Indodian.com-Politik adalah seni, bukan sekadar usaha meraih kekuasaan. Dalam Seminar Umum Komunitas Circles Indonesia (via Zoom) yang bertajuk “Mengenal Seni Politik,” Ketua Circles Indonesia Dhimas Anugrah memaparkan bahwa politik adalah seni meraih dan mengelola kekuasaan bagi kesejahteraan masyarakat (Jakarta, 10/11/2023). Meski ada usaha meraih kekuasaan, tapi kekuasaan itu sejatinya tidak semata-mata ditujukan untuk kebaikan sekelompok kecil orang, melainkan menjadi alat untuk menyejahterahkan rakyat, terangnya.
Mengutip Jeremy dari abad ke-6 SM, “Usahakanlah kesejahteraan kota di mana kamu berada,” Dhimas memaparkan bahwa sejak puluhan abad silam masyarakat memang sudah berpikir dan didorong untuk mengusahakan kesejahteraan bersama (polis). Kesejahteraan tersebut memiliki kesamaan arti dengan “kedamaian” maupun “keadilan,” terangnya.
Seruan Jeremy itu selaras dengan apa yang ditulis Platon ratusan tahun kemudian. Pada tahun 375 SM, dalam buku “The Republic” Platon mengajak pembaca bersikap adil di tengah masyarakat. Dengan saling bersikap adil, sebuah kelompok akan merasakan kebahagiaan hidup di dalam sebuah wilayah atau negara.
Untuk membangunan kota atau negara yang adil, setiap anggota masyarakat perlu memiliki kualitas pribadi yang dikenal sebagai: kebijaksanaan, keugaharian (kemampuan bermawas diri atau menahan diri), keberanian melakukan yang benar, dan keadilan. Politik yang sejati, terang Ketua Circles Indonesia, pada akhirnya bertujuan merealisasikan keadilan bagi seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu. “Keadilan merupakan bagian dari kebajikan manusia dan ikatan yang menyatukan manusia dalam masyarakat, maka keadilan perlu diupayakan oleh insan-insan yang terjun di dunia politik,” ujar Dhimas.
Dalam seminar yang dimoderasi oleh Teresa Melysa tersebut diungkapkan, seni politik memang terkait dengan “siapa mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana” seperti yang dipopulerkan Harold Lasswell. Namun, menurut Dhimas hal tersebut tidak boleh dimaknai secara sempit hanya mengenai kekuasaan dan jabatan, melainkan justru mendorong setiap orang yang menerima kuasa politik itu menggunakan semua kapasitasnya untuk menyejahterakan masyarakat.
Kerja Politik
Dhimas menerangkan, kerja politik pada dasarnya mengatur tata laksana hidup bersama, seperti yang dilakukan oleh Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Untuk itu masyarakat diajak berpartisipasi aktif dalam pesta demokrasi dengan memilih calon-calon wakil rakyat dan pemimpin negara secara bijaksana. Pemilu bukan untuk mencari orang yang terbaik, tapi mencegah yang terburuk berkuasa. Maka, masyakarakat diajak untuk tidak golput dalam Pemilu mendatang.
Pada saat yang sama, Ketua Circles Indonesia menerangkan bahwa dalam masa kampanye semua politisi ingin dikenal, disukai, dipilih. Dalam proses ini, secara natural ada godaan yang perlu diwaspadai, yaitu praktik “Negative Campaign” dan “Black Campaign.” Dhimas menerangkan, “Negative campaign adalah praktik menunjukkan kelemahan dan kesalahan lawan politik, atau biasa juga disebut dengan ‘argumentum ad hominem.’ Ini tidak melanggar hukum, tapi sebaiknya tidak digunakan.”
Sementara “Black Campaign” adalah tindakan memfitnah pihak lawan, membuat dan menyebarkan hoaks demi membunuh karakter lawan politik, terang pria yang studi doktoral di Oxford, Inggris itu. Dhimas menyatakan pihaknya mengimbau semua pelaku politik dan pendukungnya tidak menggunakan “negative” maupun “black campaign.” “Politik bisa dilakukan dengan cara mengadu visi misi dan program. Melakukannya dengan etika dan ujaran-ujaran yang positif,” terang Dhimas. “Tanggung jawab yang melekat pada para politisi adalah membawa nilai-nilai moral ke dalam arena politik,” pungkasnya.