Indodian.com Dalam proses menjalin hubungan pacaran dengan seseorang tentu tidak selamanya berjalan mulus. Butuh proses panjang untuk bisa membangun ‘titik temu’ dua individu yang memiliki kepribadian berbeda satu sama lain. Sekalipun hubungan pacaran sudah berlangsung selama sekian tahun, tetapi karena waktu terus melaju dan manusia turut berubah di dalamnya, maka proses mengenal pacar juga tidak akan pernah berhenti.
Sebagai makhluk sosial, kita tentu membutuhkan seseorang yang bisa membuat kita merasa nyaman, aman dan diperhatikan dengan penuh kasih sayang. Dalam konteks yang lebih mendalam, kita membutuhkan seseorang yang bisa menjadi pendukung dalam proses tumbuh-kembang kita untuk menjadi lebih baik dari hari ke hari.
Namun, bagaimana jika pacarmu justru menjadi sosok yang paling ‘berbahaya’ untuk kamu? Kamu malah menjadi tidak nyaman dan aman karena perilaku pacarmu yang kelewat batas. Energimu jadi terkuras karena bersedih melihat pacarmu yang sifat aslinya ternyata bisa membuat hidupmu jadi semakin terpuruk.
Baca Juga : Membangun Taman Baca, Membangun Harapan Bangsa
Baca Juga : Belajar dari Ketajaman Pendengaran Kaum Difabel
Memangnya perilaku berbahaya dan kelewat batas seperti apa yang dimaksud? Apa kamu pernah merasa terlalu dikekang dan dibatasi oleh pacarmu? Dilarang ngumpul dan foto bareng sahabat kamu, dilarang keluar hingga larut malam walau untuk urusan komunitas dan kerjaan atau dicaci-maki karena telat membalas chat? Nah, jika kamu mengalami ini, berarti kamu memiliki pacar yang toxic dan sudah tentu membuat kamu terjebak dalam hubungan yang tidak sehat.
Saya punya seorang teman yang setahun lalu putus dengan pacarnya. Ketika hendak memutuskan hubungan, (mantan) pacarnya masih ngotot mempertahankan hubungan dengan alasan sudah sekian lama pacaran. Teman saya sudah bersikeras menolak balikan, tapi mantan masih berusaha mencari berbagai cara bahkan menggunakan kekerasan untuk kembali padanya. Mantannya berupaya meretas akun media sosial teman saya, membuat fake account untuk stalking teman saya. Lebih payahnya meneror teman saya dengan berbagai telpon dan pesan singkat berisi ancaman dan kata-kata kasar.
Awal-awal putus, mantannya masih berusaha mengusik hidupnya. Mantannya mulai ‘playing victim’ dan menceritakan ke banyak orang kalau penyebab mereka putus adalah karena teman saya selingkuh. Padahal faktanya berbeda. Selama pacaran, mantan teman saya tersebut sering sekali mencaci-maki teman saya dan tak jarang memukulinya.
Bukan hanya itu, teman saya tidak diperbolehkan nongkrong dan berkomunikasi dengan sahabat-sahabatnya (terutama cowok), tidak boleh berfoto dengan lawan jenis, tidak boleh ikut kegiatan yang banyak cowoknya. Teman saya harus selalu membalas chat (mantan) pacarnya tadi sesegera mungkin, jika tidak dia akan dituduh aneh-aneh. Duh, ini pacar apa penjajah sih?
Baca Juga : Bagaimana Peran Media Dalam Melawan dan Menghapuskan Kekerasan Terhadap Anak?
Baca Juga : Menulis Menghidupkan yang Mati
Lucunya, setelah putus dari teman saya, si mantan itu dengan sombong mengatakan ke teman saya “kamu tidak akan pernah menemukan pacar yang sama seperti saya!” Yes, pernyataan yang tepat sekali, sayang. Manusia, siapapun dia, tidak akan mungkin mencari atau menjebak diri dalam relasi dengan seseorang yang jauh lebih buruk dan berbahaya dari masa lalunya. Saya bersyukur karena teman saya berhasil melepaskan diri dari hubungan itu.
Dari kisah teman saya, saya belajar bahwa tak ada yang salah jika kemudian seseorang memilih untuk mengakhiri hubungan asmaranya jika merasa sudah tak nyaman lagi. Perlu dan penting diingat bahwa kita tidak bisa serta-merta merasa berhak dan berkuasa mengatur tindak-tanduk pacar yang membuatnya kehilangan diri sendiri hanya karena sudah bersepakat untuk pacaran. Jika orang tuanya saja yang mengandung, merawat dan mendidiknya sejak kecil memperlakukannya dengan begitu sangat baik, lantas mengapa pacar begitu berani bertindak kurang ajar?
Kalau sudah tak cocok dengan pacarmu dan dia tidak bisa memperlakukan kamu dengan terhormat sebagai manusia, tinggalkan! Dia bukan orang yang layak untuk dipertahankan. Dia bukan orang yang pantas untuk diperjuangkan! Jangan takut dan jangan hanya karena alasan sudah terlalu cinta lantas kemudian takut untuk meninggalkan pacar yang toxic. Berpisah dengan pacar toxic bukanlah dosa!
Halaman : 1 2 3 Selanjutnya