Indodian.com – Kisah Tuna (belut) sebagai penjaga mata air masih diyakini oleh sebagian besar orang Manggarai, NTT hingga hari ini. Jika seseorang menangkap tuna di mata air, maka sumber mata air akan mengering dan pelaku serta keluarganya akan mendapat musibah yang berkepanjangan.
Di kampung Wae Tua, Desa Golo Mangung, Kecamatan Lamba Leda Utara terdapat sebuah kolam. Namanya Tiwu Waso. Di sekitar Tiwu Waso ada tujuh mata air. Mata air inilah yang menjadi sumber air untuk irigasi Dampek. Dalam radius 200 meter ke utara dan ke selatan dari Tiwu Waso ada beberapa titik mata air, kurang lebih ada 7 mata air. Mungkin itulah sebabnya kampung itu dinamakan Wae Tua. Wae: air. Tua: muncul. Banyak air yang muncul di Wae Tua persis di dekat kampung.
Di tengah kolam persis di sisi timur ada mata air. Mata air ini muncul di antara batu gamping. Mata air ini memberikan kesan angker, karena ada keyakinan masyarakat bahwa ada penunggunya. Konon, cerita orang tua bahwa di sana ada tuna pendek di mulut mata air.
Setiap warga takut untuk mendekat ke arah sumber mata air. Warga sekitar dan pengunjung hanya mampu melihat dari kejauhan. Kalaupun mendekat, biasanya menggunakan sampan yang terbuat dari beberapa batang pisang yang disatukan. Kata orang tua, kolam ini terkenal angker. Orang tua melarang setiap warga untuk menangkap sesuatu di mata air atau menebang pohon di atas mata air. Jika ada yang menangkap tuna (belut), maka yang bersangkutan akan mendapat musibah.
Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan pergi ke kolam tersebut untuk melihat posisi mata air. Ada kesan angker ketika melihat air kolam yang tenang dengan beberapa deretan batu besar yang mengelilingi kolam tersebut. Di mulut mata air tampak tuna berwarna merah, berbentuk lonjong dan pendek. Masyarakat lokal meyakini bahwa tuna tersebut adalah penunggu dan penjaga mata air itu.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya