Bubuk Mesiu di Pulau Flores Abad 15-16

- Admin

Sabtu, 13 Januari 2024 - 18:56 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com– Satu dari tiga alasan kenapa Portugis bertahan di Flores dan sekitarnya selama 347 tahun (1512-1859) padahal wilayah itu tidak memiliki cengkeh, pala dan lain-lain seperti di Maluku adalah karena banyaknya gunung berapi di Flores dari ujung timur hingga ke tengah. Gunung berapi atau mereka sebut vulcão di Flores adalah penyumbang terbesar bubuk mesiu di abad 16 yang dipasarkan hingga ke Afrika dan Eropa.

Bubuk mesiu di Flores sendiri sudah ditulis oleh Tom Pires dalam bukunya yang terkenal dengan judul Suma Oriental yang mengatakan “Pulau Solor (Flores) memiliki jumlah asam yang sangat banyak; mengandung banyak belerang, dan produk ini lebih dikenal daripada produk lainnya. Mereka membawa bahan makanan dalam jumlah besar dari pulau ini ke Malaka. Mereka pun membawa asam dan belerang. Belerang ini sangat banyak sehingga mereka membawanya sebagai barang dagangan dari Malaka ke Cochin, Cina, Afrika karena merupakan barang dagangan utama”.

Baca juga :  Hybrid Tourism dan Wisata Super Premium Labuan Bajo  

Bubuk mesiu sendiri berasal dari biji belerang yang dihasilkan oleh letusan gunung berapi. Oleh karena Banda dan Timor tidak memiliki gunung berapi maka Flores menjadi andalan Portugis dimasa itu seperti dikisahkan oleh Tom Pires yang mengatakan “Tuhan menjadikan Timor untuk kayu cendana dan Banda untuk gada dan Maluku untuk cengkeh, dan bahwa dagangan ini tidak dikenal di mana pun di dunia kecuali di tempat-tempat ini; dan saya bertanya dengan sangat rajin bertanya kepada mereka apakah mereka memiliki barang dagangan ini di tempat lain dan semua orang mengatakan tidak”

Selain bubuk mesiu sebagai bahan peledak, 2 alasan lain adalah melimpahnya kayu cendana putih di Solor dan Adonara serta perbudakan yang mudah diperoleh disana. Budak-budak ini memiliki harga yang sama dengan 1 kg cendana dan umumnya dikirim ke pasar Afrik dan Eropa selebihnya dikirim sebagai pekerja kasar pada lahan perkebunan kopi milik kolonial Portugis di Brasil dan wilayah lain di Afrika.

Baca juga :  Sepak Bola dan Flores

Foto ini adalah gunung berapi Lewotobi. Dibawah kaki gunung ini, Portugis membangun sebuah pemukiman yang dilengkapi dengan sebuah gereja bernama Igreja São Domingos sekarang dikenal dengan sebutan San Dominggo- Hokeng.

Nama São Domingos dipakai untuk mengenang kembali kaum Dominikan yang melakukan ekspansi di abad 15 ke wilayah ini dan mendirikan sejumlah Gereja seperti Luis da Maya yang mendirikan Gereja Nossa Senhora da Piedade (Bunda Kita Yang Setia) di pulau Solor, P. Cristovão Rangel yang mendirikan Gereja São João Baptista (Santo Yohanes Pembaptis) (di luar benteng Solor), Gereja Misericórdia (di desa Laboiana; Madre de Deus (Bunda Allah), Gereja São João Evangelista (Santo Yohanes Evangelis) di desa Lamaqueira (Lamakera), António de São Jacinto yang mendirikan Gereja Espírito Santo (Gereja Roh Kudus) (menggantikan Crama); Roque Cardoso yang mendirikan Gereja São Lourenço (Santo Laurensius) di Lavunama (Labonama);

Baca juga :  Fosil Budaya Purba Flores (2)

Nossa Senhora da Esperança (Bunda Harapan Kita), di Boibalo (Waibalun),  Gaspar de Santa Maria yang mendirikan Gereja Nossa Senhora (Bunda Kita), di desa Larantuka,  Francisco Donato yang mendirikan Gereja Santa Luzia, di Sikka dan Paga; Nossa Senhora da Assunção (Bunda Maria Diangkat ke Surga) di Quevá, Gereja São Pedro Mártir (Santo Petrus Martir) di Lena; Gereja Nossa Senhora da Boa Viagem (Bunda Penyelamat Perjalanan Kita) di Dondo, Ende, pantai utara Flores, Crisóstomo de Santiago yang mendirikan Gereja São Domingos (Santo Dominikus) di Numba (Ende), Agostinho do Rosario yang mendirikan Gereja Santa Maria Madalena (Santa Maria Magdalena) di Charaboro (Saraboro), Ende (sekarang Kotaraja atau Paupanda).

Komentar

Penulis : Fransisco Soarez Pati

Berita Terkait

Nama-Nama Orang Flores
Sepak Bola dan Flores
Asal Usul Nama Kewapante
Pengaruh Portugis di Kabupaten Sikka   
Tenggelamnya Kapal O Arbiru, Dili – Bangkok 1973 di Perairan Maumere, Flores
Jejak Portugis di Paga      
Pulau Timor, Satu Ruang Dua Tuan
Fosil Budaya Purba Flores (2)
Berita ini 238 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA