Merangkul Keberagaman, Melahirkan Kerukunan
Dialog kehidupan menjadi suatu opsi solutif dalam membangun cita rasa kemanusiaan yang kontekstual. Dalam dialog kehidupan, setiap warga tidak berdiskusi tentang doktrin agama tetapi secara aktif terlibat dalam aksi sosial untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam konteks kehidupan keberagaman di Kabupaten Sikka, kehadiran FKUB menjadi embrio yang melahirkan kerukunan yang otentik sebab setiap pemeluk agama merasa diri sebagai anggota keluarga yang sama-sama mencintai keadilan, kedamaian dan keutuhan ciptaan.
Dialog kehidupan lahir dari kesadaran bahwa pluralitas agama adalah sebuah fakta. Memahami setiap agama berarti setiap pribadi dalam perbedaanya. Perbedaan setiap agama adalah sebuah ekspresi. Ekpresi ini merupakan ekspresi dari keadaan terberi. Keadaan terberi atau faktisitas adalah keadaan bahwa kita ada di dunia ini bersifat niscaya.
Meminjam istilah Heidegger, seorang Filsuf Jerman, kita mengalami “keterlemparan” (Geworfenheit) ke dalam dunia. Konsep keterlemparan manusia ke dalam dunia merupakan perkembangan dari penyelidikan Heidegger akan arti eksistensi manusia, karena eksistensi adalah syarat paling dasar dunia, jelas-jelas mempengaruhi cara hidup manusia.
Untuk menandai arti eksistensi manusia, Heidegger memberi nama Dasein (berada-di-sana) kepada manusia. Manusia bertanya tentang keberadaan dirinya sendiri berhadapan dengan realitas dunia. Di sini manusia sadar akan keterlemparannya. Dalam keadaan terlempar ke dalam dunianya, kita terpaksa bergumul dengan kehidupan dan berusaha mencari tahu substansi dari eksistensi kita. Karena kita tidak bisa mengontrol keterlemparan dalam lingkungan sosial tertentu, kita menjadi bagian dari suatu kebudayaan atau agama dan akibatnya seluruh tingkah laku kita dipelajari dari kebudayaan atau agama itu (Erik Lemay dan Jeniffer A. Pitts, 2001:44)
Orang menerima keadaannya sedemikian sejak ia membuka mata terhadap dunia. Ini berarti tak seorang pun dapat memilih untuk dilahirkan menjadi siapa dan di mana tempatnya. Misalnya kita terlahir sebagai orang Maumere atau Jawa atau Sumba, atau terlahir sebagai agama Katolik atau Islam atau Hindu atau Budha atau Kristen tanpa ada konfirmasi pendapat dari kita dalam pemilihan tempat dan agama kita dilahirkan.
Dalam kesadaran akan kenyataan demikian, mesti dibangun pengakuan akan pluralitas agama. Pengakuan itu ada mengandaikan ada keterbukaan hati melalui dialog. Salah satu bentuk dialog yang telah dilakukan oleh FKUB Kabupaten Sikka adalah dialog kehidupan. Setiap pemeluk agama tidak mempertentangkan ajaran agama masing-masing tetapi terlibat dalam aksi sosial kemasyarakatan untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keutuhan ciptaan.
Dalam konteks ini, FKUB Kabupaten Sikka sadar bahwa perbedaan yang dimiliki oleh setiap agama atau kelompok lain adalah fakta terberi. Kesadaran akan fakta terberi adalah kesadaran menerima perbedaan keberadaan orang lain sebagai keunikan dan pelengkap keberadaan diri dan kelompok sendiri.
Dialog kehidupan yang telah dilakukan oleh FKUB Kabupaten Sikka adalah dialog yang jujur, tulus, terbuka dan bertanggung jawab dengan komitmen dan keyakinan iman sendiri, namun pada saat yang sama terbuka bagi yang lain dalam norma dasariahnya yaitu dalam kerendahan hati yang berani dan dalam keberanian yang rendah hati.
Keterlibatan FKUB Kabupaten Sikka telah menunjukkan kepada dunia bahwa dialog kehidupan lebih nyata dalam masyarakat akar rumput dan melibatkan semua pemeluk agama untuk bersama-sama merangkul keberagaman sebagai kekayaan untuk menciptakan kedamaian di bumi Kabupaten Sikka.
Dialog kehidupan antaragama menjadi salah satu kekuatan yang dapat meretas perbedaan di tengah-tengah pluralitas kehidupan beragama. Dialog kehidupan menjadi pilihan dasar (optio fundamentalis) setiap umat beragama untuk mengembangkan semangat toleransi, semangat dialog yang positif dan konstruktif serta memperjuangkan perdamaian tanpa kekerasan.
Hal ini penting sebab setiap penganut agama dipanggil untuk memuliakan Tuhan dan mendudukkan kembali religiositas keberagamaannya demi pengabdian kepada manusia. Sebab beragama berarti memuliakan Tuhan dengan memanusiaan manusia (Gloria Dei Homo Vivens). Dialog kehidupan antaragama bertujuan untuk menciptakan komitmen bersama setiap agama untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dialog seperti ini memperkaya setiap agama, mengembangkan kerja sama yang konstruktif serta membuat keberagaman menjadi embrio kerukunan.
Sumber Rujukan
Ali, A.Mukti. Ilmu Perbandingan Agama, Dialog, Dakwah dan Misi, dalamBurhanuddin Daja danHerman Leonard Beck (eds.) IlmuPerbandingan Agama di Indonesia danBelanda. Jakarta: INIS,1992
Badan Pusat Statistik Kabupaten Sikka, Kabupaten Sikka Dalam Angka 2019.
Daghi, Benediktus. Diutus untuk Berdialog (Sebuah Sumbangan Pikiran untuk Para Penyuluh Agama, Agamawan Muda, Flores-Lembata), dalam Philipus Tule (ed.), Allah Akbar, Allah Akrab – Pembinaan Kerukunan Antarumat Beragama Yang Berbasis Konteks NTT. Maumere: Penerbit Ledalero, 2003.
Kisala, Robert. “Mengapa Dialog?”dalam Paul Budi Kleden dan Robert Mirsel (eds.), Menerobos Batas, Merobohkan Prasangka. Maumere: Penerbit Ledalero, 2011.
Kono, Redem. Senandung Suara-Suara Minor, Will Kymlicka tentang Hak-Hak Minoritas dan Relevansinya dalam Konteks Indonesia. Bandung: Pustaka Matahari, 2016.
Lemay, Erik dan Jeniffer A. Pitss. Heidegger untuk Pemula. Yogyakarta: Kanisius, 2001. Sirry, Mun’im A. 2003. Fiqh Lintas Agama. Jakarta: Yayasan Wakaf Para MadinaB haidawy, Zakiyuddin. Dialog Global dan Masa Depan Agama. Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003