Menikmati Wisata Kopi Detusoko

- Admin

Rabu, 14 April 2021 - 14:11 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kopi Detusoko. Sumber: Foto Hengky Ola Sura di Ekora NTT (2019)

Kopi Detusoko. Sumber: Foto Hengky Ola Sura di Ekora NTT (2019)

Indodian.com, Budidaya kopi dengan aneka variannya berkembang cukup pesat di Flores dalam beberapa tahun belakangan. Di beberapa kota di Flores hadir orang-orang muda yang mengembangkan kopi dengan bentuk penyajian yang khas. Tentu ini sebuah trend yang positif untuk mengangkat kualitas kopi Flores yang sudah lama berkembang, tetapi kurang diolah secara memadai.

Selain mendorong peningkatan ekonomi, saat ini kopi menjadi sebuah tujuan wisata baru dimana wisatawan tidak hanya menyeduh kopi tetapi juga melihat keindahan perkebunan kopi dan terlibat dalam proses olahan kopi dengan aneka varian.  

Salah satu brand kopi yang sudah mulai berkembang dari sisi pengolahan dan pemasaran yakni kopi Detusoko di Ende. Kopi Detusoko cukup menarik karena memiliki aneka macam olahan variatif dan menjadi wahana atraksi  wisata kopi bagi wisatawan.

Baca Juga : Tubuh Dan Persetubuhan Itu Suci
Baca Juga : Ancaman Cerpen Tommy Duang

 Detusoko sendiri terletak di kaki gunung Kelimutu. Pada awalnya, Kelimutu ialah sebuah gunung berapi yang pernah meletus pada tahun 1830 dengan menumpahkan lava hitam. Tercatat telah terjadi 11 kali aktivitas vulkanik di Taman Nasional Kelimutu sejak tahun 1930-1997. Ledakan terbesar terjadi pada tahun 1870 yang disertai lahar dan hujan abu hingga daerah-daerah di kaki gunung Kelimutu.

            Daerah-daerah yang berada di kaki gunung Kelimutu sangat subur untuk pengembangan perkebunan dan pertanian. Karena tepat berada di kaki gunung Kelimutu, Detusoko termasuk daerah yang sangat subur. Detusoko terletak hanya 33 km dari kota Ende dengan waktu tempuh 45 menit dari Bandara Hj. Hassan Aroeboesman Ende. Berada pada ketinggian 800 mdpl, Detusoko hadirkan pesona alam dengan topografi yang indah, areal persawahan terasering, dipagari perbukitan hijau, dihiasi berbagai tanaman pertanian.

Baca juga :  Belajar dari Ketajaman Pendengaran Kaum Difabel
Wisatawan menyaksikan pengolahan kopi Detusoko (Foto: Nando Watu)

Cita rasa kopi umumnya ditentukan banyak hal mulai dari jenis atau varietasnya, lokasi penanamannya, lingkungan sekitarnya serta pengolahan bijinya. Ada dua jenis kopi yang dikenal oleh masyarakat yaitu kopi Arabika dan Robusta. Kopi Arabika adalah salah satu jenis kopi yang paling populer. Dikenal karena cita rasanya kompleks, biji kopi Arabika ini begitu dicintai oleh para penikmat kopi karena rasanya yang smooth dan tidak terlalu asam. Kebanyakan kopi Arabika memiliki aroma yang wangi seperti buah-buahan atau bunga-bungaan. Rasanya pun lebih halus dan penuh.

            Nah, untuk kopi Robusta, biji kopinya berbentuk lebih bulat dan seringkali lebih besar. Adapun ciri khas kopi Robusta paling kentara tingkat kafein lebih tinggi antara 1,7 sampai 4 persen sehingga lebih pahit dan keasaman lebih rendah. Robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi, oleh karena itu rasa yang ditawarkan lebih kuat dan tajam apabila dibandingkan dengan kopi Arabika. Kopi ini cukup murah di pasaran. Racikan Robusta cenderung beraroma cokelat dan kacang-kacangan.

Baca Juga : Merawat Simpul Empati
Baca Juga : Pengorbanan Melahirkan Kehidupan

Khusus wilayah Detusoko, masyarakat mengembangkan varietas kopi Robusta. Pada awalnya, kopi Robusta di Detusoko dibawa oleh para Misionaris dari Belanda pada tahun 1950-an. Tempat penanaman pertama kopi Robusta di Detusoko terletak di daerah Detubapa, Desa Wolofeo, 3 km dari Detusoko. Kopi ini mulai dikembangkan oleh masyarakat Detusoko pada tahun 1962. Bibit tanaman kopi disimpan dalam koker dan kemudian ditanam di perkebunan warga.  

Foto: Cafe Lepolio, Desa Detusoko Barat Kecamatan Detusoko Kabupaten Ende, NTT (Dokumen Kades Detusoko Barat)

Nando Watu, Kepala Desa Detusoko Barat yang giat mengembangkan varietas brand Kopi Detusoko menjelaskan bahwa pemilihan kopi Robusta menjadi produk unggulan bertujuan mengembangkan ekonomi masyarakat. Saat ini, masyarakat Detusoko menanam jenis kopi Robusta. Pengembangan kopi dengan aneka olahan mengambil varietas kopi yang sudah lama berkembang di masyarakat. Aneka pengolahan dan promosi bertujuan meningkatkan produktivitas warga dalam mengolah kopi Robusta.

Baca juga :  Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama

Kopi Detusoko sudah diolah dalam bentuk kemasan yang khas dan unik. Selain menjual kopi kemasan, biji kopi diolah menjadi aneka varian yang menarik seperti gelang kopi beraroma khas kopi Detusoko. Fruty notes gelang kopi diambil dari biji kopi pilihan, diolah dengan teknik medium roast sehingga membuat aroma khas, menghilangkan bau badan dan strees. Biji kopi Detusoko juga diolah menjadi parfum. Parfum kopi Detusoko sangat unik. Parfum ini digunakan sebagai pengharum ruangan maupun mobil, penyerap bau tak sedap dan cocok untuk digunakan dalam ruangan atau dalam kendaraan roda empat

Kopi Detusoko juga menjadi atraksi wisata. Detusoko menjadi salah satu daerah wisata alam yang indah. Wisatawan tidak hanya menikmati panorama alam dengan bentangan gunung dan lekukan sawah, tetapi juga atraksi wisata kopi. Pengunjung akan melihat perkebunan kopi warga, ikut memanen kopi dan terlibat dalam proses pengolahan kopi. Paket wisata kopi ini melibatkan warga masyarakat dengan prinsip “dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat”.

Wisata berbasis masyarakat dengan konsep ekowisata menyajikan keunikan alam, budaya dan manusianya. Para wisatawan yang datang tidak hanya diajak menikmati keindahan tetapi juga terlibat. Mereka diajak untuk bercocok tanam, mengolah kopi dan lainnya.

Pengolahan kopi Detusoko menggunakan teknik roasting yang modern. Teknik roasting ini adalah sebuah proses pemanggangan biji kopi untuk menghasilkan rasa kuat dan aromatik. Biji kopi tersebut mengalami perubahan warna menjadi cokelat setelah melalui proses roasting, dimana biji kopi tersebut mengalami perubahan kimia dari perubahan suhu yang tinggi pada proses roasting.

Ada tiga jenis roasting. Pertama, light roast. Proses roasting yang dilakukan secara ringan untuk menghasilkan rasa yang lembut dan memiliki tinggi keasaman yang tinggi. Kedua, medium roast. Proses ini menghasilkan cita rasa kuat dengan kandungan keasaman yang rendah. Ketiga, dark roast. Proses dark roasting merupakan yang paling pahit dan memiliki tingkat keasaman yang paling rendah dibandingkan dengan teknik roasting yang lain.

Baca juga :  Menyapa Aleksius Dugis, Difabel Penerima Bantuan Kemensos RI

Saat ini, brand kopi Detusoko merambah konsumen lokal, nasional bahkan internasional. Hal ini berkat pengolahan dan daya promosi digital dengan menggunakan sebuah aplikasi yang berada di bawah BUMDes Ae Wula di Desa Detusoko Barat. BUMDes ini masuk nominasi 10 besar BUMDes terbaik di Indonesia yang diadakan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.

BUMDes Ae Wula ini bergerak di bidang pariwisata dan perdagangan. Dengan layanan digital, BUMDes melayani produk dan layanan wisata ke pasar lokal desa, kecamatan dan kota sekaligus memperluas akses pasar dan meningkatan penjualan. Dengan adanya program BUMDes Smart dari Bakti Kominfo, Desa Detusoko Barat menjadi salah satu desa di Indonesia yang beralih menjadi desa digital. Di Website Decotour.bumdeswisata. id, wisatawan bisa memesan transportasi, penginapan, kegiatan selama liburan dan oleh-oleh khas Detusoko.

Pengembangan kopi Detusoko dengan konsep ekowisata menjadi sebagai salah satu produk jasa yang tumbuh dan berkembang pesat juga menjadi potensi. Keinginan masyarakat, terutama warga perkotaan untuk berwisata menghilangkan penat membuat Detukoso menjadi salah satu tujuan. Keasrian alam dan kesederhanaan Detusoko menjadi daya tarik tersendiri.

Komentar

Berita Terkait

Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama
Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi
Seandainya Misa Tanpa Kotbah
Gosip
Sorgum: Mutiara Darat di Ladang Kering NTT
Tanahikong, Dusun Terpencil dan Terlupakan di Kabupaten Sikka              
Qui Bene Cantat bis Orat (Tanggapan Kritis atas Penggunaan Lagu Pop dalam Perayaan Ekaristi)
Namanya Yohana. Yohana Kusmaning Arum
Berita ini 114 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA