Tag: Pemilu 2024

  • DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

    DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

    Indodian.com – Dalam beberapa waktu terakhir, Indonesia sedang diguncang oleh sebuah krisis konstitusional yang sangat mengkhawatirkan. Sebagaimana kita ketahui, di tengah riuh rendah politik Indonesia, peristiwa pembangkangan konstitusi oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhir-akhir ini kembali menjadi sorotan tajam publik.

    Keputusan kontroversial DPR yang memilih untuk mengabaikan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) demi melanggengkan dinasti politik Jokowi, khususnya demi memuluskan jalan anaknya untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah, telah memicu gelombang demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia pada hari Kamis, 22 Agustus 2024 kemarin. Ribuan masyarakat pun turun ke jalan demi mempertahankan nasib demokrasi Indonesia yang kini berada di ujung tanduk.

    Pembangkangan Konstitusi oleh DPR

    Sejak awal, dinamika politik Indonesia memang tidak pernah sepi dari manuver-manuver elite yang seringkali mengabaikan kepentingan rakyat. Namun, kali ini, langkah DPR yang terang-terangan memilih untuk mengabaikan Putusan MK dalam Revisi Undang-Undang Pilkada demi kepentingan segelintir elite politik menjadi bukti nyata betapa rapuhnya demokrasi di negeri ini.

    Dalam rapat yang digelar pada 21 Agustus 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR dan Panitia Kerja (Panja) sepakat untuk mengacu pada putusan Mahkamah Agung (MA) ketimbang MK terkait batas usia calon kepala daerah untuk Pilkada 2024. Keputusan ini dianggap kontroversial karena MK, sebagai lembaga yang bertugas menafsirkan konstitusi, telah dengan tegas memutuskan batas usia tersebut. Namun, DPR memilih jalan berbeda, yang dinilai banyak pihak sebagai upaya untuk membuka jalan bagi Kaesang, anak bungsu Presiden Jokowi, agar bisa mencalonkan diri sebagai gubernur.

    Peringatan Darurat Garuda Biru

    Keputusan ini memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Aksi-aksi demonstrasi yang menuntut keadilan dan penegakan konstitusi berlangsung di berbagai daerah. Salah satu gerakan yang paling menonjol adalah gerakan “Kawal Putusan MK”. Gerakan ini muncul sebagai respon atas viralnya “Peringatan Darurat Garuda Biru,” sebuah video berdurasi kurang dari satu menit di berbagai media sosial. Video ini menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk mengawal Putusan MK dan memastikan jalannya Pilkada 2024 berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

    Peringatan Darurat Garuda Biru pada hakikatnya bukan sekadar simbol protes; ia adalah refleksi kekecewaan mendalam masyarakat terhadap DPR yang dinilai telah mengkhianati konstitusi. Dalam situasi di mana hukum dan demokrasi dipertaruhkan, aksi ini menjadi simbol perlawanan terhadap segala bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang berpotensi menghancurkan fondasi demokrasi di Indonesia.

    Apakah Demokrasi Sudah Mati?

    Pertanyaan besar yang muncul dari krisis ini adalah: apakah demokrasi di Indonesia telah mati? Pembangkangan DPR terhadap Putusan MK menimbulkan kekhawatiran serius tentang masa depan demokrasi di Indonesia. Ketika lembaga legislatif yang seharusnya menjadi representasi rakyat justru memilih untuk menabrak konstitusi demi kepentingan segelintir elite, maka jelas ada yang salah dalam sistem demokrasi kita.

    Jika demokrasi dibiarkan mati, apa yang akan terjadi dengan Indonesia? Demokrasi yang mati akan membuka pintu bagi lahirnya oligarki, di mana kekuasaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang yang berkuasa. Peristiwa ini juga akan mengingatkan kita pada peringatan Hannah Arendt, filsuf yang pernah menjadi korban rezim Nazi di Jerman, tentang bahaya totalitarianisme. Menurutnya, ketika prinsip-prinsip dasar demokrasi seperti supremasi hukum dan demokrasi terkikis, maka pintu bagi munculnya pemerintahan otoriter terbuka lebar. Hal ini tentu akan mempengaruhi masa depan bangsa, di mana kebebasan akan tercekik, penegakan hukum akan tunduk pada penguasa, dan keadilan sosial akan menjadi mimpi yang tak pernah terwujud.

    Mampukah Indonesia Bangkit?

    Dari rentetan krisis politik yang telah bergulir sejak awal ia berdiri, Indonesia telah menunjukkan bahwa demokrasi tidak dapat mati dengan mudah. Gelombang aksi demonstrasi yang meluas di seluruh negeri menjadi bukti bahwa rakyat tidak akan diam ketika demokrasi diinjak-injak. Di bawah tekanan kuat dari rakyat yang bersatu dalam aksi-aksi demonstrasi, DPR akhirnya dipaksa untuk membatalkan niat jahatnya kemarin. Ini adalah kemenangan yang tidak hanya menggagalkan upaya melanggengkan dinasti politik, tetapi juga menegaskan bahwa nasib demokrasi ada di tangan rakyat.

    Aksi demonstrasi ini membuktikan bahwa ketika rakyat bersatu, kekuatan mereka tak bisa diremehkan. Demokrasi Indonesia telah diuji, dan rakyatlah yang menjadi penentu keberlangsungannya. Dalam momen ini, kita belajar bahwa demokrasi bukan sekadar kata-kata yang tercantum dalam konstitusi; ia hidup dalam tindakan, keberanian, dan suara-suara yang menolak tunduk pada tirani. Masa depan demokrasi Indonesia kini berada di persimpangan yang cerah, bukan gelap. Dengan keberanian yang telah ditunjukkan, rakyat Indonesia telah mengirim pesan yang jelas: demokrasi akan terus hidup selama ada mereka yang berani melawan ketidakadilan. Dan selagi rakyat terus memegang kendali, demokrasi Indonesia akan tetap berdiri kokoh.

  • Sejumlah Catatan Kritis Pers dan Warganet terhadap Amicus Curiae dan Dissenting Opinion dalam Putusan MK

    Sejumlah Catatan Kritis Pers dan Warganet terhadap Amicus Curiae dan Dissenting Opinion dalam Putusan MK

    Jakarta — Berdasarkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka ditetapkan sebagai Pemenang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024 pada Rabu (24/4/2024). Penetapan ini dilakukan menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan terhadap hasil Pilpres 2024 yang diajukan pasangan calon presiden-calon wakil presiden nomor urut satu (paslon 01) Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

    Lewat alat kerja data analytics, PT Binokular Media Utama (“Binokular”) melakukan riset media monitoring pemberitaan-pemberitaan media massa (pers) dan percakapan di media sosial tentang sorotan dan distribusi argumen juga percakapan publik tentang putusan MK tersebut.

    Tren Pemberitaan dan Percakapan Pasca-Putusan PHPU Pilpres

    Manajer News Data Analytics Binokular (Newstensity) Nicko Mardiansyah menyebut bahwa dalam periode monitoring 16-23 April, eksposur pemberitaan media massa tentang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) memuncak pada tanggal 22 April 2024, waktu putusan PHPU Pilpres tersebut dibacakan. “Dalam periode tersebut, isu yang paling banyak disorot media massa yakni MK Tolak Gugatan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, Belasan Amicus Curiae Diajukan termasuk dari Presiden Kelima Megawati Soekarnoputri, Dissenting Opinion Tiga Hakim MK, Ucapan Selamat dari Berbagai Pihak untuk Prabowo-Gibran, Demonstrasi Jelang dan Pasca Putusan MK, dan PDIP Akan Gugat Hasil Pilpres ke PTUN,” kata Nicko.

    Tren yang sama juga berlangsung di social media hal mana warganet menyuarakan pendapatnya berupa komentar di postingan yang ada di platform YouTube dan Twitter (X) dengan puncak percakapan berlangsung pada tanggal 22 April, hari di mana pembacaan putusan oleh Mahkamah Konstitusi dilakukan. Melanjutkan temuan di atas, Manajer Social Media Data Analytics (Socindex) Binokular Danu Setio Wihananto menyebut, tanggapan positif warganet terpantau cenderung memiliki engagement (keteribatan interaksi) yang lebih kecil bila dibandingkan dengan konten yang kontra terhadap putusan MK.

    “Respon positif warganet di antaranya mengapresiasi putusan MK sebagai putusan yang adil dan bentuk tegaknya konstitusi. Itu terlihat misalnya dalam wordcloud di antaranya berani, adil, damai, kebenaran, dan lain-lain,” kata Danu. Sementara itu, lanjut Danu, tanggapan kontra umumnya muncul dari perasaan kecewa netizen (warganet) yang menganggap MK tak mampu menghadirkan keadilan karena diduga ada nepotisme dan intervensi.

    Pada bagian lain, Danu menyebutkan, secara keseluruhan postingan organik (unique) cukup dominan sebesar 35% pada periode 16-23 April dan meningkat menjadi 40% pada periode 22-23 April 2024. Hal ini menunjukkan besarnya atensi warganet dalam merespon isu Putusan MK tentang Sengketa Pilpres baik dengan membuat, mengomentari, membagikan, dan menyukai postingan.

    Proyeksi Isu, SNA, dan Opinion Leader

    Meningkatnya pemberitaan dan percakapan di media sosial menjadi landasan bagi beberapa beberapa isu yang diproyeksikan tetap akan muncul yakni Dissenting Opinion Tiga Hakim, Ucapan Selamat dari Berbagai Pihak bagi Prabowo-Gibran, Demonstrasi Massa dan Imbauan Dilakukan Rekonsiliasi, serta Proses Transisi Pemerintahan Baru.

    Konsultan Binokular Data Analytics Rico Pahlawan menambahkan, “Dalam Social Network Analysis (SNA) yang terbentuk terkait isu PHPU Pilpres, dominan percakapan kontra muncul akun influencer seperti Msaid Didu, Mohmahfudmd, Geloraco, CakIminnow, Miduk17, dan akun media massa Tempodotco. Secara keseluruhan, terdapat kecenderungan semakin besar kluster ini karena tidak menerima putusan. Isu-isu yang diperbincangkan yakni kehancuran demokrasi di Indonesia menjadi tanggung jawab Jokowi, keputusan MK menjadi preseden legal bagi kecurangan pada Pilpres berikutnya, dissenting opinion pertama dalam sejarah perjalanan MK, MK tak kuasa hentikan laju kelemahan demokrasi di Indonesia, dan Ketua MK sempat terseret kasus BLBI (Bamtuan Likuiditas Bank Indonesia),“ ujar Rico.

    Sedangkan pada kluster argumen pro muncul dari akun seperti Jokowi, Prabowo, Partai Gerindra dan Yusril Ihza Mahendra, yang berada dalam pihak berlawanan dari Paslon 01 dan Paslon 03 dengan ajakan untuk menerima putusan MK dengan jiwa besar, tuduhan Jokowi intervensi Pilpres tak terbukti, bantahan adanya politisasi bansos, ucapan selamat bagi Yusril yang berhasil memimpin Tim Hukum Prabowo-Gibran, dan permintaan Prabowo kepada pendukungnya agar tidak melakukan aksi demi menjaga kesejukan demokrasi.

    Pasca-putusan MK, paslon 01 dibincangkan netizen dalam percakapan bersentimen positif terkait kebanggaan menjadi bagian dari Koalisi Perubahan dan menerima serta menghormati putusan MK dan sentimen negatif terkait kekalahan dan penolakan MK atas permohonan sengketa Pilpres. Sementara itu, paslon 02 dibicangkan warganet secara positif melalui wordcloud seperti “kejujuran”, “kerukunan”, dan “kesejukan” dan sentimen negatif percakapan yang dikaitkandengan isu “diskualifikasi” Gibran, “politisasi bansos”,  dan “nepotisme”.  Sedangkan paslon 03 dibicangkan dalam percakapan positif melalui wordcloud seperti “optimis”, “legowo”, “percaya”, “menghormati”, dan sentimen negatif talks seperti “kalah” dan “ditolak”.

    Khusus terkait topik Putusan MK, Vice President Operations Binokular Data Analytics Ridho Marpaung menyampaikan bahwa beberapa topik yang cukup disorot oleh pers dan warganet adalah adanya Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) dan dissenting opinion tiga hakim MK, yakni Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, dan Arief Hidayat. Sejarah baru terjadi dalam Sidang MK tentang sengketa Pilpres. Munculnya fenomena belasan Amicus Curiae yng diajukan dan kemudian juga dipertimbangkan oleh MK.

    Di sisi lain dissenting opinion beberapa hakim yang dibacakan dalam sidang Putusan MK mencuat sorotan ketidaknetralan sebagian Penjabat (Pj) Kepala Daerah yang menyebabkan Pemilu berlangsung tidak jujur dan adil. Demikian juga tentang etika, politisasi bansos dan keberpihakan pemerintahan Presiden Jokowi terhadap pasangan calon tertentu. Isu ini juga direspon oleh Mahfud MD yang menyebut, dissenting opinion menjadi catatan sejarah baru dalam proses hukum karena baru terjadi dalam PHPU Pilpres 2024.

    Ridho menyatakan, “Adanya Amicus Curiae dan dissenting opinion tiga dari delapan hakim MK di persidangan, mesti diperhatikan serius oleh Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan kalangan politisi. Hal ini juga menjadi peringatan bahwa penyelenggaraan Pemilu ke depan mesti perlu diperbaiki, baik merujuk pada sisi aturan, pengawasan, pelaksanaan dan etika hukum. Terdekat ada momen Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang bisa menjadi momen tindaklanjut KPU dan Bawaslu juga pihak-pihak terkait untuk melakukan perubahan berkaca pada pelaksanaan Pemilu 2024,” ujar Ridho.

    Sementara itu,  sentimen-sentimen positif terhadap Putusan MK ini juga sedikit banyak dipengaruhi oleh pengaruh pernyataan paslon 01 dan 03 yang menyatakan menerima hasil Putusan MK dan memberikan ucapan-ucapan positif kepada paslon 02 untuk menjalankan pemerintahan baru nanti. “Teladan baik dari paslon 01 dan 03 ini patut diapresiasi karena meninggalkan rekam jejak sejarah, khususnya dalam memberikan contoh untuk tetap menghormati dan mematuhi proses hukum yang berlaku, meskipun putusan tersebut adalah menolak gugatan mereka” tutup Ridho.

  • Peredaran Hoaks Pemilu 2024 Masih Besar

    Peredaran Hoaks Pemilu 2024 Masih Besar

    JakartaIndodian.com Memasuki masa tenang kampanye Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, data analytics PT Binokular Media Utama (“Binokular”) melakukan riset media monitoring terhadap pemberitaan di media massa dan percakapan di media sosial tentang peredaran hoaks yang masih besar di Pemilu 2024, baik di media massa dan media sosial. Selain itu, Binokular juga mencatat topik-topik besar dari kampanye masing-masing pasangan calon (paslon) presiden-wakil presiden (wapres).

    Distribusi Konten Hoaks

    Manajer News Data Analytics Binokular (Newstensity) Nicko Mardiansyah menyebut, secara umum informasi hoaks awalnya muncul di media sosial dan diamplifikasi dalam pemberitaan media konvensional. Berdasarkan pantauan di media massa online, print, dan elektronik, terdapat tiga tren fake news/hoaks yakni: Pertama, Hasil Perhitungan Suara di Luar Negeri Sudah Keluar. Isu ini sudah keluar pada rentang 8-11 Februari 2024 sebanyak 115 artikel (berita klarifikasi) dengan puncak pemberitaan pada tanggal 9 Februari.  

    Secara umum, validitas informasi klarifikasi bersumber dari Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI). Isu serupa juga muncul di media sosial terutama dalam bentuk konten video yang menunjukkan hasil perhitungan suara Pilpres 2024 di luar negeri, yakni di Malaysia dan Taiwan. Eksposur konten dominan didistribusikan melalui Tiktok (65%), Facebook (19%), X (Twitter) (13%), Youtube (3%) dengan total sebanyak 31 postingan yang menyumbang sebanyak 18.951 engagement (interaksi pengguna media sosial) dan ditonton sebanyak 776.997 kali. Berikut contoh postingan hoaks link, link, link, link, dan link.

    Kedua, KPU Tak Lagi Keluarkan Undangan Fisik untuk Mencoblos, mulai diberitakan dalam periode 6-11 Februari 2024 sebanyak 22 artikel (berita klarifikasi) dengan puncak pemberitaan pada tanggal 8 Februari dan dominan diberitakan oleh media online. Sama dengan isu pertama, mayoritas informasi bersumber dari KPU RI dan KPU Daerah. Isu di atas juga didistribusikan di media sosial sebanyak 34 postingan dengan 2.543 engagement dan ditonton sebanyak 167.371 kali. Beberapa contoh postingan hoaks: link, link, link, link, link.

    Ketiga, Prabowo-Gibran di Surat Suara Menjadi Nomor 3 muncul sejak tanggal 3-7 Februari 2024 sebanyak 22 artikel. Terdapat 5 berita dengan kekacauan informasi jenis disinformasi yang beredar mulai tanggal 3 Februari 2024, dan 17 berita yang mengklarifikasi disinformasi tersebut. Pemberitaan jenis klarifikasi mulai beredar sejak 4 Februari 2024. Diketahui, isu ini mencatat 11 postingan, mencatat engagement sebesar 563 dan ditonton sebanyak 1.131.104 kali. TikTok menjadi platform dominan penyebaran konten (73%), diikuti Twitter/X (18%), dan Instagram (9%).

    Manajer Social Media Data Analytics (Socindex) Binokular Danu Setio Wihananto menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelusuran, desain surat suara yang terlihat pada video tersebut berbeda dengan desain resmi yang dirilis oleh KPU. Perbedaan yang paling terlihat adalah pada foto yang digunakan oleh masing-masing pasangan calon presiden dan calon wakil presiden memiliki perbedaan dengan foto pada desain resmi dari KPU. Dengan demikian, surat suara yang ada dalam video tersebut bukan merupakan surat suara yang dikeluarkan oleh KPU. Link postingan hoaks sebagai berikut: link, link, link, link, dan link.

    Mencermati masifnya distribusi konten hoaks di media sosial yang kemudian diamplifikasi oleh media massa dan akun-akun mendia sosial tertentu sebagaimana yang ditunjukkan oleh hasil riset Binokular, Vice President of Operations PT Binokular Media Utama, Ridho Marpaung mengimbau media massa, pembaca berita dan warganet untuk tetap rajin dalam melakukan verifikasi informasi pada sumber-sumber informasi yang resmi dan memiliki rekam jejak yang baik juga memperbanyak literasi.

    Ridho menyatakan, Binokular mengajak setiap setiap paslon, tim kampanye, dan partai-partai poitik serta pemangku kepentingan dan masyarakat untuk kompak dalam mendukung dan menjaga agar gelaran Pemilu 2024 dapat berlangsung dengan damai dan juga anti-hoaks dalam bingkai sifat pemilu yang jujur, adil, langsung, umum, bebas dan rahasia (jurdil dan luber).

    Program Unggulan Paslon

    Pada masa debat Capres-Cawapres berlangsung (12 Desember 2023-4 Februari 2024), Binokular mencatat bahwa dalam pemberitaan media massa, paslon Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar disorot dalam isu 40 Kota Naik Kelas (2.086 artikel), Bansos Plus (1.245 artikel), dan Contract Farming (522 artikel).  Paslon nomor dua yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka lebih banyak disorot terkait Program Makan Siang dan Susu Gratis (10.793 artikel), Program Hilirisasi (10.170 artikel), dan Food Estate (5.315 artikel). Sedangkan Paslon nomor 3 yakni Ganjar Pranowo-Mahfu MD dominan diberitakan terkait KTP Sakti (5.806 artikel), Satu Keluarga Miskin, Satu Sarjana (4.068 artikel), dan Internet Gratis (3.278 artikel).

    Sementara catatan Binokular di media sosial, paslon Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar cukup signifikan dibincangkan terkait Bansos Plus (5.208 talks –percakapan-) dengan engagement  terbesar 1.777.640 talks, diikuti isu Pendidikan Gratis (3.718 talks) dan Penyediaan Lapangan Pekerjaan (3.500 talks). Sedangkan Pasangan Prabowo-Gibran disorot dalam percakapan dominan tentang Makan Siang dan Susu Gratis (61.342 talks) yang mencatat engagement terbesar 20.620.498, diikuti isu Hilirisasi Komoditas (45.065 talks), dan Kenaikan Gaji Guru, ASN dan TNI-Polri (2.908 talks). Sementara itu, Pasangan Ganjar-Mahfud dipercakapkan warganet terkait program KTP Sakti (53.597 talks), diikuti Internet Gratis (52.595 talks) dan Satu Desa-Satu Faskes-Satu Nakes (5.522 talks). Internet Gratis mencatat engagement terbesar yakni 10.172.167.

  • Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

    Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

    Indodian.com- Para pasangan calon dalam debat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sejak ronde pertama hingga ronde keempat kerap menggunakan istilah asing daripada bahasa Indonesia. Istilah asing yang sering disebut, misalnya green economy, carbon capture, tax ratio, green jobs, greenflation, dan sebagainya. Fenomena kebahasaan ini dikenal sebagai xenoglosofilia. Xenoglosofilia merupakan kecenderungan menggunakan bahasa atau istilah asing daripada menggunakan bahasa ibu atau bahasa Indonesia.

    Seiring dengan laju globalisasi, penggunaan istilah asing telah menjadi bagian tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari. Maraknya media sosial juga berpengaruh besar dalam kebiasaan para penggunanya untuk menggunakan istilah asing, baik secara daring maupun luring. Istilah asing bahkan dicampur-adukkan dengan bahasa nasional.

    Dunia politik pun tidak luput dari pengaruh ini, di mana para pemimpin dan calon pemimpin cenderung menggunakan istilah asing dalam memberikan pertanyaan atau menanggapi argumen lawan. Namun, dalam konteks debat Pilpres, patut dipertanyakan apakah penggunaan istilah asing ini memudahkan atau malah menghambat para pemilih untuk memahami gagasan dan argumentasi yang dipaparkan setiap pasangan calon?

    Bahasa merupakan alat utama dalam menyampaikan ide dan gagasan. Dalam konteks politik, terutama dalam debat Pilpres, kejelasan dan komprehensibilitas bahasa menjadi kunci untuk memastikan pesan yang disampaikan dapat diterima dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik tidak hanya mencakup penggunaan kata-kata yang sederhana, tetapi juga penjelasan yang memadai terkait konsep-konsep kompleks yang mungkin dibahas dalam debat.

    Ada sejumlah faktor yang bisa saja memicu maraknya fenomena kebahasaan ini. Penggunaan istilah asing dirasa dapat memberikan kesan modern, terhubung dengan isu-isu global, dan menunjukkan bahwa calon pemimpin memiliki wawasan internasional. Calon pemimpin mungkin percaya bahwa penggunaan istilah asing akan meningkatkan daya tarik mereka terhadap pemilih yang lebih terdidik. Tidak menutup kemungkinan juga jika penggunaan istilah asing menjadi bagian dari strategi komunikasi politik untuk menciptakan kesan tertentu di antara pemilih atau untuk membedakan diri dari pesaing.

    Banyak juga istilah asing yang digunakan oleh para pasangan calon tidak memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Jika ada, seringkali kurang dikenal oleh masyarakat umum. Hal ini menciptakan kesenjangan pemahaman antara para pemilih dan para calon pemimpin. Masyarakat yang kurang terbiasa dengan istilah asing atau tidak memiliki latar belakang pendidikan tertentu mungkin merasa terpinggirkan atau merasa bahwa calon pemimpin tidak memperhatikan kebutuhan dan aspirasi mereka. Ini dapat menciptakan kesan bahwa politik adalah urusan elit yang hanya dapat dipahami oleh segelintir orang yang memiliki pengetahuan khusus.

    Penggunaan istilah asing berpotensi mereduksi kualitas debat. Seharusnya, debat Pilpres adalah wadah di mana ide dan gagasan dari kandidat yang bersaing dapat disajikan dengan jelas dan dimengerti oleh seluruh pemilih. Namun, penggunaan istilah asing dapat mengaburkan esensi perdebatan dan menggeser fokus dari substansi ke bentuk bahasa yang kompleks. Penggunaan istilah asing dalam debat Pilpres dapat menjadi pisau  bermata dua.

    Meskipun tampak modern, fenomena ini memiliki risiko besar. Ketika debat terpusat pada penggunaan istilah asing yang kompleks, risiko terbesar adalah hilangnya makna substansial dari pesan yang ingin disampaikan kepada para pemilih. Padahal, jika mengutamakan kejelasan dan keterbacaan pesan, para calon pemimpin dapat memastikan bahwa debat Pilpres tetap menjadi wadah untuk para pemilih memahami dan mengevaluasi visi, kebijakan, dan program kerja setiap kandidat, bukan sekadar permainan kata atau pencitraan linguistik.

    Penggunaan istilah asing tak selamanya buruk, jika digunakan dengan bijaksana dan sesuai konteks. Namun, harus ada kesadaran bahwa debat Pilpres adalah panggung nasional di mana bahasa Indonesia memiliki peran kunci untuk menjadikan debat sebagai forum yang inklusif.  Ini menjadi sangat penting dalam konteks demokrasi, di mana setiap suara memiliki nilai yang sama.

    Penggunaan bahasa Indonesia yang baik juga mencerminkan penghormatan terhadap masyarakat yang memiliki beragam latar belakang. Ketika calon pemimpin mampu menyampaikan pesan dengan bahasa yang dapat dipahami oleh pekerja, petani, pelajar, dan berbagai kelompok sosial lainnya, mereka memberikan ruang yang setara bagi semua pihak untuk terlibat dalam proses politik.

  • Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

    Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

    Indodian.com-Media informasi (televisi, surat kabar, media online,) adalah salah satu pilar demokrasi. Sebagai pilar demokrasi, media informasi mesti bersikap independen, tidak terikat oleh intervensi lembaga apapun. Media informasi mesti dimengerti sebagai representasi dari demokrasi itu sendiri sebagaimana demokrasi memfasilitasi kebebasan kepada individu atau komunitas apapun untuk mengungkapkan kebebasan berpendapat sejauh tidak mendestruksikan tatanan sosial-kemasyarakatan.

    Penjaminan kebebasan berpendapat sebenarnya telah dikonstitusional melalui Pasal 28 E ayat 3 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Inilah kiranya menjadi basis legitimasi bagi kebebasan media untuk memproduksi dan menyebar informasi. Namun, kebebasan media yang dimaksud tidak bersifat absolut.

    Kebebasan media informasi ada batasnya karena ia mesti sesuaikan dengan tuntutan hukum normatif. Hukum normatif yang dimaksud lebih erat berhubungan dengan etika publik (di mana media itu beraktivitas). Hukum normatif juga menuntut media supaya bagaimana seharusnya memproduksi dan menyiarkan informasi. Sebab, aktivitas media menjangkau secara publik dan karena itu, media harus mengikuti etika yang berlaku secara publik. 

    Kebebasan media yang tidak absolut artinya aktivitas media mesti selalu mengikuti prinsip-prinsip internal di dalam media itu sendiri terutama bertautan dengan etika dan tanggung jawab sosial. Ini ada hubungan dengan upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat publik terhadap media.

    Rusdiana dalam buku Etika Komunikasi Organisasi (2021), menjelaskan, untuk dapat memenuhi ekspektasi dan kepercayaan masyarakat, para pelaku jurnalisme merumuskan sendiri sejumlah prinsip yang dijadikan sebagai panduan mereka dalam beraktivitas. Prinsip-prinsip itu menurut Rusdiana adalah :(1) akurasi; (2) independensi; (3); objektivitas (sering disebut juga balance); (4) fairness; (5) imparsialitas kepada publik (Rusdiana, 2021:331).

    Rusdiana kemudian menjelaskan lebih komprehensif prinsip-prinsip di atas. Menurutnya prinsip akurasi berarti substansinya, fakta-faktanya, dan penulisannya benar, berasal dari sumber yang otoritatif dan kompeten, serta tidak bias. Prinsip objektivitas, berarti harus bebas dari obligasi atau kepentingan apapun selain hak publik untuk mengetahui informasi, serta menghindari conflict of interest baik yang nyata maupun yang dipersepsikan (perceived). Prinsip fairness adalah peliputan yang transparan, terbuka, jujur dan adil yang didasarkan pada dealing yang langsung (transparant, open, honest and fair coverage based on straight dealing). Sedangkan prinsip akuntabilitas mengharuskan para jurnalis untuk senantiasa akuntabel dalam proses dan produk yang dihasilkan dalam melakukan aktivitas jurnalisme (Rusdiana, 2021: 331).

    Netralitas media dan Pemilu 2024 yang bersih

    Di samping memenuhi tuntutan hukum, media harus membangun prinsip yang lebih penting, yakni bersikap netral. Netral dalam artian bahwa media tidak memihak kepada pihak tertentu dengan memojokkan pihak lain. Hal inilah yang diharapkan pada perhelatan Pemilu 2024 nanti. Media mesti bersikap netral terhadap setiap calon atau partai entah dalam kontestasi Pilpres maupun legislatif. Media diharapkan untuk tidak berikhtiar mementingkan calon tertentu atau berupaya menggiring opini publik untuk menghasut calon lain.   

    Dalam masa persiapan menuju Pemilu 2024 seperti saat ini media sebagai sumber informasi tidak bisa terhindar dari perhatian masyarakat publik. Sebab, masyarakat publik sekarang identik dengan masyarakat informasi sebab hari-harinya haus akan informasi, apalagi menjelang perhelatan pemilu, masyarakat tentu terdorong untuk mengetahui perkembangan politik terkini dan media adalah penyalur utamanya. Dengan demikian, kita memahami masyarakat publik ini sebagai masyarakat informasi.

    Masyarakat informasi ini mesti kita bedakan lagi menjadi dua golongan. Golongan pertama biasanya tergambar dalam masyarakat yang mampu berpikir kritis terhadap informasi. Dengan kata lain, masyarakat yang tidak mudah mengafirmasi informasi sebagai satu tolak ukur untuk mengklaim sebagai suatu kebenaran. Informasi palsu dan ujaran kebencian biasanya sulit diterima oleh masyarakat ini. Dampaknya pun dapat menguntungkan bagi demokratisasi dengan terciptanya masyarakat yang damai dan sejahtera karena yang dikedepankan bukan sentimentalitas, melainkan argumentasi yang rasional.

    Golongan kedua biasanya masyarakat informasi yang kurang berpikir kritis dan lebih mudah mengafirmasi informasi tanpa harus menimbang dan menilai secara objektif sehingga informasi yang salah sekalipun dapat masuk. Masyarakat jenis ini mudah terobsesi, terhasut dan terprovokasi oleh informasi sehingga hoax dan hate speech menjadi makanan empuk yang selalu dikonsumsi. Dampaknya pun dapat memicu demokrasi yang terkontaminasi, polarisasi besar-besaran karena yang dikedepankan bukan rasionalitas argumen, melainkan sentimentalitas yang emosional. Konsekwensi lanjutnya menyisakan ruang publik yang berantakan. Masyarakat yang terakhir inilah yang menuntut cara kerja media untuk selalu menyajikan infomarsi yang kredibel dan netral. Kredibel, atinya media harus menjadi satu-satunya sumber informasi yang terpercaya. Media menjamin bahwa tidak ada polarisasi antara masyarakat.  

    Menjelang pemilu 2024 netralitas media sangat penting sebagai upaya menciptakan pemilu yang bersih dan sehat. Pemilu 2024 menjadi ajang bagi media apapun untuk menampilkan entitasnya sebagai media berkualitas, kredibel dan paling penting adalah media yang menjunjung tinggi netralitas. Netralitas media ditunjukkan melaui penyajian informasinya yang tidak mementingkan calon atau partai tertentu.

    Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria, ada tiga peran media yang mampu menghadirkan praktik demokrasi yang sehat. Pertama, sebagai penyedia informasi penting kepada pemilih, kedua watchdog publik, dan ketiga, menjadi ruang terbuka untuk publik dalam menyuarakan pendapat. Berkaitan dengan peran sebagai Watchdog publik, Nezar Patria mengidentifikasi kemampuan media dalam mengekspos bentuk-bentuk pelanggaran pemilu, mampu menjaga integritas, transparansi, dan akuntabilitas proses pemilu, (dikutip dari laman resmi Kominfo).

    Untuk mewujudkan media yang independen dan netral pada proses Pemilu, dibutuhkan regulasi yang tepat dari luar untuk terus mendukung kenetralan media. Negara sebenarnya telah berupaya mendorong kenetralan media melalui regulasi yang tertuang dalam perundang-undangan. Regulasi terkait netralitas media pada saat Pemilu sudah diatur dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang pemberitaan, penyiaran dan iklan kampanye pemilu, secara khusus telah diatur pada pasal 287-297 (ibid).

    Regulasi tersebut menjadi amanat bagi media untuk bersikap netral pada proses Pemilu 2024. Secara internal, media mesti tidak terjebak dalam permainan logika pasar yang menghalalkan segala cara hanya demi meraih profit semata dengan mengabaikan prinsip primer dari media itu sendiri. Artinya media tidak boleh berorientasi pada nilai keuntungan pasar semata, tetapi secara prinsipil ia adalah penyalur informasi yang netral, yakni menguntungkan sebanyak mungkin orang. Secara eksternal, media bersifat bebas dan bisa berdiri sendiri sesuai dengan hakekat dasarnya. Media tidak boleh tunduk pada otoritas atau partai tertentu yang berujung pada media hanya sebatas intrumen dari pihak luar.

    Media massa sebagai media mainstream harus tetap mempertahankan netralitasnya sebagai ruang deliberasi publik di tengah tantangan arus disinformasi melalui media sosial. Sebab, media sosial mutakhir yang gratis seperti hari-hari ini memudahkan masyarakat memproduksi dan mengonsumsi informasi secara bebas tanpa pertimbangan secara rasional sehingga menyebabkan pudarnya deliberasi publik yang demokratis. Di tengah tantangan tersebut, media massa dituntut untuk berkontribusi menyediakan platform diskusi bagi masyarakat luas serta tidak membiarkan pandangannya diinstrumentalisasi untuk kepentingan kekuasaan (Bdk. Otto Gusti Madung, 2021: 897)

    Lebih jelas, media tidak mudah dipolitisasi demi menguntungkan pihak tertentu. Tugas utama media adalah menyebarkan informasi yang benar, faktual dan objektif terkait penyelenggaraan Pemilu. Selain itu, media harus menjadi ruang yang inklusif, yakni memfasilitasi semua pihak untuk bisa mengeluarkan pendapat. Media harus hindar dari sikap sensasional, yaitu hanya tertarik pada kubu tertentu dengan membangun provokasi untuk menggerus kubu lain. Ketika media memenuhi semua kiteria tersebut, otomatis media mendapat kredibelitas yang tinggi dari publik.

  • Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas

    Pemimpin: Integritas, bukan Popularitas

    Indodian.com – Pemilihan umum (pemilu) adalah sesuatu hal yang penting dalam suatu negara, terlebih khusus pada negara liberal. Pemilu menjadi kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin yang berintegritas. Saat ini Indonesia sedang heboh dengan isu tentang para artis yang terjun ke dunia politik. Tak sedikit artis yang terjun ke dunia politik saat ini. Bahkan ada juga artis yang terjun ke dunia politik dan menjadi pemimpin.

    Penulis melihat bahwa kemenangan para artis, bukan karena kualitas gagasan tetapi karena diminati oleh masyarakat mengingat profesi mereka yang suka bersandiwara. Banyaknya artis yang terjun ke dunia politik menjadi sorotan publik. Ada satu hal menarik bahwa hadirnya para artis ke dunia politik, mengindikasikan bahwa politik itu menjadi milik publik bukan hanya dimiliki oleh satu orang atau kaum politisi saja.

    Dunia politik adalah dunia untuk semua orang tanpa ada ikatan oleh aturan tertentu. Dunia politik adalah milik publik, melalui politik orang bisa mengekspresikan diri mereka, baik pengetahuan, maupun kecerdasan sosial. Ruang politik adalah ruang yang bersifat netral, orang mempunyai hak untuk berlabuh ke dunia politik.

    Kemenangan para artis dalam pemilihan daerah, tak lain karena popularitas mereka dalam masyarakat. Mereka memanfaatkan sandiwara mereka di atas panggung untuk memikat hati masyarakat. Masuknya artis dalam dunia politik, berawal dari ketidakpercayaan mereka terhadap pemimpin yang rakus dan secara kasat mata mempertontonkan kebijakan yang tidak adil.

    Akan tetapi, kecemasan terbesar penulis melihat keterlibatan para artis dalam dunia politik adalah soal kualitas kepemimpnan dari para artis. Kehadiran para artis ke dunia politik tidak menjadi persoalan, tetapi yang menjadi persoalannya adalah ketika artis yang dipilih menjadi pemimpin itu tidak memiliki kualitas dan integritas. Tentunya dunia politik hanya dijadikan sebagai panggung untuk bersandiwara. Menjadi pemimpin karena popularitas, bukan karena integritas akan menghancurkan suatu bangsa.

    Keterlibatan para artis ke dunia politik berawal dari pemilu pada tahun 2004. Saat itu ada 38 artis yang mencalonkan diri untuk berpartisipasi dalam pemilu. Pada tahun 2009 tercatat artis yang ikut dalam pemilu adalah 61 orang. 2014 artis yang ikut dalam pemilu ada 71 orang, pada tahun 2019 ada 91 artis yang mencalonkan diri. Dan pemilu tahun 2024 mendatang tercatat artis yang ikut dalam pemilu adalah 61 orang (Kompas, 22 Mei 2023).

    Data di atas menunjukkan bahwa partisipasi artis dalam kontestasi politik mengalami peningkatan yang signifikan. Ini adalah sesuatu hal yang baik, tetapi jangan sampai bangsa ini dipimpin oleh orang yang menjadikan panggung politik sebagai ajang untuk mementaskan sandiwara mereka, dan pemimpin yang tidak memiliki integritas. Di tengah berkembangnya arus globalisasi, yang dituntut adalah skil dan pengetahuan yang mapan, dengan tujuan agar bisa membedah semua persoalan yang datang silih berganti.

    Berpijak dari realitas ini, hemat penulis untuk menjadi pemimpin harus memiliki realitas sosial yang baik dan mempunyai integritas yang tinggi bukan popularitas. Sehubungan dengan ini, Rocky Gerung pernah menjelaskan bahwa kualitas yang mendongrak elektabilitas, bukan popularitas. Pemimpin yang bermodal popularitas akan berdampak buruk pada kinerja kepemimpinan, karena tidak diimbangi dengan pengetahuan yang mapan akan realitas sosial.

    Lucky Hakim salah seorang artis yang pernah menjadi pemimpin, ia mengundurkan diri karena tidak bisa menjalankan semua program yang ia sampaikan pada saat berkampanye (Kompas, 07/03/2023). Dari data ini, hemat penulis bahwa popularitas belum bisa menjamin seorang artis terjun ke dunia politik, jika tidak diimbangi pengetahuan. Pengetahuan sangat dibutuhkan dalam ranah politik.

    Ada dua hal yang menjadi dasar penulis menilai bahwa para artis belum mampu menjadi pemimpin. Pertama, profesi dari para artis. Artis memiliki tugas utama yaitu sebagai seni dalam melakoni sebuah drama di atas panggung. Hal ini akan berdampak pada sistem kepemimpinan pada suatu bangsa yang hanya menjadikan ruang politik sebagai tempat untuk mementaskan drama. Jangan sampai pemimpin berlabuh di antara dua karang, yang berarti di satu sisi sebagai artis dan di sisi lain sebagai pemimpin. Tentunya ini akan berdampak pada kinerja dari pemimpin, seperti Lucky Hakim yang mengundurkan diri dari jabatannya karena tidak memiliki integritas.

    Kedua, minim integritas. Seorang artis dipilih menjadi menjadi pemimpin hanya karena dikenal oleh masyarakat, dan karena banyak diminati oleh banyak orang. Negara tidak membutuhkan “tong kosong”, tetapi negara membutukan orang yang betul-betul memahami realitas sosial yang tinggi. Popularitas tidak dibutuhkan dalam negara. Banyak orang yang tidak memiliki popularitas tetapi memiliki integritas, itulah yang dibutuhkan oleh negara, bukan semata-mata karena diminati oleh banyak orang. Untuk menjadi pemimpin hal utama yang harus dimiliki adalah integrits, dan popularitas adalah hal yang kedua. Ibarat membangun rumah yang menjadi utama dan pertama adalah dasar (fundasi). Fundasi itu adalah integritas.

    Dari problem ini penulis menawarkan dua solusi. Pertama, membatasi para artis yang terlibat dalam dunia politik. Kenapa? Karena artis memiliki profesi yang tetap seperti yang sudah dijelaskan penulis sebelumnya. Yang menjabat sebagai pemimpin diutamakan pada masyarakat yang tidak memiliki popularitas tetapi memiliki integritas.

    Kedua, partai politik tidak boleh merekrut para artis. Hal ini akan berdampak pada integritas bangsa. Saat ini tidak sedikit partai politik yang merekrut para artis, sebab para artis memiliki popularitas dari masyarakat sehingga para artis diperalat oleh partai politik untuk meraih keuntungan. Melihat realitas ini, pemerintah harus membuat kebijakan agar partai politik tidak merekrut para artis. Jangan sampai partai politik didominasi oleh para artis dan pemimpin juga didominasi oleh para artis, sehingga yang ada hanya orang buta menuntun orang buta.       

  • Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan

    Politik dan Hukum Suatu Keniscayaan

    Indodian.com – Pada hakikatnya manusia adalah mahluk yang memilki hak dan kewajiban. Antara hak dan kewajiban memiliki keterkaitan satu sama yang lain. Hak dan kewajiban terlibat dalam relasi saling membutuhkan karena konkretnya untuk bisa mencapai suatu hak maka harus didahuli oleh kewajiban.

    Konsep tentang hak dan kewajiban ini sebenarnya menjadi titik simpul dari kehendak bebas manusia. Sebagai ciptaan Tuhan, manusia memiliki kehendak bebas. Kehendak bebas itu mau menunjukkan bahwa manusia bebas untuk melakukan apa saja dalam kehidupanya. Namun, kebebasan memiliki rambu-rambu dalam pengaplikasiannya, sebab kebebasan individu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.

    Kebebasan manusia itu memilki suatu ambang batas karena ruang lingkup manusia itu berada dalam suatu ranah negara. Setiap negara memiliki produk hukum yang mengatur kebebasan manusia agar tidak kebablasan dan menciderai rasa keadilan. Dalam kaitannya dengan negara, masyarakat memilki kebebasan untuk masuk dalam berbagai organisasi termasuk dalam dunia perpolitikan karena pada umumnya lahirnya perpolitikan ini untuk mensejahterakan masyarakat.

    Setiap negara memiliki begitu banyak subjek manusia dengan latar belakang sosial, budaya, agama, ras, suku dan pandangan hidup. Untuk mengatur tatanan hidup sebuah negara, maka dibutuhkan sebuah pembatasan yang konstitusional yang disebut dengan hukum.

    Gambaran Umum tentang Hukum

    Hukum adalah sistem norma yang mengatur kehidupan dalam masyarakat. Dalam konteks kehidupan sosial, setiap negara memiliki suatu aturan atau norma tertentu untuk bisa mewujudkan suatu kedamaian dan ketentraman hidup masyarakat yang hidup dalam suatu negara sehingga terlihat jelas bahwa hukum diadakan oleh negara berdasarkan suatu kebutuhan masyarakat sendiri akan keteraturan tatanan hidup.

    Negara Indonesia yang merupakan negara multikultural yang diselimuti oleh begitu banyak problematika antara suku bangsa ataupun kelompok tertentu sehingga mengikis suatu nilai kesatuan dan nasionalisme. Karena pada prinsipnya manusia memliki suatu kebutuhan dan keinginan yang berbeda dengan yang lain sehingga seringkali permasalahan kepentingan sering muncul dipermukaan maka diperlukanya suatu hukum untuk mencegah permasalahan tersebut.

    Dari aspek fungsinya, hukum berlaku secara universal. Artinya bahwa tidak ada masyarakat dalam suatu negara yang kebal hukum. Setiap warga negara memiliki kesamaan di depan hukum.  Segala bentuk profesi atau kedudukan sosial harus tunduk pada hukum. Namun menurut para antropolg, etnolog, dan sosiolog yang mempelajari aspek-aspek kebudayaan di seluruh dunia menemukan bahwa ada sebuah prinsip relativisme deskriptif. Artinya bahwa walaupun hukum berlaku secara universal, tetapi dalam konteks tertentu produk hukum itu mengalami pengecualian.

    Dalam konteks negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman agama, suku dan budaya, prinsip ini perlu diperhitungkan sesuai dengan konteks masing-masing. Relativisme deskriptif yaitu bentuk praksis atau ada kekhususan ditengah sifat umum itu tadi yang dilihat bahwa negara indonesia yang kaya akan kebudayaan sehingga penerapan hukum akan kebiasaan dari budaya tersebut disesuaikan tetapi masih pada prinsip yang umum namun penjabaran yang berbeda.

    Gambaran Umum tentang Politik

    Secara etimologis politik berasal dari bahasa Yunani yaitu polis yang artinya suatu kota yang memiliki satu negara kota ataucity state. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, politik adalah suatu pengetahuan tentang ketatanegaraan seperti sistem pemerintahan dan juga dasar pemerintahan. Dalam arti lain, politik mau menerangkan bagaimana suatu kebijakan yang dilakukan sekelompok orang untuk kepentingan kelompoknya.

    Politik dihasilkan oleh kesepakatan bersama sebagai manusia yang selalu hidup berdampingan atau dalam konteks negara. Menurut Andrew Heywood, politik adalah kegiatan suatu bangsa yang memiliki tujuan untuk bisa membuat, mempertahankan serta mengamandemenkan peraturan umum yang bisa mengatur suatu kehidupan. Politik memiliki kaitan erat dengan suatu sistem pemerintahan yang tertata dalam suatu negara.

    Lebih lanjut, sehubungan dengan politik, Max Weber menjelaskan bahwa politik adalah suatu sarana perjuangan yang digunakan untuk melaksanakan politik. Politik juga bisa diartikan sebagai perjuangan yang dilakukan untuk mempengaruhi pendistribusiaan suatu kekuasaan baik itu diantara negara maupun diantara hukum dalam suatu negara.

    Politik memiliki kaitan erat  dengan sistem kekuasaan dalam suatu negara dan juga berpengaruh terhadap hukum yang ada dalam suatu negara. Dalam konteks negara Indonesia yang berada sebagai negara demokrasi tentunya tidak telepas dari sistem kekuasaan. Dapat disimpulkan bahwa politik sendiri berarti berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan negara, karena pada hakikatnya politik sendiri bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan bukan untuk kepentingan politik itu sendri atau para poilitisi.

    Dialektika Antara Politik dan Hukum

    Negara Indonesia adalah negara hukum. Artinya seluruh kebijakan politik dalam negara harus berlandaskan pada hukum yang berlaku. Antara politik maupun hukum dipandang sebagai suatu sistem yang membuat Indonesia berdiri tegak dan akan selalu utuh.

    Aspek penting dari politik yaitu untuk mensejahterakan masyarakat Indonesia. Politik  membutuhkan hukum karena ada aspek kekuasaan dalam tubuh politik. Kekuasaan seringkali disalahgunakan untuk memperkaya diri atau golongan tertentu. Hal ini karena ada kecenderungan manusiawi. Hal ini dimungkinkan dalam politik kekuasaan. Oleh karena itu, hukum menjadi rambu penting dalam mengatur kekuasaan dalam politik.

    Dalam konteks Indonesia, tingginya angka korupsi, penyalahgunaan jabatan, mafia oligarki, pencucian uang seringkali menjadi tontonan harian di media massa. Kasus-kasus ini mengindikasikan betapa kekuasaan dalam politik yang tidak dikontrol dengan baik berpeluang menganggu ketertiban umum dan mengorbankan banyak orang.

    Masih hangat dalam ingatan kita kasus mafia dalam peradilan Mahkamah Konstitusi. Anwar Usman, sebagai ketua Mahkamah Konstitusi terlibat dalam konflik kepentingan dengan meloloskan Gibran menjadi calon wakil presiden walaupun umurnya belum cukup 40 tahun sesuai dengan tuntutan konstitusi. Mafia hukum ini seringkali terjadi dalam negara Indonesia yang dijuluki sebagai negara hukum.

    Kasus ini menunjukkan bahwa hukum tidak berdiri sesuai porsinya sehingga menimbulkan rendahnya kredibilitas hukum Indonesia. Hal ini memunculkan suatu pandangan bahwa percuma dicap sebagai negara hukum, tetapi aktualisasi akan norma atau aturan yang sudah dibuat tidak berjalan dengan baik.

    Kasus di atas dan tentunya masih banyak kasus-kasus lain di Indonesia menunjukkan bagaimana politik tidak lagi menjadi sarana untuk membawa kemaslahatan umum, tetapi cenderung untuk memperkaya diri dengan korupsi. Politik dikuasai dengan kaum opurtunis yang memanfaatkan peluang politik untuk memperkaya diri. Para politisi berlomba-lomba berkompetisi walaupun menghalalkan segala cara.

    Hal ini menjadi semakin nyata dalam konstelasi politik menyongsong pemilu 2024. Pemilu tahun 2024 dipenuhi dengan drama sebagaimana yang Joko Widodo katakan bahwa demokrasi kali ini seperti Drakor atau Drama Korea. Politik di Indonesia dipenuhi dengan drama-drama artifisial. Politik bukan lagi sarana kemaslahatan umum dengan diskursus gagasan, tetapi dibanjiri dengan ujaran kebencian, haox dan kampenye hitam yang menyesatkan nalar publik.

    Politik pada galibnya mengabdi kepada kesejahteraan umum. Agar usaha ini tercapai, hukum menjadi sabuk pengaman yang paling potensial. Antara politik dan hukum jelas memilki suatu hubungan yang sangat intens. Politik membutuhkan hukum berkaitan erat dengan penyelengaraan kekuasaaan. Karena pada hakikatnya politik selalu terjadi dalam arena kekuasaan. Maka diperlukan suatu hukum sebagai sebagai kekuataan kontrol terhadap ruang gerak akan aspek kekuasaan yang dijalankan oleh masyarakat atau kaum elit terntentu.

    Baik itu hukum maupun politik mestinya harus berdiri tegak dan harus tetap pada porsinya masing-masing dalam artian bahwa apa yang menjadi tugas hukum dan apa yang telah dicanangkan mestinya dijalankan sesuai dengan esensinya dengan menjunjung tinggi keadilan sebagaimana hukum itu berdiri untuk menegakan keadilan dan kesejahteraan masyrakat.

    Politik juga perlu menjadi sarana untuk memajukan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi sehingga kejanggalan yang merugikan orang lain perlahan berkurang. Pada akhirnya, mengikuti nasihan Mafhud MD, hukum determinan atas politik. Ini berarti kegiatan-kegiatan politik diatur oleh dan harus tunduk pada hukum.

  • Makan Siang, “Pertobatan”, dan Masa Depan Indonesia

    Makan Siang, “Pertobatan”, dan Masa Depan Indonesia

    Indodian.com-Masa suksesi selalu rawan politisasi. Setelah sekian banyak hal dan peristiwa, sejak Senin (30/10/2023) di Istana Merdeka, Jakarta, giliran makan siang yang mendapat label itu. Beredarnya foto dan video yang mempertontonkan suasana makan siang semeja antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan tiga calon presiden (capres) untuk Pilpres 2024 sontak menimbulkan berbagai interpretasi.

    Sekurang-kurangnya ada dua ekstrem. Ekstrem pertama cukup sinis. Ada dugaan telah terjadi kompromi. Semua akan jadi pemenang, seperti kisah di 2019, yang berbeda nanti hanya soal posisi. Ektrem kedua tampaknya apresiatif. Makan siang semeja ditafsir sebagai langkah positif Presiden Jokowi untuk “mendinginkan” situasi yang makin memanas. Inisiatif agar persatuan tetap terjaga serta agar kompetisi berlangsung secara sehat dan damai, masuk dalam ekstrem kedua ini.

    Sebagai interpretasi, kedua ekstrem tersebut in se tidak keliru. Penjelasan ketiga capres setelah makan siang itu pun tidak detail. Interpretasi tetaplah interpretasi. Penulis tertarik untuk menilik dari sisi lain. Posisi penulis barangkali akan jadi ekstrem ketiga, yakni makan siang seperti itu perlu terus dilakukan.

    Pesan “pertobatan”

    Dalam bulan-bulan terakhir, eskalasi pertengkaran yang mengerucut pada empat kubu terus meningkat. Membela Anies-Muhaimin dan menghantam yang lain, mendukung Ganjar-Mahfud dan menolak yang sisa, menjagokan Prabowo-Gibran dan mendepak di luarnya, serta tidak memihak pada siapa pun karena semuanya bukan merupakan opsi. Di tengah kemelut normatif ini karena memang bukan hal baru dalam tiap masa suksesi, makan siang di Istana Merdeka hadir.

    Makan siang tersebut sekurang-kurangnya menghantam langsung dua hal. Pertama, argumentasi Rocky Gerung bahwa jika ingin bangsa ini selamat dan tetap tumbuh, elite politiknya harus saling membunuh. Makan siang semeja di Istana Merdeka tidak hanya menolak kemungkinan elite politik saling membunuh, tetapi malah membuat mereka makin sehat dan bugar.

    Kedua, fakta sosial yakni pertengkaran karena beda pilihan yang sedemikian hebatnya mewarnai kehidupan bangsa ini. Makan siang semeja di Istana Merdeka tidak hanya “menertawakan” pertengkaran itu, tetapi malah mengirim nasihat untuk makanlah dahulu sebelum bertikai secara langsung di warung-warung kopi atau secara tidak langsung di grup-grup WhatsApp. Makan siang semeja di Istana Merdeka adalah ironi.

    Jalan tengahnya sederhana. Kisah di 2019 tampaknya belum mampu membawa “pertobatan”. Fakta “beli 1 dapat 2” dalam Pilpres terakhir tak memberi efek apa-apa. Jika elite politik tak mungkin saling membunuh, berhentilah memancing pertikaian. Jika petugas partai dan para kader tidak mampu “bertobat”, berhentilah tegak lurus dengan cara yang bengkok. Jika loyalis dan akar rumput tidak diajarkan cara “bertobat”, berhentilah seolah-olah paling tahu dan benar.

    Ada banyak pesan dari acara makan siang semeja di Istana Merdeka tersebut. Salah satunya, hemat penulis, pesan “pertobatan”. Pesan yang sungguh sangat tidak sederhana, tetapi bagi orang beriman, pesan serupa ini mesti terus digaungkan.

    Masa depan Indonesia

    Pesan “pertobatan” yang terpancar dari acara makan siang semeja di Istana Merdeka tidak hanya menyangkut “pertobatan politik” semata. Demi masa depan Indonesia yang cerah dan gemilang, kita membutuhkan juga “pertobatan ekonomi”, “pertobatan sosial”, “pertobatan pendidikan”, “pertobatan budaya”, “pertobatan pertahanan-keamanan”, “pertobatan dari korupsi”, dan sebagainya. Demi masa depan Indonesia yang diimpikan, kita memang benar-benar membutuhkan “pertobatan dalam semua lini kehidupan”.

    Ada dua alasan mengapa kita membutuhkan “pertobatan dalam semua lini kehidupan” demi masa depan Indonesia, yang bagi penulis, penting sekaligus mendesak. Pertama, dinamika lingkungan strategis yang membutuhkan kesiapsiagaan tiap saat. Perang Rusia-Ukraina, kisruh di Laut Cina Selatan, lahirnya pakta pertahanan AUKUS yang disinyalir sebagai upaya tandingan atas dominasi Tiongkok di Asia-Pasifik, sampai yang teraktual kembali memanasnya konflik Palestina-Israel, semuanya mendesak kita untuk selalu dalam posisi mantap. Fakta bahwa dinamika lingkungan strategis itu sangat mempengaruhi Indonesia, menjadikan “pertobatan dalam semua lini kehidupan” sebagai keharusan yang tidak bisa ditawar lagi.

    Kedua, visi Indonesia Emas 2045. Untuk alasan kedua ini, “pertobatan dalam semua lini kehidupan” tidak perlu dijelaskan panjang-lebar. Persiapan yang matang dan penataan dalam semua aspek sangat dibutuhkan dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045.

    Sudah saatnya, masa suksesi utamanya menuju 2024 yang selalu rawan politisasi, diubah menjadi stabilisasi. Penulis tidak sependapat dengan Gerung. Selain utopis, elite politik yang saling membunuh itu terlalu berisiko bagi bangsa dan negara. Kita tidak sedang berada pada rel demokratisasi yang mana kemungkinan itu berdampak positif. Sebagai ganti, elite politik memang harus terus makan siang semeja.

    Pesan “pertobatan” yang terpancar dari makan siang semeja rasanya penting bagi kita. Kita memang harus terus mengurangi konflik dan gesekan internal karena dinamika lingkungan strategis menuntut persatuan dan kesatuan serta visi Indonesia Emas 2045 dapat dicapai jika dan hanya jika kita tidak terpecah-belah. Ikhtiar ini sangat tidak sederhana, tetapi kita masih punya waktu untuk “bertobat”.

  • Perempuan dan Pemilu Serentak 2024

    Perempuan dan Pemilu Serentak 2024

    Indodian.com -Pemilu serentak 2024 sudah semakin mendekat. Pemilu ini akan menjadi tonggak sejarah yang tak terhindarkan bagi Indonesia karena tidak hanya menentukan pemimpin negara, tetapi juga merentangkan sayapnya ke arah masa depan yang tak terduga. Bagi masyarakat Indonesia, pemilu bukan sekadar rutinitas demokrasi. Ini adalah panggung demokrasi yang menerangi jalan ke depan, penerangan yang tidak mungkin terlaksana tanpa peran aktif dari seluruh komunitas, termasuk perempuan.

    Dalam kehadiran mereka di arena politik, perempuan adalah elemen yang sangat penting dan diperlukan untuk menciptakan pemilu yang demokratis, transparan, dan adil. Namun, sayangnya, data yang dihimpun oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggambarkan sebuah realitas yang masih jauh dari yang diharapkan. Keterwakilan perempuan dalam pemilu, yang seharusnya memenuhi target undang-undang setidaknya 30%, masih tercatat jauh di bawah ambang tersebut.

    Sebagai negara yang memegang teguh prinsip-prinsip demokrasi, kita tak bisa hanya meratifikasi kewajiban hukum tanpa mengupayakan perubahan yang sesungguhnya. Oleh karena itu, pemilu serentak 2024 akan menjadi panggung di mana perempuan Indonesia harus bersinar, berbicara, dan memberikan pengaruh yang tak terhindarkan. Inilah saatnya bagi perempuan untuk melampaui batasan-batasan yang membatasi peran mereka dalam proses politik dengan membuktikan bahwa mereka memiliki potensi besar dalam membentuk masa depan negara ini.

    Ada banyak isu penting yang menjadi tema perjuangan perempuan dalam politik mulai dari ketimpangan gender hingga masalah-masalah lingkungan. Dalam persoalan ini, perempuan memiliki wawasan dan pengalaman yang unik yang dapat memberikan kontribusi berharga dalam mencari solusi yang konstruktif. Keterwakilan yang lebih besar dari perempuan di pemilu adalah langkah pertama yang sangat penting menuju kebijakan yang lebih inklusif dan representatif.

    Namun, langkah ini tidak akan terwujud tanpa dorongan dan tindakan nyata. Perempuan harus bersatu, meraih pendidikan politik, memperkuat jejaring, dan mengambil langkah-langkah berani untuk mengambil peran aktif dalam pemilu serentak 2024. Ini adalah saatnya untuk mengatasi stereotip dan prasangka yang mungkin telah menghambat keterlibatan mereka selama ini.

    Pemilu serentak 2024 adalah panggung penting yang harus dimanfaatkan perempuan Indonesia untuk merubah permainan politik. Dengan lebih banyak perempuan di dalamnya, kita bisa yakin bahwa keputusan-keputusan yang diambil akan mencerminkan keragaman dan kepentingan seluruh masyarakat Indonesia. Inilah saatnya untuk membangun masa depan yang lebih inklusif dan adil, sebuah masa depan yang hanya dapat terwujud ketika perempuan memiliki tempat yang sepadan dalam proses politik.

    Produk undang-undang yang mewajibkan target partisipasi perempuan dalam pemilu sebanyak 30% ialah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 11 dalam undang-undang tersebut mengamanatkan bahwa keterwakilan perempuan dalam pemilu minimal 30%. Hal ini juga didukung oleh Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang terus mendorong partai politik untuk mendukung tercapainya target minimal 30% keterwakilan perempuan di parlemen tahun 2024.

    Hal ini bertujuan untuk menjamin keterwakilan perempuan dalam parlemen dan meningkatkan partisipasi politik perempuan. Meskipun demikian, masih banyak partai politik yang kesulitan mencari calon perempuan yang berkualitas dan memiliki integritas untuk diusung dalam pemilu. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterlibatan perempuan dalam politik dan memberdayakan perempuan sebagai peserta pemilu di Indonesia.

    Partisipasi perempuan dalam politik sesungguhnya adalah akibat yang logis dari hak demokratis mereka sebagai warga negara. Tidak salah jika dikatakan bahwa arena politik dapat menjadi tempat yang menantang, mengingat fokusnya pada kekuasaan, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif. Namun, hal ini tidak berarti bahwa perempuan tidak dapat terlibat dalam dunia politik.

    Secara internal, kegagalan perempuan dalam memperjuangkan hak yang setara dalam politik seringkali disebabkan oleh pemahaman dan kesadaran gender yang relatif rendah di kalangan perempuan, yang melibatkan pengakuan bahwa peran dan fungsi mereka setara dengan laki-laki. Meskipun kemajuannya lambat, tingkat keterwakilan perempuan dalam politik cukup menjanjikan secara keseluruhan.

    Kesadaran politik perempuan dan keinginan mereka untuk berpartisipasi telah meningkat, tetapi karena tantangan besar yang masih dihadapi oleh perempuan, peningkatan ini bisa sedikit fluktuatif. Hasil pemilu tahun 2019, misalnya, menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia mencapai 20,87%, menandai peningkatan dari pemilu tahun 2014 ketika keterwakilan perempuan hanya sekitar 17,32%.

    Beberapa upaya untuk meningkatkan peran perempuan dalam pemilu bisa dimulai dari mendorong kaum perempuan untuk berani tampil dan memiliki kepekaan untuk berpartisipasi dalam dunia politik sehingga hak-hak perempuan bisa diperjuangkan jika ia menduduki jabatan publik dari hasil pemilihan umum. Pertama, adanya kampanye kesadaran untuk meningkatkan keterbukaan akan paradigma kesetaraan gender dalam keluarga dan pengertian bahwa berpartisipasi dalam dunia politik adalah salah satu bagian terpenting membangun masyarakat bangsa dan negara.  

    Kedua, penyediaan fasilitas yang memadai dan penghapusan hambatan-hambatan struktural untuk memastikan bahwa setiap perempuan memiliki kesempatan yang sama dalam berpartisipasi. Ketiga, pendidikan politik yang dapat dilaksanakan mulai dari seseorang sudah memasuki usia untuk dapat mengikuti pemilu yaitu umur 17 tahun yang mana setingkat dengan pendidikan di perguruan tinggi sehingga saat pemilu nanti diadakan, mereka dapat berpartisipasi secara aktif seperti menjadi calon legislatif maupun menjadi pemilih yang cermat.

    Keempat, keterlibatan perempuan mampu merepresentasikan pengalaman perempuan yang dituangkan dalam kebijakan yang lebih responsif gender. Dengan adanya upaya-upaya tersebut, diharapkan partisipasi perempuan dalam pemilu dapat meningkat dan keterwakilan perempuan dalam parlemen dapat mencapai target minimal 30% yang diwajibkan oleh undang-undang. Selain perempuan berpartisipasi dalam pemilu sebagai anggota partai politik, perempuan juga dapat berpartisipasi dalam pengawasan pemilu serta menjadi pemilih dalam pemilu serentak 2024. Karena perempuan punya hak memilih dan dipilih.

    Partisipasi perempuan dalam pemilu serentak 2024 sangatlah penting untuk menciptakan pemilu yang demokratis, luber, dan jurdil. Oleh karena itu, perlu adanya dorongan dan peran aktif perempuan dalam pemilu serentak 2024. Keterwakilan perempuan dalam pemilu masih belum memenuhi target 30% yang diwajibkan oleh undang-undang, sehingga perlu adanya upaya untuk meningkatkan keterwakilan perempuan dalam pemilu.

    Selain itu, peran perempuan dalam pengawasan pemilu juga sangatlah penting untuk meminimalisir terjadinya pelanggaran pada pemilu 2024 dan peran perempuan untuk memilih calon pemimpin juga sangat penting untuk menyuarakan suara perempuan guna menjadikan Indonesia yang lebih baik.

  • Strategi Kampanye Capres Menuju Pemilu 2024

    Strategi Kampanye Capres Menuju Pemilu 2024

    Indodian.com – Dinamika dunia politik tahun ini semakin bergejolak. Hal ini bisa dilihat dari gerakan-gerakan baru para bakal calon Presiden dalam menyambut pesta demokrasi tahun 2024 mendatang. Sampai sejauh ini, telah terkonfirmasi melalui beragam media mengenai tokoh-tokoh yang sudah siap mencalonkan diri dalam pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden untuk periode 2024-2029. Adapun Anies Baswedan, menjadi orang pertama yang mendeklarasikan secara resmi bahwa dirinya siap mendaftarkan diri menjadi bakal calon Presiden. Disusul oleh dua bakal calon lainnya yaitu Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.

    Dilansir dari media CNBC Indonesia, elektabilitas bakal calon presiden Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto terus mengalami dinamika perubahan berdasarkan hasil survei Poligov di bulan September 2023. Poligov menyelenggarakan survei pada tanggal 5-11 September 2023, dengan jumlah responden 1.200 di 34 provinsi di Indonesia. Survei dilakukan melalui distribusi kuisioner aplikasi dengan sistem berbasis nomor HP dan pembatasan 1 Ip adress.

    Margin of error yang ditetapkan dalam survei ini adalah 2,8%-3%. Direktur Eksekutif Poligov Tri Andika menyatakan dalam survei yang dilakukan pada 5-11 September 2023, Prabowo dan Ganjar masih bersaing ketat dalam simulasi 3 nama capres. Elektabilitas Prabowo sebesar 33,58%, Ganjar 33,08%, dan Anies 15,83% (cnbcindonesia.com).

    Tentu saja dalam menjalankan berbagai program kampanye, masing-masing tim pendukung ketiga bacapres ini mesti memikirkan berbagai strategi yang tepat sasaran agar bisa mendapatkan suara rakyat. Dalam memahami strategi politik, konteks komunikasi yang dilangsungkan tidak hanya berpacu pada beradu gagasan program kerja, tetapi lebih dari itu, tim pendukung perlu menyiapkan beberapa konteks strategi komunikasi politik yang bertolak pada model persuasive approachment, seperti, merumuskan pesan dan visi yang Jelas.

    Calon presiden harus memiliki pesan yang jelas dan visi yang kuat untuk masa depan negara. Pesan ini harus mudah dipahami oleh pemilih dan harus memotivasi mereka untuk mendukung calon tersebut. Pesan khusus perlu dirumuskan untuk berbagai tipe kelompok pemilih, karena pemilih memiliki kepentingan dan perhatian yang berbeda. Oleh karena itu, kampanye harus merancang pesan yang khusus untuk berbagai kelompok pemilih, seperti pemilih muda, pemilih tua, minoritas, dan lain-lain.

    Selanjutnya, dalam proses penyampaian pesan, penggunaan media yang efektif untuk menyampaikan pesan adalah kunci. Hal ini termasuk pidato di depan umum, wawancara di media, dan kampanye di berbagai platform. Strategi lainnya adalah melakukan pemasaran digital. Kehadiran media online yang kuat sangat penting dalam politik modern. Kampanye perlu memiliki situs web yang informatif dan interaktif, serta aktif di media sosial untuk berkomunikasi dengan pemilih secara langsung.

    Selain memperhatikan desain kampanye berbasis online, kampanye berbasis lapangan juga perlu dikuatkan. Meskipun digital penting, kampanye lapangan juga memiliki peran penting dalam membangun dukungan, termasuk kunjungan ke berbagai daerah, pertemuan dengan kelompok pemilih, dan turut berpartisipasi dalam berbagai acara lokal.

    Dalam masa-masa persiapan pemilihan, para bacapres juga nantinya akan mengikuti berbagai acara debat publik yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Tentunya, persiapan yang baik untuk debat publik perlu disiasati secara cermat. Masing-masing bacapres dan bawacapres harus mampu mengkomunikasikan pandangan mereka secara efektif dan merespons pertanyaan dengan jelas.

    Strategi lainnya yang tidak kalah penting adalah membangun relasi yang baik dengan para stakeholders partai dalam hal ini kita menyebutnya tim Koalisi partai dan kemenangan. Membangun koalisi dengan kelompok dan individu yang memiliki pengaruh besar dalam politik dapat membantu dalam kampanye komunikasi. Dukungan dari tokoh terkemuka, partai politik, dan kelompok advokasi dapat memperkuat pesan dan basis dukungan.

    Dalam menjaga keseimbangan gerakan politik, diperlukan strategi khusus dalam tatanan manajemen krisis tim kemenangan. Selama kampanye, tim kemenangan harus siap menghadapi kontroversi atau krisis yang mungkin akan muncul. Mereka harus memiliki tim yang terlatih untuk merespons dengan cepat dan efektif. Untuk meminimalisir berbagai polemik krisis, diperlukan strategi lainnya, seperti melakukan edukasi pemilih dan menganalisis data.

    Kampanye juga bisa menjadi kesempatan untuk mendidik pemilih tentang isu-isu kunci dan posisi calon. Hal ini bisa dilakukan melalui materi kampanye, debat, atau forum publik. Memanfaatkan data pemilih untuk memahami tren dan preferensi pemilih dapat membantu mengarahkan upaya komunikasi dengan lebih baik. Analisis data dapat membantu mengidentifikasi wilayah yang perlu mendapatkan perhatian lebih dan menyesuaikan pesan kampanye.

    Dari berbagai strategi di atas, yang perlu dikuatkan juga adalah komitmen transparansi dari masing-masing tim kemenangan. Penting untuk membangun kepercayaan dengan pemilih. Masing-masing tim kemenangan harus berkomitmen untuk transparan dalam segala hal, termasuk sumber pendanaan kampanye. Lebih dari itu, pastikan kampanye mematuhi semua aturan dan regulasi pemilu. Pelanggaran hukum dapat merusak reputasi dan kredibilitas bacapres dan bawacapres itu sendiri.

    Hermina Surya (22/509723/PSP/07831

    Universitas Gadjah Mada. Department of Communication Science – Fisipol.

    Email: Herminasurya@gmail.ugm.ac.id.