Mengenal Filsafat Ruang Henri Lefebvre

- Admin

Jumat, 4 Maret 2022 - 07:59 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Tulisan ini merupakan hasil pergumulan penulis terhadap pemikiran filosofis Henri Lefebvre, filsuf asal Prancis. Reputasi Henri Lefebvre telah melambung ke stratosfer, dan dalam lima belas tahun terakhir dia dianggap setara dengan beberapa teoretikus sosial Eropa yang hebat seperti Bourdieu, Deleuze, dan Harvey.

Secara khusus, karyanya telah merevitalisasi studi arsitektur, geografi dan perencanaan perkotaan melalui konsep-konsep seperti produksi sosial ruang, hak atas kota, kehidupan sehari-hari, dan urbanisasi global. Lefebvre telah menghasilkan dua aliran pemikiran utama: satu adalah ekonomi politik, dan yang lain lebih berorientasi kepada budaya. Ruang, diferensiasi, dan kehidupan sehari-hari menggabungkan dua aliran pemikiran ini ke dalam pendekatan Lefebvrian yang terpadu untuk masalah perkotaan kontemporer dan sifat struktur sosial spasial.1

Kehadiran teori Produksi Ruang didorong oleh pembacaan, pengkajian, dan penganalisisan yang panjang dan rumit di dalam teori Marxian. Salah satu persoalan serius yang begitu mendesak dalam perkembangan objek kajian teori Marxian ialah kebutuhan akan referensi keadilan ruang sosial. Kebutuhan tersebut didasarkan pada prinsip epistemologis dari filsafat yakni pengetahuan kritis dan progresif yang khas pada konteks sosial manusia.

Henri Lefebvre dan Inti Pemikirannya

Henri Lefebvre lahir pada 16 Juni 1901 di Hagetmau, Landes, Prancis. Ia belajar filsafat di Universitas Paris (Sorbonne), dan lulus pada 1920. Pada tahun 1924 Lefebvre bekerja sama dengan Paul Nizan, Norbert Guterman, Georges Friedmann, Georges Politzer dan Pierre Morhange dalam kelompok Filsafat mencari “revolusi filosofis”.

Pada awal 1970-an, teori produksi ruang ini hampir tidak menimbulkan tanggapan apa pun, meskipun teks-teks Lefebvre tentang Marxisme (Le Matérialisme dialectique), kehidupan sehari-hari (Everyday Life), dan hak atas kota (Urban Rights) dibaca secara luas pada saat itu. Pada saat itu pula refleksi Lefebvre tentang ruang tidak banyak menarik minat karena problematika ruang belum masuk dalam agenda teoretis. Akan tetapi selama beberapa tahun terakhir, buku Lefebvre The Production of Space secara rutin dikutip dan dianalisis. Problem perampasan dan pencaplokan ruang telah membangkitkan gairah-gairah penelitian ilmu-ilmu sosial. Tidak hanya itu, pertanyaan tentang ruang mendapat banyak perhatian, yang melampaui pertanyaan geografi.2

Menurut Lefebvre, ruang adalah produk sosial, atau konstruksi sosial yang kompleks berdasarkan nilai, dan produksi makna sosial yang memengaruhi praktik dan persepsi spasial. Dalam masyarakat modern ruang selalu diperebutkan. Semua pihak yang berkepentingan akan terus berusaha mencari cara untuk mendominasi pemakaian atau pemanfaatan atas suatu ruang.3 Secara historis, perkembangan kajian ruang yang dianalisis secara sosial dimulai sejak 1950-1960. Ketika kajian ruang secara geometris terkikis, sejak itu mulailah revolusi spasial pada bidang geografi.

Baca juga :  Neoliberalisme, Krisis Multidimensi dan Transformasi Paradigma Pembangunan

Produksi Ruang: Hegemoni Kapitalisme dan Ilmu Pengetahuan

Pada 1970-an, teori sosial digunakan untuk menganalisis dan mengkarakterisasi perubahan dalam skala mikro lingkungan perkotaan. Alih-alih menyediakan dan menjanjikan kemudahan-kemudahan dalam hidup, ilmu-ilmu pengetahuan justru membuka persoalan-persoalan baru, termasuk persoalan mengenai model-model ruang yang dikehendaki secara bersama oleh masyarakat.

Ruang tidak hanya direproduksi oleh sistem kapitalisme, yang tampak melalui praktik sosial guna mengkonstitusi ruang untuk kepentingannya, tetapi juga produksi ilmu pengetahuan agar dapat melanggengkan hegemoni mereka atas pemanfaatan ruang tersebut.4 Selain itu, ruang dalam pengalaman kehidupan sehari-hari juga sudah dipolitisasi dan dibirokratisasi yang kemudian menciptakan dan mendorong homogenitas sosial.5 Persoalan terakhir ini disebut sebagai praktik ruang representasi dan ruang abstrak.6

Argumen ini menyiratkan pergeseran perspektif penelitian dari ruang ke proses produksi ruang; cakupan keragaman ruang yang diproduksi secara sosial dan dibuat produktif dalam praktik sosial; dan fokus pada karakter yang kontradiktif, konfliktual, dan pada akhirnya, politis dari proses produksi ruang.7 Lefebvre berpendapat bahwa produksi sosial dari ruang ini merupakan agenda fundamental bagi reproduksi masyarakat, yang dipropagandakan oleh kaum kapitalis.

Menurut Lefebvre, ada mode produksi ruang yang berbeda (yaitu spasialisasi) dari ruang alami (ruang absolut) ke spasialitas yang lebih kompleks yang signifikansinya diproduksi secara sosial, yaitu ruang sosial. Lefebvre menganalisis setiap mode sejarah sebagai dialektika tiga bagian antara praktik dan persepsi sehari-hari (le perçu), representasi ruang (le conçu) dan imajiner spasial waktu (le vécu).8

Peralihan Analisis Teori Marxian

Sejak zaman Marx dan Engels, konsep produksi telah digunakan dengan sangat longgar sehingga hampir kehilangan semua definisi. Kami berbicara tentang produksi pengetahuan, atau ideologi, atau tulisan dan makna, gambaran, wacana, bahasa, tanda dan simbol; dan sama halnya, dari ‘pekerjaan impian’ atau pekerjaan ‘operasional’ konsep, dan sebagainya. Begitulah perluasan dari konsep-konsep ini sehingga pemahaman mereka (tentang produksi) telah terkikis secara serius.9

Teori Marxian mesti membuat peralihan dalam analisisnya dari alat-alat produksi ke produksi ruang. Dalam perkataan lain, Lefebvre mau menyingkapkan penelitian Marxian yang berfokus pada hal-hal yang ada di dalam ruang seperti alat-alat produksi, tenaga kerja, nilai dan modal ke produksi aktual ruang itu sendiri. Teori Marxian mesti memperluas perhatiannya dari produksi industri ke produksi ruang.10 Bagi Lefebvre ruang membantu kaum kapitalis untuk mengekspansi dan mereproduksi sistem kapitalis, struktur kelas dan pendistribusian di dalamnya.

Baca juga :  Setelah Pandemi, Kita ke Mana?

Ekonomi politik baru, tulis Lefebvre, mesti menjadi kritik terhadap ekonomi politik ruang dan produksinya.11 Lefebvre ingin mengembangkan pendekatan Marxis yang tidak menekankan produk, tetapi produksi.12 Seperti Marx, Lefebvre memulai analisis masyarakat dari konsep manusia sebagai makhluk sosial, yang menghasilkan kehidupan mereka sendiri, kesadaran mereka sendiri, dan dunia milik mereka sendiri. Dalam produksi, manusia akan memobilisasi elemen spasial, termasuk sumber daya (materi) dan alat secara rasional sehingga mereka mengatur urutan tindakan dengan tujuan tertentu.13

Manusia tidak hanya menghasilkan hubungan sosial dan nilai guna, tetapi dengan berbuat demikian manusia menghasilkan ruang sosial. Lefebvre menulis,

Sebelum menghasilkan efek di alam material (alat dan objek), sebelum memproduksi dirinya sendiri dengan mengambil makanan dari alam itu, dan sebelum mereproduksi dirinya sendiri dengan menghasilkan tubuh lain, setiap tubuh hidup adalah ruang dan memiliki ruang: ia menghasilkan dirinya sendiri di dalam ruang dan juga menghasilkan ruang itu.14

Dalam masyarakat, manusia menghasilkan ruang-ruang sosial. Ada dialektika antara hubungan sosial dan ruang yaitu hubungan-hubungan sosial, yang merupakan abstraksi-abstraksi konkret, tidak memiliki keberadaan yang nyata kecuali di dalam dan melalui ruang. Lefebvre menegaskan bahwa ruang bukanlah suatu benda15 dan juga bukan sebuah wadah,16 melainkan produk dan alat produksi.17

 Manusia memiliki ruang dan berada di ruang ini.18  Ruang bukanlah subjek atau objek, melainkan realitas sosial.19 Di dalam ruang, ada dialektika antara ruang sosial dan tindakan manusia. Tindakan manusia itu berasal dari masa lalu, dan ruang sosial memungkinkan tindakan baru terjadi. Ruang sosial merupakan bagian dari dialektika produksi. Ruang sosial saling berkaitan dengan segala sesuatu yang dihasilkan baik oleh alam maupun oleh masyarakat, salah satunya melalui kerja sama atau melalui perselisihannya.20

Filsafat Ruang: Pembebasan dari Proyek Dehumanisasi

Melalui pengetahuan kritis-filosofis akan ruang sosial, manusia dapat membangun diri, dan divisi kehidupannya. Refleksi kritis dan progresif terhadap ruang sosial dengan dalil-dalil pengetahuan rasional disebut filsafat ruang. Filsafat ruang sebagai salah satu bidang filsafat yang secara khusus mempelajari hakikat ruang sosial, sumber, isi, ruang lingkup, dan keraguan ilmiah tehadap validitas kebenaran dan keadilan ruang sosial, bersusaha menyingkapkan segala persoalan baik yang kasat mata maupun dengan penyamaran.

Pengetahuan tidak memproduksi dirinya sendiri secara alamiah, akan tetapi melalui proses panjang dan tak terselesaikan yang dilahirkan dan dikembangkan oleh manusia. Lefebvre membangun filsafat ruang, karena berguna untuk membebaskan manusia dari ancaman proyek dehumanisasi. Setiap kajian kritis tentang pengetahuan ruang sosial mesti bertujuan membebaskan manusia dari belenggu proyek dehumanisasi, dan komodifikasi oleh kelompok dominan.

Baca juga :  Populisme Laclauian Kontra Oligarki di Indonesia

Dalam perkembangan selanjutnya, karya-karya Lefebvre telah sangat memengaruhi teori perkotaan sampai saat ini, terutama dalam “geografi manusia”. Konsep tentang geografi manusia ini kemudian mendapat perhatian dari David Harvey, Dolores Hayden, dan Edward Soja, dan Stuart Elden dan seterusnya.

Semenjak itu, gagasan tentang produksi ruang seringkali diangkat dalam diskusi-diskusi, penelitian/publikasi, perkuliahan, dan seminar yang di dalamnya secara khusus berbicara seputar seni arsitektur/rancangan perkotaan, hak atas kota, geografi, urbanisasi dan pengavelingan (perebutan) tanah oleh kaum kapitalis dengan mekanisme kapitalisme.

*Melki Deni

Mahasiswa STFK Ledalero, Maumere-Flores-NTT

Footnote

1 Perucich, F.V. (2019). Urban Design Under Neoliberalism: Theorising from Santiago, Chile (1st ed.). Routledge. https://doi.org/10.4324/9780429203268, diakses pada 25 April 2021. Lihat juga Fransisco Vergara-Perucich and Camillo Boano, “Exploring the Contradiction in the Ethos of Urban Practitioners under Neoliberalism: A Case Study of Housing Production in Chile”, dalam Journal of Planning Education and Research, (November 16, 2020). https://journals.sagepub.com/doi/10.1177/0739456X20971684 diakses pada 25 April 2021.

2 Christian Schmid, “Henri Lefebvre’s theory of The production of Space: Towards a Three-dimensional Dialectic”, terj. Bandulasena Goonewardena, dalam Space, Difference, Everyday Life. Reading Henri Lefebvre Kanishka Goonewardena dkk (Eds.), (Madison Ave, New York: Routledge, 2008), hlm. 27.

3 Arie Setyaningrum Pamungkas, “Produksi Ruang dan Revolusi Kaum Urban Menurut Henri Lefebre”, dalam Indoprogress.com, https://indoprogress.com/2016/01/produksi-ruang-dan-revolusi-kaum-urban-menurut-henri-lefebvre/ diakses pada 24 April 2021.

4 Michael Foucault, “Of Other Space”, terj. Jay Miskowiec, dalam Diacritics. 16: 22-27. Teks ini berjudul “Des Espaces Autres,” dan dipublikasikan oleh French journal Architecture-Mouvement-Continuite pada Oktober, 1984, yang menjadi basis kuliah yang diberikan oleh Michel Foucault pada Maret 1967.

5 Henri Lefebvre, The Production of Space, terj. Donald Nicholson-Smith (USA: Basil Blackwell Ltd., 1991), hlm. 44-45. 

6 Ibid., hlm. 50-59.

7 Anto Sangaji, “Kapitalisme dan Produksi Ruang”, dalam Indoprogress.com https://indoprogress.com/2011/02/kapitalisme-dan-produksi-ruang/ diakses pada 25 April 2021.

8 Robertus Robet, “Ruang Sebagai Produksi Sosial Dalam Henri Lefebvre”, dalam Cak Tarno Institute (CTI), https://caktarno.wordpress.com/2014/09/06/ruang-sebagai-produksi-sosial-dalam-henri-lefebvre/ diakses pada Rabu 1 Juni 2021.

9 Henri Lefebvre, The Production of Space, op. cit., hlm. 69.

10 Ibid., hlm. 68-70. 278-279.

11 Ibid., hlm. 346.

12 Ibid., hlm. 26.

13 Ibid., hlm. 68.

14 Ibid., hlm. 170.  

5 Ibid., hlm. 73.

16 Ibid., hlm. 94.

17 Ibid., hlm. 85.

18 Ibid., hlm. 294.

19 Ibid., hlm. 92.

20 Ibid., hlm. 101.

Komentar

Berita Terkait

Tolong, Dengarkan Suara Hati! (Subjek Cinta dan Seni Mendengarkan)
Apakah Aku Selfi Maka Aku Ada?
Autoeksploitasi: Siapa yang Membunuh Sang Aku?
Masyarakat yang Terburu-buru
Masyarakat Smombi
Masyarakat Telanjang
G.W.F. Hegel: Negara dan Sittlichkeit
Emotikon, Krisis Perhatian dan Filsafat Teknologi
Berita ini 434 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA