Indodian.com – Dua Imam di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur sudah belasan tahun berjuang memulihkan martabat manusia yang menderita sakit. Dua imam itu Pater Marsel Agot, SVD (72) dan Pater Aventinus Saur, SVD (39). Mereka adalah anggota Serikat Sabda Allah (SVD).
Beberapa waktu yang lalu, kedua imam sejati ini menceritakan perjuangan mereka untuk melayani masyarakat yang menderita sakit di Hotel Green Prundi Labuan Bajo, Ibukota Kabupaten Manggarai Barat, Senin, (11/10/2021).
Pater Marsel berjuang untuk menyelamatkan ibu yang melahirkan dan anak-anak dengan membangun “Rumah Tunggu” di lingkungan Puskesmas. Saat ini terdapat 16 “Rumah Tunggu” dari 21 Puskesmas yang tersebar di Kabupaten Manggarai Barat sudah dibangun. Sisa yang belum dibangun 5 “Rumah Tunggu”. Sebenarnya mau dibangun semua, akan tetapi karena pandemi yang belum juga menurun makanya rencana pembangunan “Rumah Tunggu” tersebut akan dibuat setelah pandemi ini mulai mereda.
“Saya memulai pelayanan ini berawal dari tingginya kasus kematian ibu dan anak di Manggarai Barat. Saya melihat dan mendengarkan cerita dari petugas medis di Puskesmas Ranggu yang sudah membangun “Rumah Tunggu” bagi ibu yang mempersiapkan persalinan. Saya bersama orang yang peduli untuk menyelamatkan ibu dan anak dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah (BPKD). Ada regulasi Nasional yakni Badan Pertimbangan Kesehatan Nasional. Saya bersama orang yang peduli bagi kesehatan memberikan saran kepada Pemda Manggarai Barat agar menerbitkan surat keputusan pembentukan lembaga tersebut di Manggarai Barat,” jelas Pater Marsel Agot, SVD.
Setelah regulasinya sudah legal dari Pemda Manggarai Barat, lanjut Pater Marsel, tim BPKD bergerak dengan melakukan survei di sejumlah Puskesmas. Hasil survei itu disepakati membangun “Rumah Tunggu”
“Sumber dana untuk membangun “Rumah Tunggu” bersumber dari kerelaaan masyarakat dan tenaga medis. Dana tidak berasal dari APBD Manggarai Barat. Ini salah satu bentuk kepedulian yang bersumber dari masyarakat itu sendiri serta orang-orang baik. Seberapapun diberikan dicatat oleh tim BPKD. Bahkan pengeluaran uang sangat transparan. Dilaporkan secara transparan dengan bukti pembangunan “Rumah Tunggu” tersebut. Penggunaan dana yang sangat transparan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan tenaga medis. BPKD akan melanjutkan pembangunan 5 rumah tunggu yang tersisa di 5 Puskesmas tersebut,” jelasnya.
Pater Marsel menjelaskan, dana swadaya masyarakat dan orang-orang baik menjadi kekuatan dalam membangun rumah tunggu. Hasilnya, lanjut Pater Marsel, kematian ibu dan anak di Manggarai Barat terus menurun. Beberapa tahun belakangan belum terdengar lagi kasus kematian ibu dan anak. Memang ada kematian ibu dan anak tetapi kasusnya terus menurun.
Pater Marsel menjelaskan, mereka membuat film dokumenter tentang kematian ibu dan anak. Judulnya “Harapan Sebina”. Film itu diputar di seluruh Puskesmas untuk menggugah empati masyarakat. Ada sebuah kejadian yang menggugah nurani tim film dan BPKD. Kejadian itu terjadi di Kampung Terang, Kecamatan Boleng. Saat itu ada seorang ibu yang mau melahirkan ditandu masyarakat. Ibu itu mengalami pendarahan. Tim yang hendak memutarkan film Harapan Sebina bergerak dengan membawa ibu itu ke layanan kesehatan. Ibu itu akhirnya tertolong dan selamat.
“Ini kejadian tak terduga yang terjadi di lapangan saat sosialisasi pembangunan “Rumah Tunggu”. Jadi pembangunan rumah tunggu sangat penting di lingkungan Puskesmas. Saya berjuang memulihkan martabat manusia dari wilayah barat Provinsi Nusa Tenggara Timur untuk Indonesia,” jelasnya.
Sebelumnya Pater Marsel adalah penggiat lingkungan hidup dengan menanam ribuan pohon di lahan tandus di Kota Labuan Bajo. Pater bahkan membudidayakan benih-benih pohon lokal. Hasil kerja kerasnya, dia mendapatkan penghargaan dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI.
“Mantan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Zulkifli pernah melihat lokasi penghijauan di Solohana. Saat itu Menteri didampingi Rikard Bagun saat berkunjung ke Labuan Bajo beberapa tahun lalu. Jadi saya sebagai imam membawa altar ke ladang,” jelasnya.
Secara terpisah, kami melakukan wawancara dengan Pater Aventinus Saur, SVD. Pater Avent adalah Ketua Relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI) NTT. Dia berjuang memulihkan martabat manusia bagi orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang dipasung maupun yang menggelandang di jalan di Pulau Flores, NTT.
Pertama-tama, Pater Avent memulai pelayanannya di sebuah kampung di Stasi Kurumboro di Kabupaten Ende, 2014 lalu. Saat itu ia melayani sendirian selama dua tahun. Dari 2014-2016. Tahun 2016 membentuk relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI).
“Saat itu saya melayani ODGJ yang dipasung seusai pelayanan misa di Stasi Kurumboro. Saya merefleksikan, merenung ODGJ yang dipasung. Saya advokasi agar ODGJ yang dipasung itu mendapatkan pelayanan medis. ODGJ itu mendapatkan pelayanan medis dan dibongkar pasungnya dan dirawat di Panti Renceng Mose Ruteng hingga ODGJ itu pulih. Dari situ saya terus berjuang bahwa ODGJ bisa pulih dengan konsumsi obat secara rutin,” jelasnya.
Pater Avent menjelaskan, tahun 2016 bersama Kelompok Sastra Masyarakat Ende (SARE) di Kabupaten Ende mendirikan relawan Kelompok Kasih Insanis (KKI) NTT.
“Karya kemanusiaan itu saya posting di media sosial dan memuat di media lokal Flores Pos. Postingan itu menggugah orang lain hingga secara rela mereka bersedia menjadi relawan KKI. Hingga saat ini sudah ada relawan KKI di Pulau Flores, di Kupang dan di wilayah Timor,” jelasnya.
Pater Avent menjelaskan, KKI melayani secara sukarela dan kerelawanan dengan hati demi memulihkan ODGJ yang menderita sakit gangguan jiwa, baik yang dipasung, menggelandang dan dikurung dalam pondok-pondok.
Hasil advokasi itu, lanjut, Pater Avent, Kemenkes melakukan pelatihan bagi tenaga medis, kader dan dokter di wilayah Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat dan juga Kemensos RI melaksanakan kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) Lembaga Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas (LKS PD) bagi tiga Kabupaten di Flores Barat (Manggarai Timur, Manggarai dan Manggarai Barat) bagi relawan KKI dan Dinsos serta tenaga dari Kemensos RI di Kabupaten.
Pater Avent menjelaskan, data sementara penyandang disabilitas yang dicatat KKI di Provinsi Nusa Tenggara Timur berjumlah 8.000 orang yang tersebar di 23 Kabupaten dan Kota.
“KKI itu sebuah kelompok kerelawanan, bukan Lembaga Swadaya Masyarakat. Anggota KKI melayani dengan kerelawanan dan sukarela untuk memulihkan ODGJ. Jadi tugas KKI itu untuk edukasi, advokasi dan pemberdayaan bagi ODGJ,” jelasnya.
Pater Avent menjelaskan, pelayanan itu mendapatkan perhatian dari Negara dengan menyediakan obat bagi ODGJ di Puskesmas-Puskesmas. Selain itu ada sejumlah ODGJ yang lepas pasung karena pulih minum obat. Selain itu tenaga medis di Dinas Kesehatan mendapatkan pelatihan dalam menangani ODGJ dan juga staf di Dinas Sosial mendapatkan pengetahuan dan regulasi tentang penanganan dan pencegahan ODGJ di Pulau Flores, NTT.