Kiprah FKUB dalam Membangun Dialog Antaragama di Sikka

- Admin

Rabu, 22 September 2021 - 21:25 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Bangsa Indonesia berpeluang besar menjadi bangsa yang kaya dan jaya baik dari sisi kekayaan alam maupun manusianya. Akan tetapi, bangsa Indonesia berpeluang berantakan dan hancur jika pelbagai perbedaan tidak ditangani dengan baik. Salah satu masalah yang besar di Indonesia adalah intoleransi dan diskriminasi antaragama. Ada beberapa fakta memprihatinkan mengenai masalah ini antara lain tekanan suatu kelompok terhadap Bupati Bogor agar melarang Ahmadiyah berada di tempat itu, larangan pembangunan tempat ibadat dan pemboman di tempat ibadah.

Pelbagai tindakan intoleransi tersebut serentak memproklamasikan bahwa kita tengah memasuki abad heterophobia, abad ketakutan akan yang lain. Ketakutan itu muncul dalam bentuk sikap defensif ketika menghadapi serangan dari luar dan sebaliknya bersikap agresif jika berhadapan dengan sebuah identitas di luar dirinya. Heterophobia, ketakutan dan kecurigaan akan Yang Lain karena keberlainan tampak dominan melalui deformasi dan ekslusi mereka yang berada “di luar batas normal” (Redem Kono, 2016:20).

Berhadapan dengan persoalan ini, setiap pemeluk agama dituntut untuk mencari titik-titik tertentu yang memungkinkan adanya titik temu atau paling tidak kebersamaan sehingga terbuka peluang untuk tumbuhnya sikap toleran dalam menyikapi keberagaman. Dalam konteks ini, dialog antaragama merupakan opsi yang sangat penting di tengah kemajemukan agama di Indonesia. Dalam tulisan ini, penulis akan memaparkan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam membangun dialog kehidupan antarumat beragama di Kabupaten Sikka.

Baca juga :  Hindari Pinjaman Online

Sejarah Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kabupaten Sikka, Maumere

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kabupaten Sikka merupakan forum yang mewadahi perjumpaan antarumat beragama. Dalam konteks dialog antarumat beragama di Kabupaten Sikka, forum ini menjadi ruang yang tampan untuk berbicara dari hati ke hati tentang persoalan hidup bersama dalam keberagaman. Forum ini ikut memperlancar komunikasi antartokoh agama dan meningkatkan intensitas hubungan. Forum ini pula yang membidani kelahiran berbagai aksi solidaritas antarumat beragama demi mencapai kebaikan bersama di tengah masyarakat.

Forum ini dibentuk berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 8 dan 9 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan FKUB dan pendirian rumah ibadat.

Menindaklanjuti Peraturan Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tersebut, Gereja Katolik yang diwakili oleh RD. Fransiskus Fao, Pr, RD. Yohanes Eo Towa, Pr dan difasilitasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka yang diwakili oleh Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sikka memprakarsai terbentuknya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sikka dalam rangka membangun, memelihara dan memberdayakan umat beragama untuk kerukunan dan kesejahteraan.

Baca juga :  Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi

Terbentuknya forum ini cukup strategis dalam merangkul keberagaman agama di Kabupaten Sikka. Berdasarkan proyeksi penduduk tahun 2018, jumlah penduduk Kabupaten Sikka mencapai 318.920 jiwa, yang terdiri atas 150.522 laki-laki dan 168.398 perempuan (BPS Kabupaten Sikka, 2019). Umat Gereja Katolik Keuskupan Maumere merupakan warga mayoritas di Kabupaten ini yaitu 86,98 % dari seluruh jumlah penduduk, yakni sekitar 273.504 jiwa, diikuti oleh umat Islam 36.724 jiwa, Kristen Protestan 3.737 jiwa, Hindu 332 jiwa, Budha 159 (Laporan Resmi Keuskupan Maumere 12 Maret 2020).

Situasi masyarakat yang kian beragam merupakan sebuah peluang bagi lahirnya dialog. Sebab dalam situasi seperti ini, sikap inklusif dari anggota masyarakat akan terbentuk sebagai hasil dari interaksi dan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Anggota masyarakat dengan sendirinya terlatih dan terbiasa membangun komunikasi di dalam keberagaman. Dengan demikian, dialog antaragama pada level praktis akan berjalan dengan baik.

Ada dua faktor pendukung terbentuknya FKUB Kabupaten Sikka dan dialog antarumat beragama. Pertama, kekayaan budaya dalam falsafah masyarakat Kabupaten Sikka. Masyarakat Kabupaten Sikka memegang teguh prinsip uhe die dang hading sebagai pedoman dalam menerima kehadiran orang lain di sekitar mereka. Uhe die dang hading memiliki makna yang berkaitan dengan keterbukaan dan penerimaan masyarakat Kabupaten Sikka terhadap orang lain.

Baca juga :  Belajar dari Ketajaman Pendengaran Kaum Difabel

Secara harafiah uhe die dang hading berarti pintu selalu terbuka. Falsafah ini menanamkan keterbukaan ke dalam diri setiap anggota masyarakat Kabupaten Sikka dan menjadi penopang bagi kehidupan bersama. Berkat keterbukaan seperti ini, wilayah Kabupaten Sikka menjadi wilayah yang heterogen.  

Kedua, keteladanan pemimpin agama. Di Kabupaten Sikka terdapat lima agama. Para pemimpin agama memberikan teladan yang baik kepada pemeluk agamanya. Keteladanan ini memiliki andil yang penting dalam mengajarkan nilai-nilai agama yang berorientasi pada ketaatan doktrin agama masing-masing dan kesaksian hidup melalui penghargaan terhadap nilai kemanusiaan. Setiap pemimpin agama menerjemahkan bahasa teologis mereka yang partikular ke dalam ungkapan-ungkapan yang dapat diterima secara rasional oleh publik. Agama menjadi sarana persemaian nilai cinta kasih dan penghargaan terhadap martabat kemanusiaan.  

Dalam pengalaman keseharian, anggota FKUB tidak hanya terlibat dalam dialog teologis dengan seminar bersama tetapi lebih pada keterlibatan dalam dialog kehidupan. Hal ini karena ada kesadaran bersama bahwa dialog teologis seperti dalam filsafat lingustik Ludwig Wittgenstein terperangkap dalam “permainan bahasa” yang tertutup,  yang dipahami hanya oleh orang-orang yang mengenal “bahasa” tersebut. Berdasarkan kesadaran ini, anggota FKUB Kabupaten Sikka lebih mengembangkan dialog kehidupan berupa keterlibatan bersama dalam aksi-aksi kemanusiaan.

Komentar

Berita Terkait

Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama
Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi
Seandainya Misa Tanpa Kotbah
Gosip
Sorgum: Mutiara Darat di Ladang Kering NTT
Tanahikong, Dusun Terpencil dan Terlupakan di Kabupaten Sikka              
Qui Bene Cantat bis Orat (Tanggapan Kritis atas Penggunaan Lagu Pop dalam Perayaan Ekaristi)
Namanya Yohana. Yohana Kusmaning Arum
Berita ini 240 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA