Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere

- Admin

Jumat, 16 Juli 2021 - 16:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Melayani Tuhan Sebagai Koster

Kegemaran menyibukkan diri dalam aktivitas sosial membuat Inang Novi terlibat lebih dekat dengan kegiatan keagamaan.

“Saya senang dan bahagia melayani Tuhan dan sesama umat di gereja. Semua kelelahan di rumah dan di tempat kerja akan terbayar lunas ketika saya bekerja untuk Tuhan dan sesama di gereja,” tutur Inang Novi dalam tatapan binarnya ke halaman rumah yang cukup hijau.

Melihat tabernakel, salib Yesus Kristus, patung Bunda Maria, dan barang-barang lainnya di gereja, lanjut Inang Novi, membuat hati tenang dan bahagia.

Sosok yang tidak berhenti berinisiatif ini, di mana pun, kemudian menjadikan dirinya jemaat transpuan yang dipercaya sebagai koster (seorang petugas yang bertanggung jawab untuk mengurus sakristi, bangunan gereja, dan isinya) di stasi Wutik, paroki St. Fransiskus Xaverius Koting, keuskupan Maumere.

“Ini kan untuk Tuhan. Saya yakin Tuhan akan berkarya di saat orang sedang membutuhkan kita,” lanjut transpuan berusia 48 tahun itu.

Baca juga :  Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa

Baca Juga : Kain Songke dan Kenangan tentang Ibu
Baca Juga : Kisah Yuliana Mijul, Gali Pasir dan Menenun Demi Menyambung Hidup Keluarga

Inang Novi saat itu sudah lebih percaya diri. Mentalnya tertempa karena pengalaman yang cukup matang dalam kerja-kerja bersama masyarakat yang lebih luas.

Inang Novi sedang melakukan penyuluhan kepada para petani di desa Koting D, kecamatan Koting, kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.

“Saya mau melibatkan diri untuk menjadi koster. Kemudian, Romo Ferer Mere, Pr secara resmi menentukan saya dan ibu Tince sebagai koster. Saya dan ibu Tince tidak pernah pikir dengan bayaran. Tetapi Romo Ferer tetap memberi kami Rp. 50.000 untuk bulan pertama dan Rp. 100.000 untuk bulan-bulan selanjutnya,” ujar Inang Novi sambil mengibaskan sedikit rambut yang kerap menutupi mata kanannya.

Terkadang Inang Novi dan ibu Tince menggunakan uang dari gereja itu untuk membeli keperluan-keperluan di gereja juga, khususnya saat terjadi kekurangan bahan untuk menata dan menghias gereja.

Baca juga :  Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?

Baca Juga : Berkomunikasi dalam Masyarakat Pasca-Kebenaran
Baca Juga : Kota dan Rindu yang Setia

Tetapi pada awalnya Inang Novi mengalami pergolakan batin saat dipilih menjadi koster.

“Mungkin ada orang yang tolak. Tapi, saya anggap semua itu angin lalu. Orang mau omong apa di belakang, terserah! Intinya pastor paroki sudah umumkan,” kisah Inang Novi dalam hati saat dirinya sudah dipilih menjadi koster.

“Tugas saya rangkap. Semuanya: pasang kain, bunga, sapu, dan pel. Pokoknya semua. Kerja sama dengan ibu Tince,” ujar transpuan yang sudah menjadi anggota dari komunitas Fajar Sikka ini.

“Saat jadi koster, saya punya pengalaman menarik. Saya mendapatkan penampakan. Waktu itu, pada jam 10 malam, saya hendak menyiapkan segala sesuatu untuk sebuah perayaan ekaristi. Sebelum bekerja, saya doa pribadi. Namun, saya tiba-tiba melihat cahaya merah keluar di samping kiri dan kanan salib Yesus.”

Baca juga :  Korupsi dan Ketidakadilan Gender

“Bulu kuduk saya berdiri dan saya merinding, tapi saya tidak lari. Dalam hati saya bilang: ‘Kalau saya lari, itu berarti iman saya tidak kuat’. Akhirnya, saya tetap melanjutkan pekerjaan saya,” cerita Inang Novi yang menjadi koster sejak tahun 2014.

Kejadian itu sangat membekas sampai hari ini. Sesampainya di rumah, setelah mendapat penampakan itu, ia tidak bisa tidur dan masih terus memikirkannya.

“Itu luar biasa, menurut saya,” kata Inang Novi menegaskan.

Koleganya yang juga bertugas sebagai koster, Maria Tince, sangat mendukung dan merasa sangat cocok bekerja sama dengan Inang Novi.

“Saya senang dengan Inang Novi. Dia itu kreatif dalam segala hal, khususnya untuk hias-hias di gereja,” kata ibu Tince, seorang guru Taman Kanak-Kanak di Wutik, Desa Koting D, Maumere.

Komentar

Berita Terkait

Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Menalar Sikap Gereja terhadap Kaum Homosekual
Misoginis Si “Pembunuh” Wanita
Memahami Term ‘Pelacur’
Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?
Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa
Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?
Perempuan, Iklan dan Logika Properti
Berita ini 114 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 30 Januari 2023 - 23:16 WITA

Menalar Sikap Gereja terhadap Kaum Homosekual

Rabu, 8 Desember 2021 - 12:16 WITA

Misoginis Si “Pembunuh” Wanita

Jumat, 19 November 2021 - 11:45 WITA

Memahami Term ‘Pelacur’

Jumat, 20 Agustus 2021 - 16:04 WITA

Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?

Senin, 26 Juli 2021 - 12:57 WITA

Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa

Jumat, 23 Juli 2021 - 12:42 WITA

Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?

Jumat, 16 Juli 2021 - 16:27 WITA

Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere

Jumat, 25 Juni 2021 - 17:34 WITA

Perempuan, Iklan dan Logika Properti

Berita Terbaru

Pinterest

Filsafat

Autoeksploitasi: Siapa yang Membunuh Sang Aku?

Senin, 22 Apr 2024 - 23:34 WITA

Cerpen

Suami Kekasihku

Kamis, 18 Apr 2024 - 23:46 WITA

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA