Apakah Gereja Seharusnya Berpolitik?

- Admin

Senin, 11 Oktober 2021 - 19:49 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Iman akan Allah yang Semakin Benar dan Dalam

Alasan fundamental ketiga bagi Gereja untuk berpolitik adalah imannya akan Allah yang hidup. Yesus datang ke dalam dunia untuk membawa kepenuhan hidup bagi semua orang tanpa kecuali dan ingin agar mereka sungguh memperoleh kepenuhan hidup sebagai manusia.

 Menurut Uskup Romero, kebenaran iman ini akan menjadi sungguh nyata dan radikal ketika Gereja masuk ke dalam soal-soal yang menyangkut hidup dan mati dari umatnya (the heart of life and death of its people). Dalam situasi seperti ini, Gereja menghadapi dua pilihan: entah memilihmemihak kehidupan atau memilih mendukung kematian orang miskin yang dieksploitasi.

Bagi Gereja Kristus, bersikap netral di dalam situasi ini adalah sebuah pilihan yang tak mungkin.5  Dengan kata lain, tidak ada pilihan lain bagi Gereja selain memilih memihak orang miskin yang tertindas dan dengan melakukan hal ini Gereja sudah sedang berpolitik. Gereja berpolitik dengan mencela dan menyerukan kutukan bagipenyebab utama kemiskinan dari orang miskin, yakni sistem sosio-ekonomi dan politik yang tidak adil.

Makna Dimensi Politik Gereja

Dalam percakapan umum, terutama dalam dunia sekuler, politik sering diasosiasikan dengan sesuatu yang kotor atau tidak jujur. Politik sering dimengerti sebagai hal yang berkaitan dengan kebohongan atau propaganda yang melibatkan korupsi, manipulasi dan perjuangan untuk kepentingan kelompok sendiri. Namun, seperti diingatkan Leo Boff, politik yang dimengeri demikian adalah politik yang sudah rusak atau politik yang telah menjadi patologis.

 Politik dalam pengertian dan tujuannya yang asli adalah sangat mulia dan positif seperti yang diajarkanpemikirAristoteles bahwamanusia dari kodratnya adalah makhluk politis (political animals).6 Karena bagi Aristoteles, politik tidak lain dari pengorganisasian dari kebutuhan hidup bersama manusia. Sehingga menurut dia, politik merupakan  kodrat dasar makhluk manusia  yang yang adalah makhluk pribadi dan makhluk sosial sekaligus.7

Baca juga :  Tujuh Cara Bergembira dalam Politik ala Relawan Pendekar Indonesia

Ketika Gereja berbicara tentang dirinya sebagai entitas yang politis, maka ia berbicara tentang politik dalam arti positif seperti yang diajarkan oleh pemikirAristoteles dan secara profetis mencela patologi-patologinya yang membelenggu manusia.

Pertama, Gereja berpolitik sebagai respon terhadap kebutuhan sosial politik dunia. Dalam pengertian positif, politik sesungguhnya sangat fundamental bagi iman Kristen. Ke dalam politik dalam arti positif ini Gereja dipanggil untuk terlibat mempromosikan Injil kasih, namun tanpa harus menjadikan sebagai salah satu entitas yang secara langsung bersaing dengan lembaga-lembaga politik partisan. Seperti yang dijelaskan oleh Uskup Romero, politik bagi Gereja tidak lain daripada sebuah tanggapan Gereja terhadap masalah ketakadilan sosial ekonomi dan politik yang di dalamnya Gereja ada dan hidup.

Dengan kata lain, bagi Gereja, terlibat dalam politik tidak lain berarti secara profetis memihak kaum miskin dan bersikap solider dengan mereka, dan mengecam setiap struktur sosial sebagai penyebabnya. Dengan demikian, bersifat politis bagi Gereja adalah sebuah panggilan yang mulia dan menjadi bagian konstitutif dari pelayanan kenabiannya.

Kedua, Gereja berpolitik untuk menegakkan keadilan. Bagi Gereja, dimensi politik dirinya lahir dari dan bertujuan untuk membela dan menegakkan keadilan bagi semua orang –perlindungan terhadap martabat setiap pribadi manusia dan integritas alam ciptaan sebagai sumber hidup manusia – seperti yang direncanakan oleh Allah pencipta. Sebagai sebuah kelanjutan dari misi pembebebasan dari Allah (missio Dei), salah satu alasan keberadaan (raisond’etres) Gereja adalah untuk menegakkan keadilan dan membebaskan umat manusia dari semua bentuk penindasan, sebagaimana ditegaskan oleh dokumen Sinode Para Uskup Katolik sedunia tahun 1971 Justice in the World.8

Ketiga, dimensi politik Gereja mengalir dari inti iman kristen. Di Puebla, para uskup Katolik mengklaim bahwa kehadiran politik Gereja di dunia bahkan mengalir dari inti iman Kristen: “Sungguh, kebutuhan akan kehadiran Gereja dalam politik berasal dari kekedalaman iman Kristen sendiri: ke-Allah-an Kristus meluas selama-lamanya. Kristus memeterai persaudaraan akhir dari seluruh umat manusia, setiap pribadi manusia adalah sama baiknya dengan setiap pribadi yang lain: “Kalian semua adalah satu di dalam Kristus Yesus” (Gal 3:28).10

Baca juga :  Neoliberalisme dan Korosi Ekologi

Mengomentari Dokumen Puebla No.516, Leo Boff mengatakan bahwa Gereja akhirnya menegaskan bahwa pemahaman tentang kekuasaan Yesus sebagai Tuhan juga merangkum ranah politik. Karena pada dasarnya Yesus adalah Tuhan atas segala sesuatu, termasuk Tuhan atas tata dunia sosial ekonomi dan politik.Selain itu, politik juga bisa ditelusuri hingga keinti dari komitmen pelayanan misioner Gereja untuk melayani Kerajaan Allah.Tentang hal ini, Leo Boff menulis:

[Di Dokumen Puebla No.615] politik dipahami dalam konteks Ketuhanan Yesus Kristus. Ia tidak hanya Tuhan atas tempat-tempt kecil seperti hati, jiwa atau Gereja. Ia adalah Tuhan atas seluruh alam semesta, atas hal-hal besar seperti politik. Politik seharusnya berhubungan dengan Kerajaan Allah karena ituiaharus berhubungan dengan keadilan, sebuah kebaikan mesianis [huruf miring di sini adalah dari saya]. Umat Kristen perdana yang mengaku “Yesus adalah Tuhan” [sebenarnya] sedang membuat sebuah pernyataan politik.11

Berdasarkan ajaran Gereja dalam Lumen GentiumNo. 34 dan Ensiklik Octogesima Adveniens No. 46, Leo Boff lebih lanjut mengatakan bahwa minat Gereja dalam  politik merupakan sebuah jalan untuk menyembah Tuhan dan dengan melakukan hal demikian Gereja menguduskan dunia bagi Allah. Bagi Gereja, mempraktikkan politikberartimemperjuangkan keadilan bagi semua orang dan perjuangan ini memuliakan Allah sendiri. Dengan demikian, komitmen politikGereja merupakan ekspresi cinta Kristiani yang sejati bagi sesama terutama mereka yang miskin dan tertindas.12  


Footnote

1 Untuk mendapat informasi lengkap tentang industri pertambangan di Flores dan kompleksitas masalahnyas, bisa lihat JPIC-OFM Indonesia, Mencegah Tanah Manggarai Hancur: Investigasi JPIC OFM Indonesia tentang Pertambangan di Manggarai dan Dampaknya Kini dan di Masa Depan (Jakarta: Sekretariat JPIC-OFM Indonesia, 2008), Alexander Jebadu dkk (eds.), Pertambangan di Flores-Lembata: Berkah atau Kutuk? (Maumere/Flores: Penerbit Ledalero, 2009), Ferdy Hasiman, Monster Tambang: Gerus Ruang Hidup Warga NTT (Jakarta: JPIC-OFM Indonesia, 2014) atau Alexander Jebadu, The Impact of Ecological Exploitation on People and Nature: A Missiological Investigation on Extractive Industry with a Case Study in Flores-Indonesia (dissertasi doktoral, Rome: Pontifical Urbanian University, 2014) khususnya Bab II “Mining Industry in Flores and Its Problems,” hal. 69-156 atau Alexabder Jebadu, Bahtera Terancam Karam: Lima Masalah Sosial Ekonomi dan Politik yang Mengancam Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (Maumere: Penerbit Ledalero, 2019) 113-283.

Baca juga :  Pendekar Indonesia Menggelar Simulasi Pasangan Calon Pimpinan Nasional 2024

2Leo Boff, Church, Charism and Power: Liberation Theology and the Institutional Church (London: SCM Press Ltd, 1985), p. 26.

3Egiguren Antonio OFM, “Vatican II and Mission: Some Comments from the Periphery” in SEDOS Bulletin September-October 2012, Volume 44, No. 9/10, pp. 291-292. Keterlibatan Gereja dalam politik yang membuat Gereja tidak dipercaya dalam kalimat pertama dari Egiguren dalam kutipan ini adalah politik dengan huruf p kecil.Apa persis yang dimaksudkan dengan politik dengan huruf p kecil, kita akan kembali lagi kepada tema ini pada bagian lain dari artikel ini.

4Ibid. p. 299.

5Ibid. p. 300.

6 Leo Boff, Church: Charism, Ibid., p. 26

7Gonzalo Medina Villagràn, “Mancharse Las Manos en El Escenario Polìtico,” dalam Saltarrae: Revista de Teologìa Pastoral (Santander, Espaňa, No. 1.180, Julio-Agosto 2013), p. 620

8Sinode Para Uskup Katolik Sedunia,Justice in the World (Roma, 6 November 1971), No. 6 and 36.

9Leo Boff, Church: Charism, Ibid., p. 23.

10Dokumen Puebla, Evangelization at the Present and in the Future of Latin America(Puebla Mexico, January– February 1979), No. 516.

11Leo Boff, Church: Charism, Ibid., p. 26.

12Leo Boff, Church: Charism, Ibid.

Komentar

Berita Terkait

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024
Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas
Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan
Berita ini 602 kali dibaca

Berita Terkait

Selasa, 28 November 2023 - 23:35 WITA

Fakultas Filsafat Unwira Adakan Seminar Internasional sebagai Bentuk Tanggapan terhadap Krisis Global    

Sabtu, 11 November 2023 - 11:33 WITA

Tujuan Politik adalah Keadilan bagi Seluruh Rakyat

Jumat, 23 Juni 2023 - 07:01 WITA

Komunitas Circles Indonesia: Pendidikan Bermutu bagi Semua

Rabu, 17 Mei 2023 - 11:05 WITA

Mencerdaskan Kehidupan Bangsa melalui Kelas Belajar Bersama

Kamis, 4 Mei 2023 - 14:47 WITA

Mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero Mengadakan PKM di Paroki Uwa, Palue   

Sabtu, 25 Maret 2023 - 06:34 WITA

Masyarakat Sipil Dairi Mendesak Menteri LHK Cabut Izin Persetujuan Lingkungan PT. DPM  

Sabtu, 21 Januari 2023 - 06:50 WITA

Pendekar Indonesia Menggelar Simulasi Pasangan Calon Pimpinan Nasional 2024

Selasa, 17 Januari 2023 - 23:01 WITA

Nasabah BRI Mengaku Kehilangan Uang di BRImo

Berita Terbaru

Pendidikan

Kaum Muda dan Budaya Lokal

Jumat, 15 Mar 2024 - 19:27 WITA

Politik

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Rabu, 21 Feb 2024 - 19:07 WITA

Politik

Demokrasi dan Kritisisme

Minggu, 18 Feb 2024 - 16:18 WITA