Indodian.com – Saya suka dua hal dari Ketua DPR kita, Ibu Puan Maharani. Pertama, kepeduliannya yang besar pada lingkungan hidup. Kedua, pandangannya tentang kesetaraan gender.
Tentang kepedulian Ibu Puan pada lingkungan hidup, saya ingin berbagi, kenapa hal semacam ini penting dimiliki para pemimpin bangsa.
Secara global, iklim bumi sedang kacau balau. Untuk masyarakat akar rumput yang menggantungkan hidup pada alam, kekacauan itu menyerempet urusan hidup dan mati.
Saya berasal dari daerah pedalaman yang hampir menggantungkan seluruh hidup pada alam. Untuk makan, kami tanam sendiri padi di sawah. Untuk penuhi kebutuhan air bersih, orang-orang di kampung saya harapkan air yang dialirkan dari hutan yang berkilo-kilo meter jauhnya.
Hampir semua orang di daerah saya hidup dari sawah tadah hujan. Kita tanam padi setahun sekali, biasanya pada Desember-Januari. Akan tetapi, dalam sepuluh tahun terakhir ini, musim tidak lagi menentu.
Dunia berbicara tentang perubahan iklim pada tataran global: penipisan lapisan pelindung bumi, polusi udara, kebakaran hutan, efek rumah kaca. Kami tidak paham konsep-konsep itu; udara di daerah saya masih segar, langit masih selalu biru.
Yang kami rasakan adalah peralihan dari musim kemerau ke musim hujan tidak lagi teratur seperti dulu. Akibatnya orang-orang kampung kesulitan tentukan waktu kapan harus mulai menanam.
Ini persoalan sederhana bagi orang-orang kota, tapi untuk kami, ini adalah urusan hidup dan mati. Sederhananya begini. Kalau kami salah prediksi kapan hujan akan turun, satu kampung bisa gagal panen dan akan mengalami kelaparan selama setahun.
Sesederhana dan setragis itu, Kawan. Karena itu kami butuh pemimpin yang tidak suka tebang hutan, yang cinta pada lingkungan hidup.
Saya kenal sedikit pandangan Ibu Puan Maharani—dari info-info resmi tentang penyelenggaran sidang parlemen seluruh dunia di Bali baru-baru ini—tentang lingkungan hidup. Beliau punya kepedulian luar biasa pada isu-isu yang berkaitan dengan lingkungan.
Di Bali, masing-masing delegasi parlemen dari berbagai negara menanam satu pohon kelengkeng sebagai simbol tanam komitmen pada lingkungan hidup. Ini menunjukkan satu kepedulian luar biasa besar pada bumi sebagai rumah bersama—seperti kata Paus Fransiskus.
Yang bermain di belakang komitmen itu adalah etika kepedulian yang diendapkan selama bertahun-tahun kehidupan. Kepedulian sebagai sebuah etika, tidak muncul secara instan. Itu selalu merupakan hasil endapan selama bertahun-tahun; sudah mandarah daging.
Di akun Instagramnya, Ibu Puan menulis, “Sedari kecil, saya sudah diajari untuk mencintai lingkungan, salah satunya dengan rutin menanam pohon. Ibu saya selalu berpesan, mencintai bumi melalui merawat tanaman adalah refleksi dari rasa cinta terhadap tanah air.”
Dengan tidak bermaksud menyerempet isu kesetaraan gender, dalam urusan peduli atau tidak—pada apapun—perempuan jauh lebih baik ketimbang laki-laki. Etika kepedulian adalah roh yang menjiwai setiap perempuan; kepedulian alamiah seorang ibu.
Hari hari ini dan di masa depan, Indonesia butuh pemimpin yang peduli dengan isu lingkungan untuk keberlangsungan hidup mahluk hidup di muka bumi.