Perempuan dan Pemilu Serentak 2024

- Admin

Minggu, 22 Oktober 2023 - 12:43 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com -Pemilu serentak 2024 sudah semakin mendekat. Pemilu ini akan menjadi tonggak sejarah yang tak terhindarkan bagi Indonesia karena tidak hanya menentukan pemimpin negara, tetapi juga merentangkan sayapnya ke arah masa depan yang tak terduga. Bagi masyarakat Indonesia, pemilu bukan sekadar rutinitas demokrasi. Ini adalah panggung demokrasi yang menerangi jalan ke depan, penerangan yang tidak mungkin terlaksana tanpa peran aktif dari seluruh komunitas, termasuk perempuan.

Dalam kehadiran mereka di arena politik, perempuan adalah elemen yang sangat penting dan diperlukan untuk menciptakan pemilu yang demokratis, transparan, dan adil. Namun, sayangnya, data yang dihimpun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggambarkan sebuah realitas yang masih jauh dari yang diharapkan. Keterwakilan perempuan dalam pemilu, yang seharusnya memenuhi target undang-undang setidaknya 30%, masih tercatat jauh di bawah ambang tersebut.

Sebagai negara yang memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi, kita tak bisa hanya meratifikasi kewajiban hukum tanpa mengupayakan perubahan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pemilu serentak 2024 akan menjadi panggung di mana perempuan Indonesia harus bersinar, berbicara, dan memberikan pengaruh yang tak terhindarkan. Inilah saatnya bagi perempuan untuk melampaui batasan-batasan yang membatasi peran mereka dalam proses politik dengan membuktikan bahwa mereka memiliki potensi besar dalam membentuk masa depan negara ini.

Ada banyak isu penting yang menjadi tema perjuangan perempuan dalam politik mulai dari ketimpangan gender hingga masalah-masalah lingkungan. Dalam persoalan ini, perempuan memiliki wawasan dan pengalaman yang unik yang dapat memberikan kontribusi berharga dalam mencari solusi yang konstruktif. Keterwakilan yang lebih besar dari perempuan di pemilu adalah langkah pertama yang sangat penting menuju kebijakan yang lebih inklusif dan representatif.

Baca juga :  Mabuk Kuasa

Namun, langkah ini tidak akan terwujud tanpa dorongan dan tindakan nyata. Perempuan harus bersatu, meraih pendidikan politik, memperkuat jejaring, dan mengambil langkah-langkah berani untuk mengambil peran aktif dalam pemilu serentak 2024. Ini adalah saatnya untuk mengatasi stereotip dan prasangka yang mungkin telah menghambat keterlibatan mereka selama ini.

Pemilu serentak 2024 adalah panggung penting yang harus dimanfaatkan perempuan Indonesia untuk merubah permainan politik. Dengan lebih banyak perempuan di dalamnya, kita bisa yakin bahwa keputusan-keputusan yang diambil akan mencerminkan keragaman dan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Inilah saatnya untuk membangun masa depan yang lebih inklusif dan adil, sebuah masa depan yang hanya dapat terwujud ketika perempuan memiliki tempat yang sepadan dalam proses politik.

Produk undang-undang yang mewajibkan target partisipasi perempuan dalam pemilu sebanyak 30% ialah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 11 dalam undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa keterwakilan perempuan dalam pemilu minimal 30%. Hal ini juga didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang terus mendorong partai politik untuk mendukung tercapainya target minimal 30% keterwakilan perempuan di parlemen tahun 2024.

Hal ini bertujuan untuk menjamin keterwakilan perempuan dalam parlemen dan meningkatkan partisipasi politik perempuan. Meskipun demikian, masih banyak partai politik yang kesulitan mencari calon perempuan yang berkualitas dan memiliki integritas untuk diusung dalam pemilu. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik dan memberdayakan perempuan sebagai peserta pemilu di Indonesia.

Baca juga :  Strategi Politik Populis dan Stagnasi Demokratisasi di Indonesia

Partisipasi perempuan dalam politik sesungguhnya adalah akibat yang logis dari hak demokratis mereka sebagai warga negara. Tidak salah jika dikatakan bahwa arena politik dapat menjadi tempat yang menantang, mengingat fokusnya pada kekuasaan, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Namun, hal ini tidak berarti bahwa perempuan tidak dapat terlibat dalam dunia politik.

Secara internal, kegagalan perempuan dalam memperjuangkan hak yang setara dalam politik seringkali disebabkan oleh pemahaman dan kesadaran gender yang relatif rendah di kalangan perempuan, yang melibatkan pengakuan bahwa peran dan fungsi mereka setara dengan laki-laki. Meskipun kemajuannya lambat, tingkat keterwakilan perempuan dalam politik cukup menjanjikan secara keseluruhan.

Kesadaran politik perempuan dan keinginan mereka untuk berpartisipasi telah meningkat, tetapi karena tantangan besar yang masih dihadapi oleh perempuan, peningkatan ini bisa sedikit fluktuatif. Hasil pemilu tahun 2019, misalnya, menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia mencapai 20,87%, menandai peningkatan dari pemilu tahun 2014 ketika keterwakilan perempuan hanya sekitar 17,32%.

Beberapa upaya untuk meningkatkan peran perempuan dalam pemilu bisa dimulai dari mendorong kaum perempuan untuk berani tampil dan memiliki kepekaan untuk berpartisipasi dalam dunia politik sehingga hak-hak perempuan bisa diperjuangkan jika ia menduduki jabatan publik dari hasil pemilihan umum. Pertama, adanya kampanye kesadaran untuk meningkatkan keterbukaan akan paradigma kesetaraan gender dalam keluarga dan pengertian bahwa berpartisipasi dalam dunia politik adalah salah satu bagian terpenting membangun masyarakat bangsa dan negara.  

Baca juga :  Komodo Bukanlah Komedi

Kedua, penyediaan fasilitas yang memadai dan penghapusan hambatan-hambatan struktural untuk memastikan bahwa setiap perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi. Ketiga, pendidikan politik yang dapat dilaksanakan mulai dari seseorang sudah memasuki usia untuk dapat mengikuti pemilu yaitu umur 17 tahun yang mana setingkat dengan pendidikan di perguruan tinggi sehingga saat pemilu nanti diadakan, mereka dapat berpartisipasi secara aktif seperti menjadi calon legislatif maupun menjadi pemilih yang cermat.

Keempat, keterlibatan perempuan mampu merepresentasikan pengalaman perempuan yang dituangkan dalam kebijakan yang lebih responsif gender. Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan partisipasi perempuan dalam pemilu dapat meningkat dan keterwakilan perempuan dalam parlemen dapat mencapai target minimal 30% yang diwajibkan oleh undang-undang. Selain perempuan berpartisipasi dalam pemilu sebagai anggota partai politik, perempuan juga dapat berpartisipasi dalam pengawasan pemilu serta menjadi pemilih dalam pemilu serentak 2024. Karena perempuan punya hak memilih dan dipilih.

Partisipasi perempuan dalam pemilu serentak 2024 sangatlah penting untuk menciptakan pemilu yang demokratis, luber, dan jurdil. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan dan peran aktif perempuan dalam pemilu serentak 2024. Keterwakilan perempuan dalam pemilu masih belum memenuhi target 30% yang diwajibkan oleh undang-undang, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pemilu.

Selain itu, peran perempuan dalam pengawasan pemilu juga sangatlah penting untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran pada pemilu 2024 dan peran perempuan untuk memilih calon pemimpin juga sangat penting untuk menyuarakan suara perempuan guna menjadikan Indonesia yang lebih baik.

Komentar

Berita Terkait

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?
DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?
Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Berita ini 85 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA