Populisme sebagai Strategi Politik
Lazimnya, terdapat tiga pendekatan yang digunakan untuk memahami populisme. Dalam pendekatan ideasional yang dipopulerkan oleh Cas Mudde, populisme merupakan ideologi yang menganggap masyarakat terpisah menjadi dua kelompok yang homogen dan antagonis (orang murni atau the people dan elit korup atau the elite), serta berpendapat bahwa politik harus menjadi ekspresi kehendak rakyat.3
Dalam perspektif diskursif, de la Torre mendefinisikan populisme sebagai gaya mobilisasi masa dengan menginstrumentalisasi kekuatan retorika demi perjuangan politik. Menurut de la Torre, kekuatan populisme bergantung pada retorika atau wacana yang digunakan oleh elit politik.4
Di sisi lain, dalam pendekatan strategi politik (political strategic) yang dikembangkan oleh Kurt Weyland, populisme didefinisikan sebagai strategi politik yang digunakan oleh pemimpin personalistik demi memenangkan kontestasi politik melalui dukungan massa rakyat yang tidak terorganisasi.5
Menurut Weyland, efektivitas populisme bergantung pada personalisme elit politik sebagai modal politik untuk mendulang dukungan massa rakyat. Menurut pendekatan ini, elit populis memiliki karakter pragmatis-oportunistik, sebab mereka medeformasi gagasan rakyat hanya sebagai ‘voters,’ bukan sebagai ‘demos’.
Dalam memenangkan kontestasi politik, elit populis cenderung bergantung pada data survei tentang elektabilitas dan relasi langsung (unmediated relation) dengan massa rakyat agar terbentuk kesan batin yang kuat (quasi religious). Karena itu, seorang elit populis juga memanfaatkan retorika anti-elit dan provokasi heroisme terhadap massa rakyat, misalnya demonstrasi.
Dengan demikian, dalam pendekatan ini, populisme muncul bukan karena motivasi ideologis yang berciri Manikhean tentang masyarakat, melainkan semata-mata karena motivasi pragmatis-oportunistik.
Untuk membaca geliat populisme di Indonesia, penulis menggunakan pendekatan strategi politik yang dikembangkan oleh Kurt Weyland. Hemat penulis, populisme di Indonesia tidak didasarkan pada klaim ideologis-Manikhean tentang identitas rakyat dan penguasa politik. Hal ini juga bertolak dari temuan penelitian Anisa Nur Nia Rahmah dan Defbry Margiansyah yang menegaskan, para elit politik di Indonesia menginstrumentalisasi populisme sebagai strategi politik.6
Populisme digunakan semata-mata sebagai strategi politik dalam konsolidasi kekuasaan baik pada tingkat nasional maupun lokal. Hal ini terindikasi melalui praksis politik yang cenderung pragmatis-oportunistik, politisasi identitas, dan dependensi pada citra personalistik dari elit politik dalam memenangkan kontestasi politik.
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya