Secara literer, amnesia dalam Kamus Besar Ilmu Pengetahuan dipahami sebagai suatu keadaan hilangnya sebagian atau keseluruhan ingatan akibat kerusakan pada jaringan otak atau trauma. Penyebab amnesia dapat berupa organik atau fungsional. Penyebab organik dapat berupa kerusakan otak, akibat trauma atau penyakit, atau penggunaan obat-obatan dan yang terparah bisa juga disebabkan oleh operasi transplantasi sum-sum tulang belakang. Penyebab fungsional adalah faktor psikologis, seperti halnya mekanisme pertahanan ego.
Amnesia ini bukan hanya mengidap sisi psikologi manusia sebagai implikasi kerusakan jaringan otak. Dia juga telah melanda sendi-sendi kehidupan bangsa. Amnesia mewabah dalam tubuh bangsa yang membuat “seolah-olah” lupa pada sejarah. Pada titik ini Bangsa Indonesia sudah dan sedang menderita amnesia. Sejumlah kasus kejahatan kemanusiaan di masa silam ‘ditenggelamkan’ dalam politik lupa seperti pemberontakan PKI di Madiun pada tahun (1948), kasus G30S PKI (1965), kasus Munir (2004), penghilangan mahasiswa Reformis (1998), dan masih banyak kasus lain yang masih terkatung-katung di tubuh bangsa.
Sebenarnya, nalar kebangsaan masih mampu mereproduksi ingatan melawan lupa. Tetapi ada tiga faktor yang membuat bangsa Indonesia mengidap amnesia. Pertama, sejarah Indonesia ditentukan oleh penguasa. Monopoli pemerintah atas sejarah nasional telah menjadi batu sandungan yang menyebabkan bangsa Indonesia menjadi bangsa pelupa. Tidak heran, buku sejarah Indonesia kerap kali berubah setiap pergantian pemerintah.
Kedua, amnesia bangsa disebabkan oleh problem bahasa. Hendrik Maier, seorang Profesor Perbandingan Literatur dan Direktur dari program Southeast Asian Text, Ritual and Performance at the University of California, menjelaskan bahwa amnesia bangsa Indonesia disebabkan oleh masalah waktu. Bahasa Melayu tidak mengenal konsep waktu.
Kesulitan ini bukan berarti bahwa bahasa Malayu tidak menyertai keterangan waktu dalam tatabahasanya. Bagi Maier, dalam bahasa Malayu, pembaca harus menciptakan daripada menemukan arti; yang tersirat di antara kata-kata itu; kita membentuk kesadaran mengenai proses waktu yang terdapat dalam narasi dari pada memastikannya dari teks itu sendiri. Konsekuensinya aktus mengingat terkatung-katung dalam proses tanpa henti dan mengarah pada amnesia (Hendrik Maier, 2015:105)
Ketiga, pengalihan isu dan kriminalisasi. Penyelesaian konflik di Indonesia acapkali terbengkelai dengan mengalihkan substansi persoalan dengan isu-isu baru disertai dengan kriminalisasi korban. Dalam kasus Munir, misalnya, yang diracuni dalam pesawat saat menuju Amsterdam, Belanda. Tetapi beredar opini untuk mengalihkan perhatian publik bahwa Munir dibunuh karena adanya persaingan di antara LSM HAM untuk merebutkan dana asing.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya