara Politik dan Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya seluruh kebijakan politik dalam negara harus berlandaskan pada hukum yang berlaku. Antara politik maupun hukum dipandang sebagai suatu sistem yang membuat Indonesia berdiri tegak dan akan selalu utuh.

Aspek penting dari politik yaitu untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Politik  membutuhkan hukum karena ada aspek kekuasaan dalam tubuh politik. Kekuasaan seringkali disalahgunakan untuk memperkaya diri atau golongan tertentu. Hal ini karena ada kecenderungan manusiawi. Hal ini dimungkinkan dalam politik kekuasaan. Oleh karena itu, hukum menjadi rambu penting dalam mengatur kekuasaan dalam politik.

Dalam konteks Indonesia, tingginya angka korupsi, penyalahgunaan jabatan, mafia oligarki, pencucian uang seringkali menjadi tontonan harian di media massa. Kasus-kasus ini mengindikasikan betapa kekuasaan dalam politik yang tidak dikontrol dengan baik berpeluang menganggu ketertiban umum dan mengorbankan banyak orang.

Masih hangat dalam ingatan kita kasus mafia dalam peradilan Mahkamah Konstitusi. Anwar Usman, sebagai ketua Mahkamah Konstitusi terlibat dalam konflik kepentingan dengan meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden walaupun umurnya belum cukup 40 tahun sesuai dengan tuntutan konstitusi. Mafia hukum ini seringkali terjadi dalam negara Indonesia yang dijuluki sebagai negara hukum.

Kasus ini menunjukkan bahwa hukum tidak berdiri sesuai porsinya sehingga menimbulkan rendahnya kredibilitas hukum Indonesia. Hal ini memunculkan suatu pandangan bahwa percuma dicap sebagai negara hukum, tetapi aktualisasi akan norma atau aturan yang sudah dibuat tidak berjalan dengan baik.

Baca juga :  Agama, Politik dan Kemaslahatan Bersama

Kasus di atas dan tentunya masih banyak kasus-kasus lain di Indonesia menunjukkan bagaimana politik tidak lagi menjadi sarana untuk membawa kemaslahatan umum, tetapi cenderung untuk memperkaya diri dengan korupsi. Politik dikuasai dengan kaum opurtunis yang memanfaatkan peluang politik untuk memperkaya diri. Para politisi berlomba-lomba berkompetisi walaupun menghalalkan segala cara.

Hal ini menjadi semakin nyata dalam konstelasi politik menyongsong pemilu 2024. Pemilu tahun 2024 dipenuhi dengan drama sebagaimana yang Joko Widodo katakan bahwa demokrasi kali ini seperti Drakor atau Drama Korea. Politik di Indonesia dipenuhi dengan drama-drama artifisial. Politik bukan lagi sarana kemaslahatan umum dengan diskursus gagasan, tetapi dibanjiri dengan ujaran kebencian, haox dan kampenye hitam yang menyesatkan nalar publik.

Politik pada galibnya mengabdi kepada kesejahteraan umum. Agar usaha ini tercapai, hukum menjadi sabuk pengaman yang paling potensial. Antara politik dan hukum jelas memilki suatu hubungan yang sangat intens. Politik membutuhkan hukum berkaitan erat dengan penyelengaraan kekuasaaan. Karena pada hakikatnya politik selalu terjadi dalam arena kekuasaan. Maka diperlukan suatu hukum sebagai sebagai kekuataan kontrol terhadap ruang gerak akan aspek kekuasaan yang dijalankan oleh masyarakat atau kaum elit terntentu.

Baik itu hukum maupun politik mestinya harus berdiri tegak dan harus tetap pada porsinya masing-masing dalam artian bahwa apa yang menjadi tugas hukum dan apa yang telah dicanangkan mestinya dijalankan sesuai dengan esensinya dengan menjunjung tinggi keadilan sebagaimana hukum itu berdiri untuk menegakan keadilan dan kesejahteraan masyrakat.

Politik juga perlu menjadi sarana untuk memajukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi sehingga kejanggalan yang merugikan orang lain perlahan berkurang. Pada akhirnya, mengikuti nasihan Mafhud MD, hukum determinan atas politik. Ini berarti kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada hukum.

Komentar

Penulis : Silvinus Hayon Bening (Siswa SMAK Seminari St. Yohanes Paulus II Labuan Bajo)

Editor : Rio Nanto

Berita Terkait

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?
DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?
Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Berita ini 273 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA