Dia kemudian menitipkan dua buah rosario dan kitab suci. Satu untuk saya, dan satu lagi untuk Pelangi.
Keluarga besar saya sudah menunggu di halaman rumah. Mereka menatap kami dengan sinis. Bak menunggu musuh yang akan dipenggal kepalanya. Bapak dan kakak mengamuk. Marah-marah tak karuan.
“Dasar anak biadab!!” Teriak mereka.
“Ada apa ini?”
“Kau diam atau kepalamu hilang?” Mereka bersorak lagi.
Saya melihat Pelangi gemetar. Anak yang akrab dengan sengsara ini tidak biasa takut dengan maut. Kali ini dia tak kuasa menahan kenyataan, bahwa dunia malam dipandang samar-samar.
Baca Juga : Cerita Pensiunan Guru di Pelosok NTT yang Setia Mendengarkan Siaran Radio
Baca Juga : Urgensi Penelitian Sosial terhadap Pembentukan Kebijakan Publik
Urgensi Penelitian Sosial terhadap Pembentukan Kebijakan Publik
Saya juga tak bisa berpaling selain bersedia memikul salib-salib kecil perjalanan kepada ribuan tahun esok.
“Tenang dulu kakak-kakak dan bapak. Saya ini darah daging kalian.”
“Sudah! Stop dengan omong kosong ini.” Jawab kakak saya, Filipus.
Kami pun memasuki rumah. Emosi mereka berhasil dipadamkan. Saya luput dari penggalan parang sepanjang satu meter.
Semua diam begitu saya mengeluarkan tuak dan rokok. Saat ini dua barang ini adalah simbol permohonan maaf dan komitmen. Dalam budaya kami tuak dan rokok adalah simbol perdamaian.
Saya menjelaskan masa lalu, kini, dan komitmen kami untuk membangun keluarga bersama “si anak malam”. Semua tertunduk dan meneteskan air mata.
Baca Juga : Asal-Usul Roh Halus Menurut Kepercayaan Asli Orang Manggarai
Baca Juga : Kisah Seorang Difabel di Wodong yang Sukses Jadi Kepala Tukang
Mereka menyetujui hubungan kami dan siap menggelar upacara pembaptisan sebagai pertobatan, serta pemberian sakramen pernikahan oleh Pastor Rikardo. Saya awalnya masih ragu karena takut perempuan ini terjangkit virus HIV-AIDS. Ketakutan itu akhirnya sirna setelah dokter Paskaliana Naura memastikan bahwa Pelangi aman-aman saja.
Saya akhirnya tak menulis kisah dari rekaman wawancara malam minggu untuk majalah Humanitas. Kisah Pelangi dan kawan-kawan biarkan menjadi warna-warni perjalan saya bersamanya di hari esok, karena mulai hari ini dia memasuki babak baru dan akan mengarungi bahtera rumah tangga bersama saya. []
#Jpr, Okt ’19