Konsep Bambu dalam Budaya Manggarai

- Admin

Jumat, 29 April 2022 - 15:49 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Tulisan ini mengeksplor konsep Bambu (betong/pering) dalam budaya Manggarai ke dalam tiga dimensi kehidupan manusia: saat manusia lahir, hidup/berkarya dan mati

Pertama, Manusia Lahir

Sejak manusia lahir, bambu dalam konsep orang Manggarai, dipandang sebagai simbol dan peran penting ketika detik-detik manusia lahir. Bambu digunakan untuk memotong tali pusat bayi yang baru lahir ( poro putes). Alat dari bambu untuk memotong tali pusat ini disebut lampek lima. Bambu yang berbentuk lampek lima adalah bambu kering yang diruncing menyerupai selebar dan panjang pisau. Namun yang khasnya adalah lampek lima tersebut terdiri dari lima sisi yang teruncing. Kelima sisi yang teruncing inilah sehingga disebut lampek lima.

Pertimbangan dari segi medis (kesehatan) mengapa lampek lima harus berasal dari bahan dasar bambu kering ( betong/pering dango), yang kuat (belum lapuk), dan juga tidak boleh bambu mentah yang barusan potong (betong ta’a), alasannya agar tidak terinfeksi setelah memotong tali pusat ( poro putes ).

Baca juga :  Otensitas Kebudayaan Kita Semakin Rapuh?

Kedua, Manusia Berkarya

Beberapa multi peran bambu dalam versi Manggarai :

a. Sebagai kerajinan tangan antara lain: untuk perlengkapan membuat korong manuk (sarang ayam), membuat penampi beras nyiru (doku), membuat khas sebagai tempat simpan padi (lancing), membuat keranjang (roto), membuat campat (perangkap hewan di air), membuat nggepit (perangkap tikut), buat takaran beras ( _tongka), untuk timba air/simpan air ( gogong).

b.Sebagai pekerjaan pokok petani atau masyarakat. Hal-hal tersebut antara lain:
Untuk membuat pagar kebun ( pande kena uma), membuat gerbang kampung( kintal).

c.bambu digunakan untuk jembatan ( letang wae).

d. untuk bangun rumah ( pande mbaru),
pondok ( sekang).

Baca juga :  Asal-Usul Roh Halus Menurut Kepercayaan Asli Orang Manggarai

e.untuk tangga memanjat menggali air enau ( rede pante tuak)

f. Bambu sebagai filosofi.

  • Kebijaksanaan: kalau mau jadi pemimpin, jadilah seperti bambu, semakin tinggi pendidikan, statusnya semakin bijaksana melihat keluhan masyarakat jelata (.betong eme tua gi, londek nggerwa tana).
  • Regenerasi kepemimpinan.

Eme mata betong asa mose waken nipu tae (kalau bambu tua mati, tetapi masih ada akarnya untuk tunas baru). Artinya, jika generasi terdahulu telah tiada, maka akan muncul generasi baru untuk melanjutkan nahkoda kepemimpinan baik dalam keluarga maupun dalam masyarakat publik

Ketiga, Manusia Mati

Bambu juga dapat digunakan pada saat manusia meninggal ( mata/rowa). Adapun bagian acara kematian yang dapat menggunakan bambu adalah:

a. Untuk mengusung jenasah ke liang lahat ( rakang rapu).

b.untuk mbuat meriam/bedil ( pande bo). Biasanya bambu untuk meriam daat orang meninggal adalah bagi orang tua yang meninggal (berusia tua).tapi kalau yang meninggal anak-anak, bambu tidak digunakan.

Baca juga :  Lingko dalam Festival Golo Koe  

Jadi beberapa ulasan tersebut di atas, dapat dipahami bahwa bambu bagi orang Manggarai tidak sekedar dipahami sebagai kerajinan tangan, atau untuk keperluan pertanian, tetapi bambu adalah hal fundamental dalam budaya Manggarai.
Seluruh dimensi hidup manusia: lahir, hidup/berkarya dan mati tak terpisahkan dengan peran bambu.

Meskipun kalau ada anak yang lahir di rumah sakit (tidak menggunakan lampek untuk memotong tali pusat), tetapi lampek lima itu ( lima sisi belahan bambu itu) tetap dimaknai dalam peristiwa kelahiran manusia yaitu misalnya acara ratung wuwung (menguatkan bubungan kepala) atau acara kelo one leso jemur di mata hari baru dilakukan setelah lima hari setelah bersalin.

Komentar

Berita Terkait

Memaknai Lagu “Anak Diong” dalam Konteks Budaya Manggarai
Lingko dalam Festival Golo Koe  
Cear Cumpe, Ritus Pemberian Nama dalam Kebudayaan Manggarai, NTT
Merayakan Hari Kasih Sayang
Aku Caci, Maka Aku Ada
Cerita Tuna Merah di Sumber Mata Air
Otensitas Kebudayaan Kita Semakin Rapuh?
Nakeng Sabi, Tradisi Masyarakat Manggarai yang Mulai Hilang
Berita ini 362 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 30 Januari 2023 - 23:16 WITA

Menalar Sikap Gereja terhadap Kaum Homosekual

Rabu, 8 Desember 2021 - 12:16 WITA

Misoginis Si “Pembunuh” Wanita

Jumat, 19 November 2021 - 11:45 WITA

Memahami Term ‘Pelacur’

Jumat, 20 Agustus 2021 - 16:04 WITA

Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?

Senin, 26 Juli 2021 - 12:57 WITA

Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa

Jumat, 23 Juli 2021 - 12:42 WITA

Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?

Jumat, 16 Juli 2021 - 16:27 WITA

Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere

Jumat, 25 Juni 2021 - 17:34 WITA

Perempuan, Iklan dan Logika Properti

Berita Terbaru

Pinterest

Filsafat

Autoeksploitasi: Siapa yang Membunuh Sang Aku?

Senin, 22 Apr 2024 - 23:34 WITA

Cerpen

Suami Kekasihku

Kamis, 18 Apr 2024 - 23:46 WITA

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA