Berpisah Dengan Pacar Toxic Bukanlah Dosa

- Admin

Senin, 26 Juli 2021 - 12:57 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Patah Hati Bagi Sebagian Orang Bukan Perkara Mudah

Ada juga cerita lain soal teman yang sudah sekian lama menjalin hubungan begitu ‘jauh’ dengan pacarnya, namun akhirnya kandas juga. Beberapa bulan sebelum putus, teman saya ini sudah menangkap gelagat aneh dari pacarnya. Pacarnya mulai jarang berkabar, tidak mengangkat telpon dan bahkan memblokirnya dari media sosial. Tiba-tiba saja. Tidak ada cekcok sebelum itu.

Ketika teman saya berupaya untuk menanyakan apa penyebab pacarnya berubah, pacarnya hanya berdiam diri dan beralasan bahwa ia butuh waktu untuk sendiri dulu. Sayangnya, tak ada batasan waktu yang jelas seberapa lama pacarnya membutuhkan waktu untuk menyendiri. Kalau sudah seperti ini ya namanya silent treatment.  

 Silent treatment berbeda dengan menunda pembicaraan. Diam tak selamanya akan menyelesaikan masalah. Mengabaikan pasangan dengan cara mengabaikannya merupakan tindakan yang egois dan bisa berdampak buruk pada kesehatan mental pasangan. Jika ada masalah dalam hubungan, sebaiknya dibicarakan bersama secara terbuka. Silent treatment hanya akan membuat hubungan pacaran kian runyam dan berakhir toxic.

Baca Juga : Sebelas Tahun dipasung, Leksi Akhirnya Lepas Pasung dan Bisa Jalan Sendiri
Baca Juga : Pelangi di Mataku

Baca juga :  Misoginis Si “Pembunuh” Wanita

Usut punya usut, ternyata pacarnya selingkuh. Ia hanya berdalih ingin menyendiri dulu ternyata agar tidak ketahuan berselingkuh dan tidak terkesan sebagai pria yang kejam. Padahal teman saya dimanipulasi pacar untuk melakukan hubungan intim dengan janji akan menikahinya. Ini yang membuatnya begitu percaya dengan si cowok dan sama sekali tidak menduga kalau dia akan diselingkuhi. Kawan saya begitu terpukul. Dia mencoba berbagai cara, memohon agar pacarnya kembali. Sayangnya tidak digubris. Teman saya tak bernafsu untuk makan dan tidur. Ini hal yang amat berat bagi seorang perempuan! Sangat berat, sayang!

Setahun pertama setelah ditinggal pacar ia habiskan untuk mengutuki dirinya sendiri, menangis setiap malam, mengurung diri hingga berat badannya turun drastis. Ia depresi, tertekan dan belum sanggup berdamai dengan dirinya sendiri. Saya tidak banyak membantu selain mendengarkan curhatnya atau sekadar menemaninya jalan-jalan demi mengobati lukanya. Tentu tidak semua orang mau patah hati. Tidak semua orang bisa cepat berdamai dengan rasa sakit lalu memulai hubungan yang baru dengan orang yang baru. Apalagi ketika pernah berpacaran dengan orang yang toxic.

Baca juga :  Memahami Term ‘Pelacur’

Sialnya, selalu saja ada orang yang menganggap mereka yang memilih mengambil jeda dan merayakan waktu dengan diri sendiri setelah putus dengan pacar sebagai jomblo yang belum merdeka, belum move on. Yang belum merdeka sesungguhnya pikiran manusia yang meletakkan standar kebahagiaan seseorang adalah ketika memiliki pacar. Saya percaya bahwa ingatan tentang masa lalu tidak sepenuhnya mampu kita hapus.

Hal-hal yang menyakitkan pasti berkelana lebih lama di alam pikir kita. Sesekali kita perlu belajar memposisikan diri sebagai orang yang disakiti. Jangan sampai komentar kita yang (mungkin) bermaksud baik untuk membuatnya bangkit dari patah hati justru membuatnya makin terpuruk. Perjalanan cinta setiap orang berbeda. Kondisi psikologis setiap kita berbeda dan kita pun butuh cara yang berbeda untuk menangani perkara-perkara yang berkaitan dengan jiwa dan perasaan. Perihal putus dan patah hati mungkin perkara biasa, tapi untuk sembuh, bagi sebagian orang ini bukan perkara biasa dan mudah.

Baca juga :  Korupsi dan Ketidakadilan Gender

Baca Juga : Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere
Baca Juga : Pansos Boleh, Tapi Ada Batasnya

Kembali ke cerita soal teman saya ini,

Beberapa bulan lalu saya dikabari via Whatsapp kalau dia sudah menemukan lelaki yang cocok untuk dijadikan pacar. Lelaki itu akan menikahinya tanpa mempedulikan masa lalunya. Sebagai teman dekatnya, saya bersyukur dan terharu. Setelah melampaui masa-masa kelam, akhirnya teman saya kembali seperti yang dulu.

Dia sudah berbahagia sekarang. Menjadi ‘Perempuan Merdeka’ dari masa lalu, dari malam-malam panjang penuh tangis meratapi pria yang telah mengkhianatinya di masa lampau. Saya menuliskan ini tentu atas seizin dia dengan harapan agar tidak ada lagi korban janji palsu seperti dirinya. Agar perempuan lain menjadi ‘Perempuan Merdeka’ yang tegas menolak permintaan pacar yang kelewat batas dan tidak dibutakan oleh cinta hingga merelakan segalanya demi lelaki yang belum tentu mencintainya.

Komentar

Berita Terkait

Apa Kabar Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga?
Menalar Sikap Gereja terhadap Kaum Homosekual
Misoginis Si “Pembunuh” Wanita
Memahami Term ‘Pelacur’
Perempuan Korban Pelecehan Seksual Cenderung Bungkam, Mengapa?
Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?
Jejak Pelayanan Transpuan di Gereja Maumere
Perempuan, Iklan dan Logika Properti
Berita ini 485 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA