Kesatuan Wa’u Tana Pitu Gendang Pitu Tanah Boleng
Menghadapi masalah perampasan tanah secara masif (land grabbing) dari warga masyarakat miskin di Rangko dan tempat-tempat lain di Kedaluan Boleng maupun di tempat-tempat lain di Manggarai Barat oleh para mafia tanah, maka pada tahun 2018 warga masyarakat RAG Mbehal mengambil sebuah inisiatif. Warga RAG Mbehal menginisiasi pertemuan tujuh Tu’a Golo atau tujuh Tu’a Gendang di seluruh Kedaluan Boleng.
Dalam pertemuan ini, mereka menyepakati beberapa hal berikut. Pertama, membentuk sebuah persekutuan seluruh warga masyarakat tujuh RAG di Kedaluan Boleng. Persekutuan ini diberi nama KESATUAN ADAT WA’U PITU GENDANG PITU TANA BOLENG (selanjutnya disingkat KAWPGPTB) yang secara harafiah artinya “Persatuan Tujuh Cabang Keluarga yang Sama dari Tujuh Rumah Adat Gedang Tanah Boleng. Kedua, mengangkat Tu’a Gendang Mbehal, Bapak Yohanes Usuk (80-an tahun), untuk menjadi koordinator dari GPWPTB. Ketiga, peranan utama dari koordinator dari GPWPTB adalah untuk menjaga dan mengamankan tanah- tanah dari seluruh keluarga WPGPTB.
Isi Surat KAWPGPTB
Kesepakatan ini kemudian menjadi sebuah surat pernyataan bersama, tertanggal 29 Maret 2018, dengan judul KESATUAN ADAT WA’U PITU GENDANG PITU TANAH BOLENG.
Kesepakatan ditandatangani oleh 22 Tu’a Golo, Tu’a Gendang, Tu’a Ulayat, Tu’a Mukang, dan Tu’a Riang Rangko dari seluruh Kedaluan Boleng, lalu diketahui dan ditandatangi oleh Bapak Bupati Kabupaten Manggarai Barat yang dilengkapi dengan stempel. Isinya ada tujuh poin:
Pertama, Tu’a Adat Ulayat Mbehal merupakan koordinator atau yang dituakan dalam Kesatuan Adat Wa’u Pitu/Gendang Pitu Tana Boleng sesuai dengan sejarah yang kami pegang teguh bersama.
Kedua, bahwa Bapak Yohanes Usuk adalah Tu’a Adat dan Tu’a Gendang dan Ulayat Mbehal sesuai dengan silsilah keluarga dan struktur adat.
Ketiga, bahwa wilayah ulayat Gendang Mbehal adalah sebagai berikut: a) di utara: berbatasan dengan Laut Flores, b) di selatan: berbatasan dengan Wae Nuwa (wilayah Kempo Kecamatan Mbeliling), c) di timur: Laing Bakok Torong Boleng, Golo Tado, Golo Rungkam, Bungki Em Rampas, Lekes Kira, Golo Ruteng, Tonggong Sita, Boa de Ada, Mata Wae Bobok, Mata Wae Bola, Golo Ngkiong, Golo Ketak, Golo Pau, Mata Bajak Nini, Wae Nuwa dan d) di barat: berbatasan dengan wilayah Kecamatan Komodo yaitu Wae Nuwa, Sunga Sipi, Loleng Wae Sipi, Mata Wae Wangga, Wase Kimpur, Liang Mbako, WatuKatur.
Keempat, bahwa Kampung Rangko merupakan wilayah adat ulayat Mbehal yang disebut sebagai Riang dan oleh karena itu Kampung Rangko belum berhak untuk memiliki seorang Tu’a Golo kecuali Tu’a Riang sesuai hukum adat.
Kelima, orang pertama yang meminta lahan Kampung Rangko kepada Tu’a Adat Ulayat Mbehal pada awal mulanya adalah Bapak La Anca yang keturunannya saat ini diakui oleh Ulayat Mbehal dan menjadi Tu’a Riang Rangko adalah Saudara Semahi.
Keenam, bahwa Saudara Abdullah Duwa tidak pernah diangkat oleh Ulayat Mbehal untuk menjadi Tu’a Golo ataupun Tu’a Riang Rangko oleh karena Saudara Abdulla Duwa bukan merupakan keturunan dari orang pertama yang tinggal di Rangko yang meminta lahan Kampung Rangko kepada Tu’a Adat Ulayat Mbehal pada awal mula.
Ketujuh, oleh karena itu segala perbuatan dan tindakan dari Saudara Abdullah Duwa sehubungan dengan pembagian, kepemilikan dan penjualan tanah adat Ulayat Mbehal di wilayah Rangko dan sekitarnya adalah tidak benar dan tidak sah serta di luar dari tanggungjawab Ulayat Mbehal terhadap segala akibat yang ditimbulkannya.
Surat ini kemudian diakhiri dengan pernyataan: “Demikian Surat Pernyataan ini kami buat dan dengan menghadirkan saksi-saksi Tu’a Adat dari Wa’u Pitu Gendang Pitu wilayah Boleng. Melengkapi Surat Pernyataan ini kami bubuhkan tandatangan dan capjempol di atas meterai. Mbehal 29 Maret 2018.”
Penulis : Dr. Alexander Jebadu
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya