Hybrid Tourism dan Wisata Super Premium Labuan Bajo  

- Admin

Selasa, 11 Oktober 2022 - 21:47 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com- Penetapan Labuan Bajo sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) merupakan bagian utuh dari program pemerintah pusat dalam upaya mendongkrak pengembangan pariwisata di wilayah timur Indonesia. Hal ini terepresentasi melalui proyek percepatan pembangunan sarana dan prasarana, pembenahan infrastruktur jalan, penataan kawasan, pengadaan air bersih, manajemen pengelolaan sampah, sanitasi, dan relokasi penduduk dengan tujuan untuk mengubah wajah Labuan Bajo di mata wisatawan domestik dan mancanegara (domestic and foreign tourists).

Branding super premium yang melekat pada kota nelayan kecil di ujung barat Pulau Flores itu bukan tanpa alasan. Berbagai fasilitas penunjang wisata yang didukung dengan potensi wisata bahari, budaya dan keunikan binatang purba (varanus komodoensis) menjadi kekuatan utama dalam menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Labuan Bajo.

Namun tak dapat dimungkiri pula bahwa respons masyarakat terhadap proyek dan aktivitas wisata super premium perlu menjadi bahan evaluasi dan koreksi terhadap pemerintah. Secara de facto, masyarakat masih enggan untuk menjadikan momentum ini sebagai peluang bisnis yang menguntungkan. Selain itu, minimnya pemahaman masyarakat terkait substansi wisata super premium juga menjadi problematika yang belum ditanggapi dengan baik hingga sekarang ini.

Super premium, sebagai suatu istilah, tidak memiliki batasan defenisi. Premium bukan saja soal harga yang mahal, tetapi lebih dari itu premium mengandung arti kekhasan atau kekhususan (hanya ada di Labuan Bajo). Definisi ini menuntut sebuah keunggulan dalam berbagai aspek yang dapat menunjang kegiatan pariwisata yang berkualitas baik dari segi produk, pelayanan maupun konsep berwisata itu sendiri. Dengan kata lain, brand wisata super premium mesti terepresentasi melalui bobot kepariwisataan di kawasan Labuan Bajo, bukan semata-mata karena biaya atau ongkos wisata yang melangit.

Pertanyaan selanjutnya, apakah pelakasanaan wisata premium ini sudah memberikan dampak secara signifikan bagi kemajuan perekonomian masyarakat lokal? Direktur utama Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores, Shana Fatina melalui media RM.id (Rabu, 29/12/2020) mengatakan, 85% kebutuhan barang di kota premium didatangkan dari luar Provinsi NTT. Hal ini menuntut Pemprov NTT dan Pemkab Mabar untuk memaksimalkan konsumsi produk lokal sebagai support system bagi kemajuan pariwisata Flores. Langkah ini tentu tidak mudah dan membutuhkan kesadaran penuh dari masyarakat maupun pemerintah setempat terkait pentingnya menumbuhkembangkan kreativitas dan daya saing dalam mendukung wisata super premium Labuan Bajo.

Baca juga :  Apakah Gereja Seharusnya Berpolitik?

Persoalan lain yang terus menjadi momok wisata super premium Labuan Bajo ialah manajemen tourism image dalam hubungannya dengan tourism expectation atau tourism intention. Hasil penelitian Akhrani dan Azhar terhadap 141 wisatawan yang telah dan akan berwisata ke Labuan Bajo menunjukkan adanya hubungan korelatif antara ketiga elemen tersebut.

Ditemukan bahwa pengetahuan, prasangka, dan imajinasi para wisatawan terhadap daerah wisata Labuan Bajo akan mendorong intensi berkunjung ke Labuan Bajo, meskipun mereka tidak pernah atau belum memiliki pengalaman langsung berwisata ke Labuan Bajo (Akhrani dan Azhar, 2021). Penelitian ini menunjukkan pentingnya perhatian terhadap ‘psikologi wisatawan’.

Dengan demikian, wisata super premium Labuan Bajo tidak dapat hanya bersandar pada gedung-gedung yang mentereng atau jalan raya yang mulus dan mengkilap. Karena itu, diperlukan strategi alternatif lainnya agar aktivitas pariwisata Labuan Bajo mampu menjawab ekspektasi dan psikologi wisatawan.  

Di tengah diskursus tersebut, penulis memproposalkann konsep baru dalam pendekatan pariwisata yakni Hybrid Tourism. Penulis juga berupaya untuk mendiseminasikan konsep tersebut, sehingga bisa menjadi model berwisata yang ideal di kota super premium.

Hybrid Tourism?

Hybrid tourism atau wisata hibrida merupakan penyilangan (crossing) dengan mengombinasikan dua atau lebih aktivitas yang berbeda (bekerja sambil berwisata ataupun belajar sambil berwisata). Pariwisata hibrida adalah salah satu segmen pengembangan pariwisata yang paling cepat berkembang (Balmford et al., 2009). Trend tersebut terjadi karena saat ini gagasan hibrida dalam dunia pariwisata menjadi suatu kebutuhan yang aktual dan kontekstual untuk diterapkan (Dreher dan Baechtold, 2013).

Hybrid atau Hibrida diserap dari istilah biologi yang artinya generasi hasil persilangan antara dua atau lebih populasi yang berbeda untuk menghasilkan varietas baru yang lebih unggul dan berkualitas. Hal serupa juga terjadi dalam sebuah pendekatan pariwisata yang baru, yakni dua hal yang berbeda dari segi aktivitas dan tujuan dikemas menjadi satu kesatuan dalam pelaksanaanya tanpa mengubah maksud dan tujuan dari aktivitas yang dicampurkan. Dalam konteks ini, dunia pariwisata membutuhkan gagasan hibrida sebagai upaya menjawabi kebutuhan manusia akan berwisata yang seringkali terkendala oleh tuntutan pekerjaan dan perubahan motivasi kunjungan wisatawan yang sangat beragam.

Penerapan wisata hibrida dapat ditinjau dari perubahan perilaku wisatawan yang mengarah pada proses peleburan dua atau lebih aktivitas yang berbeda pada waktu yang bersamaan. Peleburan tersebut membentuk perilaku baru yang secara sadar dilakukan, sehingga tercapai dua tujuan yang berbeda secara bersamaan. Perilaku baru inilah yang dinamakan sebagai Perilaku/Aktivitas Hibrida (Hybrid Activity). 

Baca juga :  Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Hybrid Tourism dan Labuan Bajo

Eksistensi Labuan Bajo sebagai kota pariwisata super premium tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi pemuasan (satisfying) antara penawaran (supply) dengan kebutuhan wisatawan atau permintaan (demand). Hal ini terjadi karena pendekatan pengembangan pariwisata tidak hanya berpatokan pada sisi penawaran, tetapi juga perlu menganalisis tingkat permintaan wisatawan sehingga dapat diterima dan diapresiasi oleh pasar wisatawan (Nugraha, 2008).

Lalu, apa kaitannya dengan Hybrid Tourism dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengembangan pariwisata Labuan Bajo di masa mendatang? Hybrid Tourism sendiri merupakan trend berwisata masa kini yang dimaksudkan untuk mengakomodasi kebutuhan wisatawan yang ingin belajar sambil berwisata (learning while leasure) ataupun bekerja sambil berwisata (working while leasure).

Apabila ditinjau dari definisinya, Hybrid Tourism sendiri memiliki keunggulan dibandingkan dengan konsep berwisata lainnya. Konsep ini mengutamakan aspek edukasi (education aspect) dan menawarkan pengalaman yang nyata dan berkualitas (based on experience). Sebab, sebuah aktivitas berwisata tidak hanya tentang memperoleh kesenangan (how to get a pleasure), tetapi juga tentang pengalaman dan bagaimana memperoleh pengetahuan (how to get a knowledge).

Sebagai contoh, seorang wisatawan yang menemukan keunikan dari suatu objek, sebut saja Komodo, tentu mengimajinasikan konteks sejarahnya dan alasan yang menyebabkan kadal raksasa ini bisa menaklukkan mangsanya dengan mudah. Situasi ini dapat kita katakan sebagai fenomena hybrid tourism. Bahwa berwisata merupakan perjalanan dengan pertanyaan tentang suatu kehidupan atau benda yang unik dan hal ini hanya akan terjadi apabila setiap wisatawan memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap esensi turisme atau travellling itu sendiri.

Berwisata hybrid ke Labuan Bajo bisa menjadi sebuah strategi marketing dalam menarik minat wisatawan. Mengapa demikian? Pariwisata selalu identik dengan trend atau kecenderungan yang sifatnya dinamis. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah perencanaan strategis dalam menganalisis travel charateristics and motivations sebagai dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap pemilihan destinasi (destination chosen). Berdasarkan pengamatan penulis dan melalui interaksi langsung dengan para wisatawan (domestik dan mancanegara), motivasi belajar budaya, peninggalan sejarah, dan keunikan tempat wisata merupakan tiga elemen penting yang mendorong para wisatawan untuk berwisata.

Baca juga :  Colin Crouch tentang Post-Demokrasi

Learning motivation sebagai prioritas dalam berwisata tentu menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan terhadap pengembagan pariwisata di daerah. Isu konservasi di balik status Labuan Bajo sebagai kawasan wisata premium menarik untuk dikaji bersama. Artinya, konservasi (conservation) dan hybrid tourism merupakan dua gagasan penting yang saling menguntungkan satu sama lain atau lazim disebut simbiosis mutualisme. Terkati dengan ini, pemerintah daerah dapat menjadikan konsep hybrid tourism sebagai upaya mendukung aksi real terhadap konservasi yang menjadi payung utama dari pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development).

Pada praktiknya, Hybrid Tourism sebagai model berwisata yang mengutamakan aspek edukasi akan memberikan dampak positif bagi masyarakat maupun bagi wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi atau daerah tujuan wisata. Dampak positif bagi masyarakat lokal sebagai pelaku pariwisata adalah adanya keinginan untuk meng-upgrade wawasan terkait objek wisata, sehingga mampu menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh wisatawan.

Dampak positif bagi wisatawan sendiri adalah memiliki pengalaman baru sekaligus tercapainya kebutuhan akan belajar selama melakukan travelling. Namun diperlukan pendekatan khusus, seperti deep socialization, seminar, webinar atau workshop seputar pariwisata agar penerapan hybrid tourism tidak menimbulkan pemahaman yang timpang.

Dengan demikian, konsep Hybrid Tourism bisa menjadi win solution di tengah minimnya kekuatan narasi di balik atraksi objek wisata (tourism object) dan kearifan lokal (local wisdom) yang kita miliki. Mengingat Labuan Bajo sebagai salah satu destinasi wisata kelas dunia, peluang tersebut perlu diperkuat dengan terus melakukan peningkatan kualitas pelayanan, keamanan dan kenyamanan, dan melakukan berbagai inovasi terhadap potensi daya tarik wisata alam dan budaya, serta menciptakan kualitas berwisata yang memberikan jaminan kepuasan bagi para pengunjung. Dengan strategi tersebut, label atau impian “wajah baru” Labuan Bajo itu benar-benar nyata, bukan sekadar bualan.

*Adrianus Peat adalah salah satu pemerhati dan pegiat pariwisata. Setelah menamatkan pendidikan sarjana Pariwisata dari Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta, Adrianus Peat aktif melakukan penelitian terkait isu dan persoalan seputar pariwisata di Labuan Bajo. Adrianus Peat dapat dihubungi melalui email adrianuspeat@gmail.com.  

Komentar

Berita Terkait

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024
Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas
Berita ini 339 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA