Jangan Omong Kosong Besok Pagi

- Admin

Selasa, 23 Januari 2024 - 10:40 WITA

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Indodian.com“Dimana-mana ada kawan saya, dimana-mana ada kawan saya. Ce pat hari Selasa ada di sana, ce pitu hari Minggu ada di situ. Jadi ta teman jadi ta, bole ta teman bole ta. Jangan omong kosong besok pagi.”

Penggalan lirik lagu di atas familiar di telinga kami. Saking familiarnya, saya sering menyanyikannya untuk menidurkan si Enos, buah hatiku.

Bila ada momen pesta adat, lagu tersebut dinyanyikan bersama-sama, dalam suasana tawa. Ditemani tuak atau sopi sebagai penghangat udara pegunungan di kala malam.

Begitupun saat ada permainan caci. Di tanah congka sae ini, memang lagi tren “musim” caci, terutama karena sedang ramainya wisata premium.

Ada caci congko lokap (doa atau syukuran rumah adat atau mbaru gendang), syukur tahbisan imamat, dan lain-lain.

Maka hampir pasti, ada pemain caci yang menyanyikan lagu “jangan omong kosong besok pagi” itu dari dalam arena (natas). Dan dijawab penonton di luar natas dengan serempak.

Sepintas menarik jika melirik sedikit lirik lagu “jangan omong kosong besok pagi itu dengan disertai dimana-mana ada kawan saya”. Pengarangnya entah siapa.

Tapi bisanya lagu-lagu seperti begitu diteruskan secara turun-temurun, dinyanyikan bersama saat pesta atau momen lainnya, dengan sedikit perubahan go’et atau lirik sesuai konteks si penyanyi.

Baca juga :  Pariwisata dalam Konteks Manggarai Raya

Saya menduga pengarang lagu ini adalah seorang pengembara, yang dikenal banyak orang, suka bergaul, punya banyak kawan, dan tidak terlepas dari keberadaan orang lain leonbet.

Bisa jadi dia merefleksikan pentingnya hidup bersama, kebersamaan, persaudaraan dan kekeluargaan yang berawal dari saling mengenal, saling sapa, saling berbagi–pengalaman atau rezeki sekalipun.

Bila saling mengenal, memahami, menerima, maka tak ada rasa benci. Kebencian justru lahir dari ketidaktahuan dan kekerdilan ruang pikir kita. Tetapi bahwa kita dilahirkan untuk hidup bersama, berkomunitas, dan bersaudara. Ya, itu tadi: karena memang di mana-mana ada kawan saya.

Barangkali dalam hal lain, si pengarang atau penyanyi berpesan untuk menjunjung tinggi kesetiaan dan kejujuran. Ini nyata dalam penggalan “jangan omong kosong besok pagi“.

Orang Manggarai–bahkan saya kira seluruh daratan Flores, dikenal dengan orang yang ramah, murah senyum, suka bergaul, dan perantau. Bila dicek, maka hampir pasti kita menemukan orang Manggarai, dimana-mana di negara ini, bahkan di seluruh dunia, terutama para misionaris–imam dan biarawan atau biarawati. Maka klop dengan lagu tadi.

Baca juga :  Aku Caci, Maka Aku Ada

Ihwal “jadi ta teman jadi ta, bole ta teman bole ta. Jangan omong kosong besok pagi” bahwa kita ingin mengedepankan kejujuran dan kesetiaan. Saya pernah menemukan penggalan atau tukilan dalam bahasa Inggris dalam sebuah bacaan. Honesty is the best policy.

Begitu pula dengan kesetiaan. Bukan parang bermata dua (kope harat bali atau kope nggolong welak), atau “setiap tikungan ada“.

Dalam go’et Manggarai ada petuah atau ungkapan-ungkapan, seperti, “neka daku ngong data, neka data ngong daku. Eme daku, daku muing. Eme data, data muing. Neka lapi-lopet. Kope nggolong welak”.

Lalu, bagaimana jika lagu tersebut di atas dinyanyikan oleh para politisi, terutama dalam konteks menjelang pilkada atau pemilihan kepala daerah secara serentak 2024 di Indonesia? Aiii mama ee, mungkin itu urusan lain.

Jalur politik memang jalur yang kaya akan “seni tipu-tipu”. Sehingga memang saya harus menjauhkan “seni” itu dalam tulisan kecil ini. Karena bisa saja fatal–nanti ada yang merasa tersentil.. Saya malah lebih senang mendengar lagu Iwan Fals berjudul “Asyik Nggak Asyik” ini:

Baca juga :  Mengemohi Zombi Kapitalisme di Manggarai

“Rakyat nonton jadi suporter//Kasih semangat jagoannya//Walau tahu jagoannya ngibul//Walau tahu dapur nggak ngebul//Dunia politik dunia bintang//Dunia hura-hura para binatang//Berjoget dengan asyik.”

Daripada sibuk memikirkan politik–yang familiar dengan jargon “tidak ada kawan atau lawan yang abadi, tetapi kepentingan yang abadi” itu, mending kita nyanyi rame-rame:

“Dimana-mana ada kawan saya, dimana-mana ada kawan saya. Ce pat hari Selasa ada di sana, ce pitu hari Minggu ada di situ. Jadi ta teman jadi ta, bole ta teman bole ta. Jangan omong kosong besok pagi.”

Atau mungkin bila ada oknum politisi atau calon legislatif yang menyambangi rumahmu dan mengumbar janji, kita sambut saja dengan lagu Koes Plus: “Kapan-Kapan”.

Saya sewaktu kecil sering mendengar plesetan lagu dari grup musik Indonesia yang dibentuk tahun 1968 itu. Kami menyanyikannya dengan bentuk lain:

“Kapan-kapan Pa Nabas, kita bertemu lagi Pa Kanis? Mungkin lusa Pa Lukas, atau di lain hari Pa Kanis”.

Eh, semakin ke sini kok tulisan ini semakin ke sana, ya. Aehh, saya omong apa ini? Lebih baik mengopi saja sudah. Mengasap dan me-ngue. Asal jangan ngu-nge. []

Komentar

Penulis : Timoteus Rosario Marten

Editor : Rio Nanto

Berita ini 207 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 14 Oktober 2023 - 22:46 WITA

Seni Homiletika: Tantangan Berkhotbah di Era Revolusi Sibernetika

Berita Terbaru

Politik

Menanti Keberanian PDI Perjuangan Berada di Luar Pemerintahan

Selasa, 25 Jun 2024 - 08:31 WITA

Berita

SD Notre Dame Puri Indah Wisudakan 86 Anak Kelas VI

Jumat, 21 Jun 2024 - 12:13 WITA

Pendidikan

Menyontek dan Cita-Cita Bangsa

Jumat, 14 Jun 2024 - 10:52 WITA

Berita

SMP Notre Dame Wisudakan 70 anak Kelas IX

Kamis, 13 Jun 2024 - 18:26 WITA

Pendidikan

Sastra Jadi Mata Pelajaran

Rabu, 12 Jun 2024 - 20:39 WITA