Tata Kelola Pandemi: Zombinasi dan Politik Ketakutan

- Admin

Selasa, 31 Agustus 2021 - 17:27 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Keempat, visi dan misi menjadi zombi

Perlu diingat bahwa tujuan utama zombi sebagai makhluk yang kita anggap sakit itu, bukan mencari obat tapi cari manusia lain untuk diinfeksi. Seperti poin kedua, obat dan vaksin bukan hal yang terlalu penting. Tujuan utama yakni integrasi masyarakat ke dalam sebuah sistem besar yang dapat dirajai oleh seorang “komandan zombi”.

Baca juga :  Kemerdekaan dan Upaya Jalan Pulang pada Pancasila

Dalam konteks pandemi, proses zombinisasi ini penting dianalisis persis ketika tata kelola pandemi bukan lagi dilihat sebagai problem yang menyerang institusi kesehatan dan ekonomi melainkan telah menjadi problem yang menyerang secara langsungg spesies manusia pada umumnya. Jadi, targetnya spesies, bukan kelas.

Baca juga :  Merosotnya Nilai-Nilai Antikorupsi di Tubuh KPK

Baca Juga : Menyapa Aleksius Dugis, Difabel Penerima Bantuan Kemensos RI
Baca Juga : Kisah Jurnalis di Manggarai Timur yang Setia Melayani ODGJ

Kelima, kelas ahistoris

Konsekuensi menjadi zombi adalah terputusnya hubungan kita dengan sejarah hidup kita sebagai manusia. Itulah mengapa dalam film, zombi dilukiskan sebagai gerombolan mahkluk yang tidak lagi memiliki kenangan. Hanya dengan sekali gigitan, manusia menjadi ahistoris. Hanya dengan sedikit sentuhan kedaruratan dan politik ketakutan, sesegera mungkin manusia melupakan arti persahabatan dengan tetangga, saling menyalahkan diantara sesama masyarakat, melupakan makna persekutuan dalam kehidupan gereja, menangguhkan pentingnya dimensi tatap muka dalam proses pendidikan, dan seterusnya, dan seterusnya.

Komentar

Berita Terkait

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?
DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?
Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Berita ini 14 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA