Asal Usul Nama Kewapante

- Admin

Senin, 24 Oktober 2022 - 17:37 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com – Kewapante adalah nama sebuah kecamatan di Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Berjarak 12 km dari Kota Maumere ke arah timur Pulau Flores, Kewapante pada abad ke XV hingga XVIII setidak-tidaknya dipengaruhi oleh 4 budaya dan tradisi yang berbeda-beda antara lain Portugis, Belanda, Goa dan Tionghoa. Sebelum Portugis menginjakkan kakinya di Kewapante pada abad ke XVI, daerah ini sudah memiliki nama lokal yaitu Namang Jawa.   

Sebuah jurnal berbahasa Inggris yang pernah dimuat dalam Majalah Masyarakat Indonesia, Tahun ke-X, No. 1 1983 dengan judul Atakiwan, Casados, And Tupassi: Portuguese Settlement And Christian Communities In Solor And Flores (1536-1630) artinya Atakiwan, Perkawinan Dan Tupassi : Pemukiman Portugis Dan Komunitas Kristen Di Solor Dan Flores (1536-1630) menguraikan bahwa setelah Portugis berhasil mendirikan  dua buah Gereja di Solor, bangsa kolonial ini kemudian melakukan perluasan wilayah taklukan ke arah Selatan (Larantuka, Sikka, Paga dan Pulau Ende, Lena, Nunas (Numba), Curroralas (Kurorala) dan Charaboro (Saraboro) juga ke arah utara Pulau Flores yaitu Kewapante dan Dondo.

Pada masa kejayaannya di abad XV hingga XVII untuk menunjukkan kekuasaan de facto-nya atas daerah taklukan (conquest area) maka setiap wilayah yang ditaklukan oleh Portugis akan diubah namanya dengan nama Portugis seperti Nusa Nipa nama asli pulau Flores sejak masa prasejarah menjadi Cabo das Flores, Lomblen menjadi Lego Leva kemudian menjadi Lewoleba (ibukota Kabupaten Lembata), Bai balo yang kemudian menjadi cikal bakal nama Waibalun serta Nusa Eru Mbinge sebagai nama asli pulau Ende menjadi Ilha Grande.

Baca juga :  Pulau Timor, Satu Ruang Dua Tuan

Setelah tiba di pesisir utara Pulau Flores, Portugis kemudian menamakan wilayah pesisir laut Flores itu dengan nama “Queva” yang artinya jatuh/takluk. Setelah Portugis menamakan wilayah itu dengan nama “Queva” maka pada periode dimana wilayah ini telah mendapat pengaruh dari Kerajaan Goa dari Sulawesi Selatan yang diduga setelah Portugis dan Belanda menandatangani Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portuguese E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor yang artinya Perjanjian Demarkasi Dan Pertukaran Beberapa Kepemilikan Portugis dan Belanda Di Kepulauan Solor dan Timor pada tanggal 20 April 1859, maka nama Queva yang telah diberikan oleh Portugis ditambahkan dengan kata “Pantai” dari kosakata bahasa Melayu. Dugaan penulis penambahan kata “pantai” di belakang kata “Queva” karena letak geografis wilayah ini yang berada di pinggir laut pulau Flores.

Penaklukan wilayah di pinggir laut Flores oleh bangsa kolonial Portugis yang kemudian diberi nama “Queva” ini dalam pengertian bahwa wilayah itu telah dijadikan oleh Portugis sebagai wilayah evangelisasinya, sesuai dengan strategi bangsa kolonial Portugis yaitu Feitaria, fortaleza, a Igreja yang artinya perdagangan, dominasi militer dan evangelisasi. Dalam versi bahasa Inggris Feitaria, Fortaleza, a Igreja kemudian ditafsirkan menjadi Gold, Glory, Gospel.

Pada saat wilayah utara Pulau Flores khususnya “Queva” dan Dondo jatuh dalam penaklukan Portugis, bangsa kolonial Portugis belum mendirikan Gereja ataupun benteng pertanahan sebagaimana yang dilakukannya di pulau Solor dan Adonara, Larantuka dan Sikka. Kolonial Portugis juga tidak menjalankan misi politica asimilados atau cassados serta moradores di tanah yang baru di wilayah ini yaitu strategi politik yang dilakukan dengan cara menikahi wanita lokal atau anak raja agar kehadirannya di daerah taklukan mendapat dukungan dari warga/raja setempat serta mendirikan pemukiman di wilayah sekitar Queva.

Baca juga :  Pengaruh Portugis di Kabupaten Sikka   

Padahal misi bangsa kolonial Portugis yang dititahkan oleh Raja Portugal melalui Decreito Real de Portuguese tanggal 15 Maret 1538 yaitu sebuah keputusan raja yang memberikan hibah khusus kepada pria Portugis, yang sudah menikah dan menetap serta mengolah tanah tanah air baru (terra novo) di luar tanah Eropa, telah memberikan keistimewaan bagi pria Portugis yang menjalankan misi di seberang lautan. “By taking root in their new homelands they would at the same time roots for Portuguese interest” yang artinya dengan mengakar di tanah air baru mereka, mereka pada saat yang sama akan mengakar untuk kepentingan Portugis, demikian diuraikan dalam artikel Atakiwan, Casados, And Tupassi: Portuguese Settlement And Christian Communities In Solor And Flores (1536-1630).

Di wilayah utara pulau Flores, Portugis hanya meninggalkan nama “Queva” dan Dondo. Pada periode berikutnya Santo Fransiskus Xaverius yang baru saja kembali dari Ternate, Maluku Utara untuk misi evangelisasinya, menginjakkan kakinya di Kolisia, sebuah wilayah berjarak 12 km dari kota Maumere ke arah utara Pulau Flores. Tempat yang disinggahi oleh Santo Fransiskus Xaverius sekembalinya dari Maluku ini kemudian hari dikenal dengan nama Wair Noke Rua (mata air suci).

Baca juga :  Hybrid Tourism dan Wisata Super Premium Labuan Bajo  

Sedangkan nama “Queva” dituturkan secara turun temurun dari generasi ke generasi dengan menambahkan kata “pantai” (Queva Pantai). Aksen lokal warga setempat serta masyarakat Maumere pada umumnya kemudian menyebut “Queva – Pantai” dengan nama Kewapante.

Selain mendapat pengaruh dari Portugis sehingga wilayah ini bernama Queva Pantai, wilayah ini pun menyisahkan kenangan akan jejak kehadiran Tionghoa serta Kerajaan Goa dimana selain memiliki nama Kewapante, wilayah ini juga memiliki nama lain yaitu Geliting (Goe Lie Thing) dan Bajo dari nama suku Bajo yang diperkenalkan oleh para pedagang pada masa kerajaan Goa.

Saat ini nama resmi wilayah tersebut adalah Kewapante yang sesungguhnya berasal dari kata “Queva dari bahasa Portugis dan Pantai dari bahasa Melayu”, yang artinya wilayah taklukan di pesisir pantai.

Sumber Tulisan :

– Atakiwan, Casados, And Tupassi: Portuguese Settlement And Christian Communities In Solor And Flores (1536-1630)

-Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portuguese E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor, 20 de Abril de 1859

Komentar

Berita Terkait

Bubuk Mesiu di Pulau Flores Abad 15-16
Nama-Nama Orang Flores
Sepak Bola dan Flores
Pengaruh Portugis di Kabupaten Sikka   
Tenggelamnya Kapal O Arbiru, Dili – Bangkok 1973 di Perairan Maumere, Flores
Jejak Portugis di Paga      
Pulau Timor, Satu Ruang Dua Tuan
Fosil Budaya Purba Flores (2)
Berita ini 486 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA