Membayangkan demokrasi terlepas dari konteks budaya dan agama tentunya suatu kemustahilan. Agama dan kebudayaan mendorong terciptanya etos demokrasi. Tetapi dalam konteks Indonesia yang plural, pilihan politik rakyat harus bebas dari identitas agama dan kultural demi kepentingan yang lebih universal. Di sini, senada dengan Kant, rakyat mengikuti pola pikir “setan-setan” yang mengedepankan rasio. Setan memang tidak bermoral, tetapi setan Kantian bukan serigala yang melulu menggunakan insting satanik, melainkan berpikir rasional. Rakyat harus menyingkirkan sentimen dan politik identitas yang bertolak dari moral, budaya atau nilai religius tertentu. Menurut Kant, rasionalitas strategis tetap mendapat prioritas penting dalam demokrasi.
Baca Juga : Kain Songke dan Kenangan tentang Ibu
Baca Juga : Kisah Yuliana Mijul, Gali Pasir dan Menenun Demi Menyambung Hidup Keluarga
Pengefektifan kanal rasionalitas publik menjadi instrumen penting dalam mendewasakan demokrasi. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan perlu berpikir kritis melampaui politik identitas. Politik identitas dapat mengalihkan dan menyelewengkan energi dan perhatian dari isu-isu yang fundamental. Politik identitas mematikan rasio untuk mempertimbangkan integritas, rekam jejak dan visi misi pembangunan. Politik identitas merusakan fairness dalam demokrasi – yang bisa dicapai oleh siapa saja – para pemberi suara dibuat terobesesi pada identitas primordial semata.
Kecerdasan pilihan akan mewujud dalam kesadaran bahwa politik identitas mencederai demokrasi, menodai hati nurani dan mengangkangi akal sehat. Pemilih yang cerdas mempertimbangkan kualitas pemimpin, rekam jejak dan tawaran-tawaran konstruktif atas problematika sosial yang melilit kehidupan rakyat. Yang paling penting dalam demokrasi adalah rakyat. Rakyat harus cerdas karena menjadi tuan atas demokrasi. Kecerdasan rakyat untuk memilih berdasarkan postulat rasio strategis memiliki suatu optimisme bahwa demokrasi kita di Indonesia menjadi lebih baik yakni menjadi lebih rasional dan kurang sentimental dengan politik identitas.