Calo Ilmu Pengetahuan

- Admin

Selasa, 25 Januari 2022 - 20:18 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Socratic Method

Untuk mencegah dosen sebagai calo ilmu pengetahuan, barangkali sudah saatnya di setiap PT memperkenalkan sistem perkuliahan Socratik Method (SM). Secara singkat sistem perkuliahan SM adalah dosen bertanya, mahasiswa menjawab. Menurut filsuf Socrates, bertanya adalah berfilsafat.

Dosen menggilirkan kepada mahasiswa dan seterusnya dan terakhir kalinya membuat perumusan yang final. Secara psikologis cara seperti ini  baik karena mahasiswa selalu berpacu dan dituntut untuk berpikir secara filsafat, kristis, sistematis, logis, dan runtut.

Dengan selalu sabar menunggu sampai ada jawaban yang benar, semua mahasiswa diajak untuk berpikir, memecahkan masalah, sehingga terjadilah variasi dan diskursus berpikir yang sangat berkembang, di mana mahasiswa mengajukan pendapat-pendapat tertentu.

Yang dipertanyakan bukan saja kasus apa yang benar-benar terjadi, atau apa yang sedang terjadi,  dapat juga “hypotheticals”, yaitu kemungkinan yang diselundupkan dalam kasus. Dengan menyelundupkan satu atau lebih elemen hipotetis,  ke dalam kasus, maka mahasiswa dipancing untuk menilai, apakah penyelesaiannya berubah atau tidak.

Baca juga :  Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Metode SM, ada juga bahayanya. Seperti apa yang diceritakan oleh seorang mahasiswa dari Yale University, Kennedy. Kennedy, bercerita, “… student see proffesors as people who want to hurt them, proffesors action aften to hurt them deeply” ( Nico Nagani, 1982).

Sepanjang waktu diskusi, dosen bukan saja peserta biasa, tetapi memegang peran utama yang menentukan, dan mengeterapkan aturan main diskusi. Tetapi tidak disangkal metode ini dapat menggairahkan belajar dan sikap tidak mau menyerah di kalangan mahasiswa, apabla dosennya tidak siap. Hal ini ternyata dari cerita Kennedy, “…The thing that specially impressed me was the general intense interest displayed by the whole class in the discussion,  event by those who did not remmember that a student, when called could not all gave an adequte answer”.

Baca juga :  Pembelajaran Agama Bercoral Multikultural

Meperkenalkan metode perkuliah SM saya pikir adalah salah satu cara untuk menumbuhkan minat dan gairah mahasiswa berpikir kritis, logis, runtut, dan sistematis. Dengan kuliah ini saya maksudkan sedikit mengubah sistem perkuliahan yang kita pakai selama ini, yaitu satu arah, menjadi dua arah. Jadi yang berbicara tidak hanya dosen, tetapi juga mahasiswa.

Dalam kuliah SM ini, setiap mahasiswa atau dosen mempersiapkan materi yang akan disampaikan. Semua materi dibahas, dan lalu menyampaikan keberatan-keberatan atau sanggahan-sanggahan, terhadap pendapat dosen atau teman mahasiswa lain. Sistem perkuliahan ini mengajak mahasiswa masuk ke dapur,  mahasiswa harus tahu proses memasak yang benar. Bukan diajak ke meja makan. Dengan demikian mahasiswa, mau tidak mau dipaksa untuk berpikir dan berpendapat untuk menjawab semua permasalahan yang muncul.

Metode ini baik, sekaligus mengetahui, apakah dosen sebagai calo ilmu pengetahuan dan sekaligus mengukur seberapa banyak bacaan seorang dosen, karena akan diketahui dosen itu siap atau tidak. Rekomendasi ini, sudah pasti ada yang tidak setuju. Paling tidak, rekomendasi ini untuk menghambat berpikir kreatif, tidak mau mengubah sudut pandang, enggan menerima perubahan, merasa tidak berdaya, takut ditertawakan.

Baca juga :  Membangun Taman Baca, Membangun Harapan Bangsa

 Sekurang-kurangnya rekomendasi ini untuk memenuhi, Five Minds of The Future (Howard Gardner, 2013), yaitu The Disciplinary of Mind, The synthesizing Mind, Creating Mind, The Respectful Mind, The Ethical Mind. Sekaligus rekomendasi ini untuk memenuhi kompetensi lulusan yang dipersyaratkan oleh dunia kerja, yaitu, mahasiswa bisa berpikir analitis, menguasai ilmu pengetahuan, bisa bekerja mandiri,  bisa berkomunikasi lisan, berkomunikasi tertulis, berpikir logis, menguasai teknologi, mampu bekerja dalam tim.***


Ben Senang Galus

Penulis buku, dosen beberapa perguruan tinggi di Yogykarta

Komentar

Berita Terkait

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa
Sastra Jadi Mata Pelajaran
Kaum Muda dan Budaya Lokal
Disrupsi  Teknologi dan Dinamika Pendidikan Kita
Budaya Berpikir Kritis Menangapi Teknologi yang Kian Eksis
Stempel Meritokrasi
Urgensi Literasi Digital di Era Pasca-Kebenaran 
Pembelajaran Agama Bercoral Multikultural
Berita ini 92 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA