Cerita Pensiunan Guru di Pelosok NTT yang Setia Mendengarkan Siaran Radio

- Admin

Selasa, 8 Juni 2021 - 20:36 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Pensiunan Guru, Damianus Anam (77) sedang mendengarkan siaran radio sambil memegang dua radio bekas yang tak bisa dipakainya karena rusak. (DOK/Markus Makur)

Pensiunan Guru, Damianus Anam (77) sedang mendengarkan siaran radio sambil memegang dua radio bekas yang tak bisa dipakainya karena rusak. (DOK/Markus Makur)

Indodian.com –  Masyarakat digital saat ini memilih Televisi dan Youtube  sebagai salah satu sumber informasi. Keduanya memiliki pilihan acara yang banyak dan acara-acara itu dikemas dengan menarik. Hal ini membuat hampir sebagian besar orang telah meninggalkan radio.

Namun, di pelosok Manggarai Timur ada seorang pensiunan guru yang hingga saat ini setia mendengarkan radio untuk mendapatkan berita nasional dan internasional.

Keunikan ini membuat anggota Komunitas Cenggo Inung Kopi Online (CIKO) menempuh perjalanan jauh kurang lebih 75 kilometer dari Kota Borong ke Kampung Wae Tua, Desa Golo Mangung, Kecamatan Lambaleda Utara (LAUT), Kabupaten Manggarai Timur, NTT.

Baca Juga : Urgensi Penelitian Sosial terhadap Pembentukan Kebijakan Publik
Baca Juga : Asal-Usul Roh Halus Menurut Kepercayaan Asli Orang Manggarai

Anggota CIKO berangkat ke kampung Wae Tuka untuk mendengar cerita pensiunan guru itu. Namanya Damianus Anam (77). Dia menjadi pensiunan guru sejak 1 Januari 2007 lalu.

Kami menggali informasi seputar kesetiaannya mendengarkan siaran berita radio. Ketika pensiunan guru lainnya sudah beralih mendengarkan siaran lewat handphone Android, Bapak Dami masih setia dengan radio tuanya.

Setiap  pagi sekitar jam 08.00 WITA, Bapak Dami menghidupkan radionya untuk mendengarkan siaran berita dari frekuensi RRI Makassar.

Baca juga :  Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama

“Setiap pagi, jam 08.00 WITA saya biasa menghidupkan radio untuk mendengarkan siaran pagi. Kemudian pukul 14.00 WITA, mendengarkan siaran siang dan pukul 20.00 Wita mendengarkan siaran berita malam. Setiap pagi, saya mendengarkan siaran berita ekonomi, pendidikan, politik, [dan] budaya, baik dalam skala nasional maupun internasional,” ceritanya kepada wartawan, Jumat, (28/5/2021) pagi.

Perjuangan menjadi guru

Damianus mengisahkan bahwa ia tamat Sekolah Rakyat pada tahun 1952. Setelah itu, dia melanjutkan pendidikan di SMP Tubi, Ruteng, Manggarai dan selesai tahun 1963. Setelah tamat SMP, dia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Santo Aloysius Ruteng dan tamat tahun 1966.

Setelah tamat SPG, dia istirahat setahun hingga akhirnya ditempatkan mengajar di Sekolah Dasar Katolik (SDK) Wae Kara, Sambi Rampas, Kecamatan Congkar. Sejak mengajar di sekolah itu, ia menampung gajinya untuk membeli radio. Pada tahun yang sama, setelah menikah dengan pasangan hidupnya, Albina Sopia, dia  memutuskan untuk beli radio.

Baca Juga : Kisah Seorang Difabel di Wodong yang Sukses Jadi Kepala Tukang
Baca Juga : Urgensi Pendidikan Pancasila di Era Milenial

“Saat pergi sekolah di SMP Tubi dan SPG Santo Aloysius Ruteng, saya bersama beberapa teman jalan kaki dari kampung Wae Tua saat liburan atau kembali ke sekolah sambil membawa bekal. Ratusan kilometer saya tempuh dengan jalan [kaki]. Kadang-kadang tidur di rumah orang di tengah jalan. Rute jalan kaki saya masih ingat, Wae Tua-Benteng Jawa-Wae Naong. Menyeberang Sungai Wae Naong. Menuju Pagal-hingga tiba di Ruteng sambil pikul bekal berupa beras dan jagung,” kisahnya.

Baca juga :  Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi

Damianus menjelaskan, sesudah mengajar di SDK Wae Kara, ia pindah ke SDK Ntaram, Congkar Selatan dari Juli 1972 sampai Agustus 1974.

Setelah mengabdi di SDK Ntaram, Ia pindah di SDK Nunuk, Lambaleda dari 1974-1979. Selanjutnya pindah ke SDK Wae Tua dari tahun 1979-hingga Desember 2006. Dan pensiun 1 Januari 2021. Hingga pensiun, ia sudah mengabdi selama 39 tahun untuk Kabupaten Manggarai (sebelum pemekaran) dan di Kabupaten Manggarai Timur sesudah pemekaran.

Peran penting radio

Radio sangat penting pada zaman ketika Bapak Damianus menjadi guru. Selain untuk  mendapatkan berita Nasional dan Internasional, radio juga dibutuhkan untuk memperoleh informasi dari pemerintah kabupaten. Biasanya informasi itu terkait gaji dan pengumuman lain dari Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.

“Saya bersyukur bisa membeli radio dari sisa gaji yang sangat kecil saat itu. Awalnya saya beli radio merk Tens, National dan kini yang masih baik radio dengan merek Panasonic.”

Baca juga :  Seandainya Misa Tanpa Kotbah

“Dulu saya mendengarkan siaran berita BBC London, Radio Australia, RRI, [dan] VOA dari Amerika. Intinya segala informasi berita dunia saya dapat lewat siaran radio. Saya mengetahui perkembangan teknologi, politik dunia dan politik Nasional, perkembangan ekonomi dan informasi perkembangan kemajuan pendidikan dunia,” jelasnya.

Baca Juga : Jacques Ellul tentang Masyarakat Teknologis
Baca Juga : TWK dan Skenario Pelemahan KPK

Setia dengan Siaran Radio di era Digital

Damianus menjelaskan, Radio mengasah keterampilan mendengar. Siaran radio itu sangat lengkap. Selain itu radio bisa dibawa ke kebun. Sambil kerja di kebun sambil dengar siaran radio.

“Siaran radio mampu mengetahui perkembangan politik dunia, ekonomi dunia, perkembangan ilmu pengetahuan. Hingga usia 77 tahun ini, saya tetap setia mendengarkan siaran radio sebagai sumber akurat informasi dari seluruh dunia.”

“Saya dulu sangat terinspirasi oleh misionaris asal Jerman, P. Galus Mittermaier, SVD yang setia bawa radio saat pergi patroli atau di Pastoran. Kami selama 30 tahun sangat akrab dengan Pater Galus. Saya juga wariskan kebiasaan mendengarkan siaran radio kepada anak-anak, memang era-nya sudah berbeda. Di rumah saya tidak pasang televisi,” jelasnya.

Komentar

Berita Terkait

Milenial Promotor Literasi Digital dalam Spirit Keberagaman Agama
Kasus Pasung Baru di NTT Masih Saja Terjadi
Seandainya Misa Tanpa Kotbah
Gosip
Sorgum: Mutiara Darat di Ladang Kering NTT
Tanahikong, Dusun Terpencil dan Terlupakan di Kabupaten Sikka              
Qui Bene Cantat bis Orat (Tanggapan Kritis atas Penggunaan Lagu Pop dalam Perayaan Ekaristi)
Namanya Yohana. Yohana Kusmaning Arum
Berita ini 178 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA