Tata Kelola Pandemi: Zombinasi dan Politik Ketakutan

- Admin

Selasa, 31 Agustus 2021 - 17:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Ketakutan adalah kata kerja. Ia beroperasi menggunakan logika eksklusi serentak integrasi, divide and rule dalam satu sapuan. Dalam sejarah manusia, tidak dapat dipastikan dari mana ketakutan bermula. Namun paska Perang Dunia II, teristimewa paska penyerangan WTC di New York diikuti instruksi Bush menginvansi Timur Tengah, ketakutan menjadi seperangkat instrumen politik.

Seperti bunglon, ketakutan sering bertukar tempat dengan kedaruratan. Lalu lahirlah konsep-konsep seperti krisis iklim, krisis kebangsaan, krisis kesehatan, krisis ekonomi, dan sterusnya dan seterusnya.

Diceritakan, wabah suatu penyakit sedang berjalan menuju Damaskus dan melewati suatu kafilah di padang gurun.

Baca juga :  Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

“Mau ke mana, begitu tergesa-gesa?” tanya kepala kafilah.

“Ke Damaskus. Saya mau merenggut 1.000 nyawa,” jawab wabah.

Sekembalinya dari Damaskus, wabah mendapati kafilah.

Kafilah itu berkata: “Engkau telah merenggut 50.000 nyawa; dan bukan 1.000.”

“Tidak,” kata wabah. “Saya hanya mengambil 1.000 dan yang lainnya mati, disebabkan oleh ketakutan.”

Baca Juga : Kisah Seorang Istri yang Merawat Suami Gangguan Jiwa dan Dipasung Selama 12 Tahun
Baca Juga : Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?

Baca juga :  Tujuan Politik adalah Keadilan bagi Seluruh Rakyat

Film Zombi dan Ekstasi Ketakutan

Ilustrasi di atas menemukan relevansinya pada masa pandemi. Dengan bantuan referensial pada film zombi misalnya, kita menemukan bahwa komodifikasi ketakutan membuat rasa takut bukan hanya menjadi problem psikologis dan biologis melainkan juga problem politik. Itulah mengapa ada orang, yang meskipun takut pada hantu, tetap memaksa dirinya menonton film horror. Ya, karena dalam film, batas antara ketakutan dan kenikmatan menjadi pudar. Ia, menjadi apa yang dalam kosa kata psikoanalisa disebut dengan ekstasi ketakutan—ketakutan yang berlebih (surplus of fear) yang akhirnya memaksa seseorang menjadikan ketakutan sebagai bagian dari kenikmatan yang indah.

Baca juga :  Urgensi Penelitian Sosial terhadap Pembentukan Kebijakan Publik

Seperti dalam kritik Marx terhadap 11 tesis Feuerbach tentang kemiskinan filsafat, alih-alih membongkar mekanisme terciptanya konsep ketakutan, orang belajar mencari dan menemukan dimensi ketakjuban dan pleasure dari rasa takut.

Dengan menjadikan film zombi sebagai objek asosiatif kajian dan tata kelola pandemi sebagai pendekatan, tulisan ini berargumen bahwa proses menjadi zombi dimulai dengan mengintensifkan presisi distribusi ketakutan dan kedaruratan.

Baca Juga : Profesionalisme Guru di Tengah Pandemi
Baca Juga : Merawat Keindonesiaan

Komentar

Berita Terkait

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024
Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas
Berita ini 8 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA