Lelaki Banyak Masalah

- Admin

Kamis, 30 Maret 2023 - 19:39 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com– Sebelum aku, mungkin sudah ada yang pernah merasakan hal demikian. Kadang aku berpikir untuk melenyapkan diriku dari tatapan bumi ini sebab tak seorang pun tahu kalau aku punya masalah. Banyak kali aku mendengar cerita orang-orang sekampungku tentang masalah hidup mereka. Ada masalah keluarga, masalah sekolah, masalah uang, masalah tanah, masalah utang dan banyak lagi. Hampir semuanya mempunyai banyak masalah.

Bahkan ada yang suka cuma mencari masalah. Saban hari Opa pernah bilang padaku:

Nak, kalau kamu jalan di dekat pohon ketapang itu, kamu jalan lurus saja. Kamu jangan menoleh ke kiri atau ke kanan”

“Kenapa Opa, ada apa memangnya di sana?”, kataku dengan penuh penasaran.

 “Ada sekumpulan orang di sana yang pagi, siang, malamnya hanya mabuk. Mereka selalu menahan orang yang lewat untuk meminta uang. Mereka tidak peduli entah laki-laki atau perempuan. Pada suatu pagi, mereka menahan seorang laki-laki paruh baya yang mengendarai Motor Win 100.  Mereka membongkar isi tasnya dan orang itu hanya diam tak melawan”, opa kemudian terhenti lalu melanjutkan kisahnya.

“Ternyata lelaki paruh baya itu adalah seorang pastor yang baru pulang misa di sebuah stasi. Setelah itu, mereka lari ketakutan tanpa meninggalkan jejak. Sungguh malang nasip mereka sampai tidak tau bahwa hari itu hari minggu. Setelah kejadian itu baru mereka mulai takut berkumpul pada hari minggu. Pengalaman itu tidak membuat mereka berhenti mabuk”, kata Opa dengan kata terbata-bata.

Setahuku banyak dari mereka mempunyai tanah dan hasilnya pun begitu melimpah Opa”, lanjutku agar pembicaraan Opa tidak terputus.

“Begitulah orang-orang di kampung kita, Nak. Hidup sudah miskin tetapi masih suka mabuk. Opa berharap kamu menjadi pribadi yang bekerja keras”, pesan Opa.

“Siap Opa”, kataku dengan penuh keyakinan.  

Baca juga :  Seratus Jam Mencari Sintus

Sebenarnya kata-kata terakhir Opa yang menjadi masalah dalam pikiranku. Kok bisa setiap masalah selalu kujadikan masalah dalam benakku. Ada apa sebenarnya dengan masalah. Mungkinkah saya yang bermasalah ataukah masalah datang dan aku tidak mempunyai kemampuan  dalam menerima dia dalam diri saya.

Layaknya sepasang kekasih yang belum siap untuk menempa masa depan mereka dengan alasan pendidikan belum menjamin. Semoga aku tidak punya masalah dengan masa depanku. Aku cukup yakin saja. 

***

Setelah lulus pendidikan jenjang SMA, atas anjuran Opa, aku melanjutkan kuliah di kampus ternama di Jawa dengan mengambil jurusan pertanian. Sebab harapan Opa setelah lulus kuliah aku kembali mengelola tanah miliknya dengan keahlian yang telah kuperoleh. Setidaknya aku jadi petani yang kreatif dan sukses seperti almarhum ayahku yang sangat dijunjung tinggi oleh orang sekampungku berkat kesuksesannya jadi seorang petani dan pengusaha.

Nama baiknya selalu kudengar dari mulut orang-orang sebab konon katanya ayahku dulu pernah membagi beberapa ton beras secara gratis kepada semua warga kampungku. Tapi ayahku bukan sedang berpolitik saat itu. Sebab hanya kalangan orang yang mau merebut kekuasaan tertentu saja yang punya jiwa berbagi dalam jumlah banyak begitu.

Maklumlah mereka sedang memamerkan diri dengan iming-iming memberikan bantuan kepada masyarakat lemah. Itu hanyalah sebuah janji sementara untuk menarik perhatian agar memilih mereka. Padahal ketika mereka sudah duduk di kursi kekuasaan, janji itu sudah lenyap.  

Dari dulu sampai sekarang ketika ada orang yang bertanya kepadaku siapa idolaku. Banyak yang mengidolakan tokoh-tokoh sepak bola seperti Cristiano Ronaldo, Lionel Messi yang cukup berhasil dalam karir mereka dalam dunia persepakbolaan. Nama B.J. Habibie tidak luput dari pilihan idola yang menggemparkan dunia terlebih untuk Indonesia dengan karyanya yang tersohor yaitu membuat pesawat terbang pertama kali di bumi Nusantara ini.

Baca juga :  Ancaman Cerpen Tommy Duang

 Itu mungkin terlampau hebat tapi aku mulai dari yang sederhana saja. Jawabanku hanya satu yaitu idolaku sang Ayah. Sosok Ayah yang selalu mengispirasi dan menopang semangatku untuk menempuh masa depan yang baik.

“Aku harus kuat dan sabar seperti ayah”, hati kecilku selalu mendoakan kata-kata itu. Lagi-lagi aku mempunyai masalah baru. Kali ini aku harus berteman dengan mimpi dan harapan. Tapi ada satu pertanyaan yang jadi masalah dalam pikiran saya, bisakah saya seperti ayah?

Untuk sementara fokus utamaku adalah menyelesaikan kuliah pada waktunya. Memang dalam perjalanan waktu, aku bertemu dengan wajah-wajah baru di kampus.  Aku harus benar-benar beradaptasi secara perlahan. Kadang tak sadar aku membawa kebiasaanku dari kampung yang membuat teman sekosku tertawa.

Pernah aku memanggil salah orang . Kukira dia paman Anis pemilik mesin giling padi di kampungku. Hanya karena rambutnya gimbal ala anak reagge. Ternyata anak muda di sini juga sangat trend dengan model rambut seperti itu. Kami tertawa spontan. Aku sudah buat masalah lagi dan hampir saja orang itu mengepalkan tinju.

***

Impianku menjadi seorang sarjana sudah dipenuhi. Berkat dukungan dan doa dari Opaku dan atas usaha sendiri, tiga setengah tahun berhasil kutaklukkan.

“aku bangga padamu Nak” Opa memujiku dengan merangkulku erat.

“Aku persembahkan keberhasilanku ini untuk ayah dan ibu dan juga Opa” kata-kata yang mestinya aku ucapkan juga dihadapan kedua orangtuaku.

“Buktikan itu sekarang dan ini baru permulaan Nak”.

Sejenak air mataku keluar dari sarangnya. Seakan perkataan Opa mengingat lagi masa kelam saat aku masih kecil. Malah petaka itu terjadi saat dini hari tiba. Rumah tempat menimba segala kebahagiaan dan keberhasilan kami terbakar habis. Semangat ayah dan ibuku saat itu redup bersamaan melihat segala kepunyaan kami hilang sesaat tak tersisa.

Baca juga :  Perempuan Tangguh

Ternyata ada orang yang sengaja mengirim api itu karena iri hati dengan dalil bahwa keberhasilan ayah berkat relasinya dengan jin (black magic). Tentu saja itu tidak benar. Setelah ayah pergi baru orang-orang mulai sadar lagi kalau mereka yang salah.

Sangat sulit bagiku untuk melupakan kenangan pahit itu. Tetapi aku sadar bahwa aku hidup untuk masa depan. Kujadikan semua masa lalu itu sebagi motivasi untuk memulai pekerjaanku. Aku tidak pernah bermimpi bekerja dimana-mana. Pilihanku hanya ingin merawat bumi melalui harta yang diwariskan ayahku dan Opaku.

Aku satu-satunya pewaris tunggal untuk lanjut menjaga dan memelihara kekayaan dan harta keluarga. Memang sangat sulit untuk hidup tanpa dukungan dari keluarga. Apalagi Opa sudah lansia. Hatiku kian hari kian resah dengan keadaan. Ibarat berdiri di atas menara tanpa ada tumpuan. Aku hanyalah sebuah payung yang melayang jauh ke angkasa tanpa ada pemiliknya.

Tapi mau bagaimana lagi, Tuhan sudah atur yang terbaik untukku dan memang aku harus lebih mandiri. Banyak hal yang saya pelajari dari semua yang saya alami. Mungkin saatnya aku bermasalah dengan diriku sendiri yaitu egoku.

Sebelum Opa mengehembus nafas terakhirnya dan menjadi kesempatan terakhir bagi saya untuk hidup bersamanya, dari atas ranjang pesannya:

“Cucuku, aku mengerti keadaanmu. Segala sesuatu harus mulai dari dirimu sendiri. Beranilah untuk memulai. Karena siapa lagi kalau bukan engkau, kapan lagi kalau bukan sekarang. Jika engkau memulai sesuatu dan sebelumnya sudah berpikir itu masalah, maka sesuatu itu akan jadi masalah karena sudah kau anggap masalah. Lawanilah dirimu dan kenalilah egomu Nak”

Opa mengatakan itu karena aku memang selalu mengeluh “masalah” sebelum aku melakukan sesuatu. Dia tersenyum untuk terakhir kalinya, lalu pergi untuk selamanya.

Komentar

Berita Terkait

Suami Kekasihku
Teriakan-Teriakan Lia
Antara Hujan dan Air Mata
Sunset yang Hilang
Tanpa Tanda Jasa
Seratus Jam Mencari Sintus
Perempuan Tangguh
Kita adalah Sepasang Luka
Berita ini 175 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA