Komodo Bukanlah Komedi

- Admin

Senin, 27 September 2021 - 11:56 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Andrew Terry, Direktur Konservasi pada Masyarakat Zoologi London menjelaskan bahwa kemungkinan hewan pra-sejarah ini satu langkah lebih dekat menuju kepunahan akibat perubahan iklim. Lebih lanjut menurut Andrew Terry, penurunan itu menjadi seruan keras agar alam diprioritaskan dalam semua pengambilan keputusan.

Sekitar 28 persen dari 138.000 spesies yang dipelajari oleh IUCN kini terancam punah selamanya karena dampak aktivitas manusia. Pesan penting dari Kongres IUCN yang diadakan di Perancis adalah kehilangan spesies hewan dan kehancuran ekosistem menjadi ancaman yang sejalan dengan perubahan iklim.

Pada level lokal, lembaga yang serius merespon isu lingkungan di wilayah Flores- adalah Sunspirit For Justice and Peace, Labuan Bajo. Lembaga penelitian dan advokasi ini dapat dijadikan referensi untuk melihat problem fundamental di TNK. Mereka secara intensif mendiskusikan sejauh mana urgensi keprihatinan keberlanjutan hewan purba yang hidup di kawasan TNK. Sunspirit For Justice and Peace – Labuan Bajo pun mencatat kisah kelam bisnis di TNK yang problematis dan tidak bertanggung jawab terhadap pulau komodo sebagai wilayah konservasi.

Dihimpun dari media lokal terkait sejarah mulainya investasi di TNK, perusahaan pertama yang masuk ialah PT Putri Naga Komodo (PNK). Perusahaan ini beroperasi pada 2003, dengan mengantongi SK Kemenhut Nomor 195/Menhut-II/2004 tanggal 9 September 2003. PT PNK mendapatkan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) selama 30 tahun terhitung sejak 2004 sampai dengan tahun 2034. PT PNK merupakan joint-venture atau perusahaan antara PT Jayatsa Putrindo dan The Nature  Conservancy.

Namun setelah 10 tahun beroperasi, perusahaan ini kemudian bubar tanpa ada pertanggungjawaban publik yang jelas. Yang muncul ke publik justru konflik antara perusahaan dan departemen keuangan terkait dana konservasi sejumlah 16 miliar rupiah  (Floresa.co, 5 Agustus 2021).

Sesudah PT PNK bubar, muncul perusahaan baru yang juga mengajukan permohonan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam. Berdasarkan data dari Sunspirit For Justice and PeaceLabuan Bajo, perusahaan yang masih mengantongi izin investasi di Taman Nasional Komodo diantaranya: PT Segara Komodo Lestari (SKL) di Pulau Rinca, PT Komodo Wildlife Ecotourism (KWE) di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo di Pulau Kanawa.

Baca juga :  Metafora Perang dalam Penanganan Covid

Kedatangan investor ini menuai polemik dan gelombang protes dari masyarakat. Sebagian besar publik menolak kehadiran investor ini karena berada di wilayah konservasi yang berimbas pada terganggungnya habitat komodo. Perkembangan pariwisata Labuan Bajo menjadi wisata super premium ini karena keberadaan komodo sebagai satwa langka di dunia. Kehadiran investor yang merusakan habitat komodo akan merusakan keberadaan komodo. Sikap menolak, secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai ‘kepedulian’ masyarakat akan kelangsungan hidup hewan purba komodo.

Kondisi ini menjadi bahan evaluasi bagi pengambil kebijakan pariwisata agar aktivitas pariwisata dan prinsip konservasi tetap berjalan relatif seimbang. Pada konteks pariwisata yang berbasis lingkungan; norma kepariwisataan Indonesia menyebutkan, kepariwisataan dikembangkan dengan prinsip adanya keseimbangan antara mengambil manfaat dan kewajiban memelihara alam (Ardika, 2018: 24). Masalah saat ini, investasi di TNK terjebak dalam logika ekonomi saja dan mengabaikan prinsip konservasi lingkungan.

Berkaitan dengan masalah ini, penulis ingat sebuah pertanyaan yang pernah diberikan oleh dosen Dr. Widi Hardini (dosen pengampu matakuliah Studi Lingkungan Hidup) di Universitas Triatma Mulya Bali.  Dia memberikan pertanyaan terbuka terkait tema pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Pertanyaannya: “Pembangunan yang berkelanjutan dalam konteks ekowisata, mana yang lebih ideal Eco Tourism by Name atau Eco Tourism in Action?”

Sejumlah mahasiswa memberikan jawaban yang beragam. Pokok persoalan dalam pertanyaan di atas memiliki relevansi dengan masalah pengelolaan TNK ini. Jawaban atas pertanyaan di atas membutuhkan diskusi yang matang. Mengenai konsep ekowisata by name atau in action memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Baca juga :  Media Harus Bersuara Kuat

Dalam hubungan dengan pengelolaan TNK ini, sukses atau gagalnya investasi di wilayah konservasi komodo membutuhkan pertimbangan yang matang. Adapun yang perlu diperhatikan bahwa skema pembangunan perlu dikaji kembali secara terbuka. Ketika kita berbicara tentang pembangunan sebenarnya tidak semua mengarah pada kesejahteraan umum. Kesalahan konsep dan penerapan pembangunan dapat merugikan masyarkat jika tidak dikaji secara memadai.

Pembangunan di TNK menarik untuk dikaji. Meminjam refleksi Mbah Ben pariwisata Indonesia masih dan terus didominasi prisipi positivistic, yaitu pembangunan yang mengutamakan ekonomis. Lebih lanjut, industri pariwisata hanya dipahami sebagai sisi ekonomi dan komersial (Ben, 2018: 114). Dampaknya ialah pembangunan pariwisata yang berorientasi ekonomi dan komersial tetapi membawa kerusakan bagi lingkungan sekitar. Hal ini membawa dampak buruk bagi asas keberlanjutan dari pariwisata. Idealnya, pengembangan pariwisata perlu seimbang antara kepentingan ekonomi dan keutuhan ciptaan atau berwawasan lingkungan.

Baca juga :  Strategi Kampanye Capres Menuju Pemilu 2024

Menyadari hal ini, di hari Pariwisata Dunia tahun 2021 ini, UNWTO memberikan sorotan penuh terhadap Pariwisata Inklusif. Pada kesempatan ini, UNWTO ingin mengajak seluruh masyarakat untuk melihat lebih dalam lagi, bukan hanya sekedar angka dan statistik, melainkan juga para pegiat yang ada di balik itu semua (www.indonesia.travel). Maksudnya, konsep pembangunan dalam pariwisata tidak hanya mempertimbangan keuntungan ekonomi tetapi perlu memikirkan wawasan lingkungan.

Pengembangan pariwisata di TNK perlu mempertimbangkan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism). Hal ini penting agar pelabelan wisata super premium bukan hanya nama belaka tetapi nyata dalam tata cara pengelolaan pariwisata.

Melihat data kepunahan komodo kiranya menjadi awasan bagi pengelola agar tetap memikirkan masa depan komodo di tengah geliat peningkatan ekonomi. Tata ruang wisata memang perlu agar wisatawan merasa nyaman. Akan tetapi, penataan tempat wisata alam TNK tidak merusakan habitat alami komodo. Selain pertimbangan konservasi alam, konsep pariwisata super premium perlu melibatkan pertimbangan kemanusiaan, kualitas hidup, nilai estetika dan etika.

Jika hal ini tidak dihiraukan dengan melabrak prinsip konservasi demi keuntungan ekonomi, maka beberapa tahun yang akan datang komodo akan punah. Pada saat itulah, komodo menjadi komedi, tempat orang menertawakan kita yang memaksa membuat rumah modern atas nama wisata super premium dengan merusakan habitat alami komodo.

REFERENSI

Ardika dkk, 2018, Kepariwisataan Berkelanjutan : Rintis Jalan Lewat Komunitas, Edisi Pertama, Kompas, Jakarta

Ben, 2018, Filsafat Pariwisata: Sebuah Kajian Filsafat Praktis, Edisi Pertama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta

https://www.voaindonesia.com/a/komodo-masuk-daftar-merah-hewan-yang-terancam-punah/6212898.html

https://www.co/2021/08/05/perusahaan-perusahaan-yang-pernah-dan-masih-mengantongi-izin-investasi-di-taman-nasional-komodo-2/

https://www.indonesia.travel/id/id/ide-liburan/5-fakta-menarik-seputar-hari-pariwisata-dunia-sudah-tahu-belum

Komentar

Berita Terkait

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?
DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?
Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan
Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi
Demokrasi dan Kritisisme
Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?
Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?
Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit
Berita ini 77 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:47 WITA

Alexis de Tocqueville dan Tantangan Demokrasi: Mengapa Agama Sangat Penting bagi Masyarakat Demokratis?

Senin, 26 Agustus 2024 - 10:28 WITA

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Rabu, 21 Februari 2024 - 19:07 WITA

Lingkaran Setan Kurasi Algoritma di Era Demokrasi

Minggu, 18 Februari 2024 - 16:18 WITA

Demokrasi dan Kritisisme

Jumat, 9 Februari 2024 - 18:26 WITA

Saat Kaum Intelektual Lamban ‘Tancap Gas’: Apakah Tanda Kritisisme Musiman?

Selasa, 6 Februari 2024 - 19:06 WITA

Dari Ledalero untuk Indonesia: Menyelamatkan Demokrasi dari Jerat Kuasa?

Senin, 22 Januari 2024 - 20:58 WITA

Debat Pilpres Bukanlah Forum Khusus Para Elit

Rabu, 3 Januari 2024 - 06:57 WITA

Independensi, Netralitas Media dan Pemilu 2024

Berita Terbaru

Filsafat

Paus Fransiskus: Spes non Confudit!

Jumat, 6 Sep 2024 - 23:37 WITA

! Без рубрики

test

Kamis, 29 Agu 2024 - 02:31 WITA

steroid

Understanding Oral Steroids and Their Course

Rabu, 28 Agu 2024 - 14:43 WITA

Politik

DPR Kangkangi Konstitusi: Apakah Demokrasi sudah Mati?

Senin, 26 Agu 2024 - 10:28 WITA