Indodian.com – Jauh sebelum kedatangan bangsa Portugis dan konektivitas para pedagang Arab, Ternate, Sulawesi, Palembang ke wilayah kepulauan Nusa Tenggara Timur (mereka menyebutnya insulinda ilhas), agama asli orang Flores dan sekitarnya adalah menyembah pohon dan arwah leluhur. Agama asli itu perlahan memudar di abad kelima belas setelah Portugis memperkenalkan agama Katolik kepada orang Flores dan sekitarnya.
Belum genap 1 abad Portugis berkuasa di Flores dan sekitarnya, bangsa Eropa itu harus bersaing dalam hal perdagangan dengan para pedagang Arab, Ternate, Sulawesi, Palembang. Akibat dari adanya proses sosialisasi antara warga pribumi dengan para pedagang maka orang Flores dan sekitarnya termasuk orang Timor (barat dan Timur) yang masih menganut kepercayaan asli kemudian menganut agama Islam.
Meskipun agama Islam bukan merupakan agama mayoritas di pulau Flores dan sekitarnya ataupun di Nusa Tenggara Timur tetapi sejak ratusan tahun yang lalu masyarakat pribumi yang sudah menganut agama Islam mendapatkan tempat yang sama dan sederajat dengan penganut agama Katolik seperti di Adonara, Lembata, Solor juga pulau Ende. Umumnya penganut agama Islam mendiami wilayah pesisir sedangkan penganut Katolik mendiami wilayah pegunungan.
Nama Orang Flores
Kehadiran Portugis di pulau Flores dan sekitarnya berdampak secara langsung kepada masyarakat sekitar yang sebagian secara sukarela memilih untuk dibaptis dan sebagian lainnya dipaksa untuk dibaptis menjadi Katolik. Bangsa Portugis yang membawa serta para misionaris dari ordo Dominican sesuai dengan misinya yaitu Feitaria, Fortaleza, Igreja atau lazim dikenal dengan istilah Gold, Glory, Gospel ini kemudian memilih nama-nama Nasrani untuk diberikan kepada orang Flores dan sekitarnya.
Jika sebelum menganut agama Katolik seseorang memiliki nama (misalnya Du’a Goit) maka setelah dipermandikan/ dibaptis, ia akan diberikan nama baptis yang diletakan di depan namanya sehingga menjadi Clementina Du’A Goit. Dalam beberapa kasus warga pribumi yang memiliki kedekatan personal dengan para misionaris atau pemimipin kolonial Portugis di pulau Flores dan sekitarnya diberikan marga-marga Portugis.
Di abad ke XVII hingga pertengahan abad XVIII, nama-nama orang Flores dan sekitarnya pada umumnya 100% identik dengan nama-nama Portugis seperti Joao, Antonio, Simao, Claudio, Bernardo, Aprilio, Jose, Pedro, Dominica, Fransisco, Edmundo, Alberto dan lain-lain yang tentu saja nama lokal ala orang Flores dan sekitarnya pun tetap dipakai.
Namun demikian sejak tahun 1859 pasca Portugis memindahkan seluruh kekuasaannya ke pulau Timor bagian timur, maka sebagai gantinya orang-orang Flores dan sekitarnya yang sudah menganut agama Katolik dilayani oleh para misionaris asal Belanda dari ordo Jesuit. Sedangkan misionaris dari ordo Dominican harus melayani orang-orang Katolik di pulau Timor bagian timur (baca: Timor Leste) mengikuti tuannya yaitu bangsa Portugis. Ordo Jesuit yang sebelum menginjakan kaki di Pulau Flores dan sekitarnya telah melayani orang-orang Katolik di pulau Jawa (Batavia dan Semarang), kemudian membuat sebuah kebijakan baru yaitu semua nama-nama baptis orang Katolik harus dipribumikan.
Karena itu nama-nama orang Flores dan sekitarnya seperti contoh di atas antara lain Joao, Antonio, Simao, Claudio,Bernardo, Aprilio, Jose, Pedro, Dominica, Fransisco, Edmundo pun harus diubah seturut kebijakan Jesuit. Joao menjadi Yohanes, Antonio menjadi Antonius, Simao menjadi Simeon, Claudio menjadi Claudius, Bernado menjadi Bernadus, Jose menjadi Yoseph/Joseph, Pedro menjadi Petrus, Dominica menjadi Dominicus, Fransisco menjadi Fransiskus, Edmundo menjadi Edmundus, Alberto menjadi Albertus dan seterusnya.
Kebiasaan untuk memberi nama baptis ala Jesuit ini kemudian dipergunakan secara terus menerus hingga saat ini. Pasca menjadi bagian dari negara dan masyarakat Indonesia, sejumlah orang Flores kemudian memilih untuk kembali ke akar nama orang Katolik yang sesungguhnya diberikan oleh bangsa Portugis sebagai peletak dasar agama Katolik di pulau Flores dan sekitarnya.
Sumber : Karel Steenbrink, Orang-Orang Katolik Di Indonesia, 1808-1942, Sebuah Profil Sejarah, Jilid I, Penerbit Ledalero, Cetakan I, April, 2006