Surat yang Takkan Pernah Sampai

- Admin

Minggu, 12 September 2021 - 16:50 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Erikh menulis dengan lepas semua keping kenangan yang bertumpuk di kepalanya, sebab ia tahu surat itu hanya akan berakhir di tempat sampah bersamaan dengan abu dan puntung-puntung rokok—seperti surat-surat sebelumnya.

Lagi pula sudah bukan zamannya lagi menulis surat. Tapi ia tetap memilih menulis pada lembaran-lembaran kertas ketimbang meracau di dinding Facebook atau grup-grup Whatsapp.

Kenangannya dengan Maria adalah serahasianya rahasia, waktu-waktu berkualitas yang terlalu berharga untuk dibiarkan berserakan di dinding facebook. Jika ia menulis buruk, lembaran itu hanya berakhir di tempat sampah, dan jika menulis baik, akan diarsipkan dalam folder-folder rapi di dalam sebuah map.

Baca juga :  Seratus Jam Mencari Sintus

Ia menamai map itu, Maria dan hal-hal indah tentangnya. Nama yang aneh, lebay, dan kekanak-kanakkan. Persetan, siapa peduli.

Baca Juga : Politik Hijau, Partai Politik, & Masyarakat Adat
Baca Juga : Tata Kelola Pandemi: Zombinasi dan Politik Ketakutan

Di luar hujan belum menunjukkan tanda-tanda untuk berhenti. Serly telah menurunkan volume musiknya. Rokok di selah-selah jari Erikh tinggal setengah. Hari mulai gelap dan lonceng gereja berdentang. Jam enam sore.  

Baca juga :  Teriakan-Teriakan Lia

“Hampir tiga tahun engkau pergi. Saya tidak tahu engkau sekarang berada di mana: tubuh dan hatimu. Hanya ada satu yang saya tahu. Di setiap langkahmu menjauh, ada memori yang selalu saya peluk utuh: engkau dan setiap inci tentangmu.”

Ia ingat, suatu hari mereka bertengkar hebat. Saat itu keduanya hanyalah sepasang mahasiswa semester enam yang belum punya cukup kesabaran untuk menahan amarah. Dengan mata menyala-nyala, ia mengusir Maria.

Baca juga :  Aku dan Kisahku

Wanita itu menangis. Itu air mata dan kesedihan paling tulus yang pernah ia tumpahkan. Di selah-selah tangisnya, perempuan itu berniat pergi dengan janji untuk tidak kembali lagi.

Beribu doa dan permohonan maaf Erikh layangkan. Tapi semuanya sia-sia. Hingga akhirnya ia kehilangan kontak dengan Maria. Usaha mencari semuanya pun sia-sia.

Komentar

Berita Terkait

Lelaki Banyak Masalah
Teriakan-Teriakan Lia
Antara Hujan dan Air Mata
Sunset yang Hilang
Tanpa Tanda Jasa
Seratus Jam Mencari Sintus
Perempuan Tangguh
Kita adalah Sepasang Luka
Berita ini 56 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 28 November 2023 - 23:35 WITA

Fakultas Filsafat Unwira Adakan Seminar Internasional sebagai Bentuk Tanggapan terhadap Krisis Global    

Sabtu, 11 November 2023 - 11:33 WITA

Tujuan Politik adalah Keadilan bagi Seluruh Rakyat

Jumat, 23 Juni 2023 - 07:01 WITA

Komunitas Circles Indonesia: Pendidikan Bermutu bagi Semua

Rabu, 17 Mei 2023 - 11:05 WITA

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa melalui Kelas Belajar Bersama

Kamis, 4 Mei 2023 - 14:47 WITA

Mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero Mengadakan PKM di Paroki Uwa, Palue   

Sabtu, 25 Maret 2023 - 06:34 WITA

Masyarakat Sipil Dairi Mendesak Menteri LHK Cabut Izin Persetujuan Lingkungan PT. DPM  

Sabtu, 21 Januari 2023 - 06:50 WITA

Pendekar Indonesia Menggelar Simulasi Pasangan Calon Pimpinan Nasional 2024

Selasa, 17 Januari 2023 - 23:01 WITA

Nasabah BRI Mengaku Kehilangan Uang di BRImo

Berita Terbaru

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA

Politik

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Rabu, 21 Feb 2024 - 19:07 WITA

Politik

Demokrasi dan Kritisisme

Minggu, 18 Feb 2024 - 16:18 WITA