Tiga Unsur Pembentuk Kampung Adat di Ende Lio, Flores

- Admin

Senin, 4 Oktober 2021 - 18:10 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Setiap kampung adat di Flores memiliki unsur penting yang memiliki makna yang mendalam bagi masyarakat yang mendiaminya. Kampung tradisional di wilayah Lio-Ende memiliki kekhasan dalam denah dan bentuk rumahnya. Setiap kampung Lio-Ende pada umumnya dikelilingi pagar baru (kota). Di pinggir luar kampung terdapat sejumlah lumbung (kebo) dan pohon beringin besar.

Rumah-rumah masyarakat letaknya membentuk lingkaran mengelilingi pelataran utama yang terdiri atas keda (rumah leluhur), sa’o ria (rumah induk), kanga (pelataran tempat upacara). Di tengah kanga didirikan sebuah tiang batu (tubu/musumase) dengan sebuah batu ceper di bawahnya (lodo nda), tempat dilaksanakan ritus-ritus adat.

Baca juga :  Cear Cumpe, Ritus Pemberian Nama dalam Kebudayaan Manggarai, NTT

Untuk membentuk sebuah kampung adat baru bagi masyarakat di Ende Lio perlu adanya tiga unsur penting yaitu tubumusu, keda dan kanga. Tiga elemen ini menjadi pusat perhatian dari sebuah kampung adat. Menarik bahwa tidak semua kampung di wilayah Ende Lio bisa membuka kampung adat baru.

Baca juga :  Asal-Usul Roh Halus Menurut Kepercayaan Asli Orang Manggarai

Yang berhak membuka kampung baru dengan tiga unsur pembentuknya adalah seseorang atau kampung yang memiliki relasi kekerabatan atau keturuan langsung Embu Nggoro-Lepembusu yang merupakan nenek moyang pertama orang Ende Lio.  

Salah satu kampung adat yang mememili hubungan kekerabatan langsung dengan Embu Nggoro-Lepembusu ialah kampung adat Wolotolo. Pemilihan nama kampung ini berdasarkan keadaan setempat yang memang berada di ketinggian.

Baca juga :  Konsep Bambu dalam Budaya Manggarai

Secara etimologis Wolotolo berasal dari dua kata bahasa Lio yakni wolo yang berarti bukit/gunung, tolo berarti ketinggian. Berdasarkan asal katanya Wolotolo berarti bukit di atas ketinggian. Pada umumnya masyarakat di Lio memilih untuk menetap di tempat yang tinggi untuk memantau keadaan di dataran rendah.

Komentar

Berita Terkait

Memaknai Lagu “Anak Diong” dalam Konteks Budaya Manggarai
Lingko dalam Festival Golo Koe  
Cear Cumpe, Ritus Pemberian Nama dalam Kebudayaan Manggarai, NTT
Konsep Bambu dalam Budaya Manggarai
Merayakan Hari Kasih Sayang
Aku Caci, Maka Aku Ada
Cerita Tuna Merah di Sumber Mata Air
Otensitas Kebudayaan Kita Semakin Rapuh?
Berita ini 1,264 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA