Tag: Unwira Kupang

  • Fakultas Filsafat Unwira Menggelar Diskusi AI dan Masa Depan Filsafat

    Fakultas Filsafat Unwira Menggelar Diskusi AI dan Masa Depan Filsafat

    Indodian.com-Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang menggelar diskusi filsafat dengan tema “AI dan Masa Depan Filsafat” pada Sabtu, 18 Mei 2024 di aula St. Hendrikus pada pukul 09.00 Wita-selasai.

    Kegiatan diskusi ini menghadirkan tiga pembicara antara lain, Prof. Dr. Fransisco Budi Hardiman, S.S., M.A (Universitas Pelita Harapan (UPH) Tangerang), Dr. Frederikus Fios, S.Fil., M.Th (Universitas Bina Nusantara (BINUS) Jakarta), dan RD. Drs. Leonardus Mali, L.Ph (FF UNWIRA Kupang).

    Pada tanggal 2 Desember 2023, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira (FF UNWIRA) Kupang telah menyelenggarakan Seminar Internasional dengan tema Filsafat dan Peradaban (Philosophy and Civilization). Tema tersebut diangkat dengan latar belakang keprihatinan terhadap sejumlah tantangan peradaban manusia abad ke-21 – seperti disebutkan oleh Yuval Noah Harari dalam Twenty One Lessons for 21st Century –antara lain tantangan teknologi, tantangan politik, ketakutan akan peperangan dan terorisme, serta disorientasi pencarian kebenaran (Harari, 2023(2018)).

    Tema tersebut telah dibahas oleh empat narasumber utama dan delapan belas narasumber diskusi panel. Dari materi-materi yang dipresentasikan oleh para narasumber utama dan narasumber diskusi panel serta diskusi yang berjalan selama seminar, panitia seminar menangkap antusiasme yang besar dari peserta terhadap topik Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang menjadi bagian dari tantangan teknologi.

    Tantangan teknologi, dimana terjadi revolusi ganda dalam teknologi informasi dan bioteknologi yang melahirkan tirani dataisme dan kediktatoran digital, merupakan tantangan pertama yang diangkat oleh Harari. Teknologi AI dapat membuat miliaran manusia kehilangan pekerjaan, serta merusak gagasan tentang kebebasan, kesetaraan, dan demokrasi. Kecerdasan buatan atau AI itu sendiri merupakan “payung istilah” (“umbrella term”) yang digunakan untuk menyebut simulasi yang dilakukan oleh mesin-mesin atau alat, yang terhubung dengan samudera data, yang menyerupai kecerdasan manusia.

    Di satu sisi, AI sudah memberi dampak positif dalam banyak aspek kehidupan manusia yaitu ekonomi, pendidikan, pemerintahan, hingga pertahanan dan keamanan. Namun, di sisi lain AI juga memberikan dampak negatif. Adanya dampak multidimensi yang ditimbulkan oleh AI membawa pada suatu pertanyaan tentang cara mengimbangi kemajuan AI agar tetap terarah pada koridor yang diinginkan (Pabubung, 2021).

    AI telah menjadi topik menarik bagi peradaban manusia dalam dekade terkini. Dalam sebuah workshop tentang AI yang diadakan oleh Pontifical Academy of Sciences pada Desember 2016, Stephen Hawking berkomentar, “keuntungan yang bisa diperoleh dari penciptaan AI yang baik sangatlah besar. Sebagai perangkat alat, AI dapat meningkatkan kecerdasan kita yang ada saat ini untuk menciptakan kemajuan di segala lini sains dan kemasyarakatan. Akan tetapi, ia juga bisa mendatangkan bahaya.

    Di masa depan, AI bisa berkehendak secara otonom, suatu kehendak yang akan sangat bertentangan dengan kehendak manusia… Singkatnya, AI bisa menjadi hal terbaik atau juga bisa menjadi hal terburuk yang pernah terjadi dengan kemanusiaan… Rasanya diskusi mengenai hal ini sangat penting untuk masa sekarang ini agar manfaatnya bisa dirasakan oleh manusia secara menyeluruh” (Hawking, 2017 dalam Pabubung, 2021).

    Maka, dengan melihat fenomena disrupsi AI yang semakin massif dalam kehidupan manusia, FF UNWIRA Kupang terpanggil untuk mendalaminya dari kacamata filsafat. Filsafat sebagai ilmu kritis tidak pernah berpuas diri, tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai sudah selesai, tidak pernah memotong perbincangan, selalu bersedia, bahkan senang, untuk membuka kembali perdebatan, selalu dan secara hakiki bersifat dialektis (Magnis-Suseno, 1992). FF UNWIRA menyadari bahwa masa depan filsafat dalam hal ini pemikiran-pemikiran filosofis tidak terlepas dari disrupsi AI. Oleh karena itu, FF UNWIRA melihat pentingnya mendalami pengaruh dari disrupsi AI bagi masa depan filsafat. Pendalaman ini akan dilakukan melalui sebuah seminar nasional dengan tema “AI dan masa depan filsafat”.

    Adapun tujuan dari kegiatan ini antara lain; pertama, menguraikan hubungan antara kehadiran AI dan masa depan filsafat; kedua, menunjukkan paradigma dan refleksi kritis filsafat tentang tantangan keberadaan AI di abad ke-21; ketiga, menawarkan respons atau jawaban filsafat terhadap tantangan dari AI; keempat, menawarkan kemungkinan perlunya sebuah filsafat AI. Peserta kegiatan ini adalah dosen dan mahasiswa Fakultas Filsafat UNWIRA Kupang, dosen dan mahasiswa UNWIRA Kupang, dan masyarakat umum.

  • Prodi Ilmu Pemerintahan Unwira Selenggarakan Seminar Hari Kartini

    Prodi Ilmu Pemerintahan Unwira Selenggarakan Seminar Hari Kartini

    Indodian.com – Badan Eksekutif  Mahasiswa  Program  Studi Ilmu Pemerintahan (BEMPS) Universitas  Widya Mandira (Unwira) Kupang menggelar seminar dalam rangka  memperingati  hari Kartini, pada Selasa, 23 April 2024. Tema seminar tersebut ialah “Mewujudkan Mimpi-mimpi Kartini dengan menjaga semangat  kesetaraan, pendidikan  dan emansipasi perempuan  di masa kini”.

    Ada tiga narasumber dalam seminar ini yaitu Ibu Theodora Ewalde Taek sebagai anggota  DPRD Kota Kupang periode 2019-2024, Ibu Grace Gracelia sebagai staf advokasi kampanye dan pengorganisasian masyarakat  WALHI NTT, dan Pater Petrus Tan, SVD sebagai dosen Fakultas Filsafat Unwira. Seminar ini dihadiri oleh dosen dan mahasiswa Ilmu Pemerintahan Unwira, aktivis lingkungan hidup (WALHI NTT), dan masyarakat umum

    Dalam pemaparan materi, pembicara pertama, Ibu Walde Taek menyampaikan  gagasan tentang pentingnya kehadiran perempuan  dalam politik. “Hal yang perlu  diteladani dalam jiwa Kartini  ialah wawasan yang sangat luas, percaya diri dan berjuang,” tuturnya. Dia menambahkan bahwa  dengan cara itu, keterlibatan  perempuan  dalam politik  mendapat pengakuan. Perempuan harus berani bersuara walaupun  banyak fitnah maupun dicemooh dan berani menjadi pemimpin.

    Pembicara kedua, Ibu Grace, berkomentar tentang situasi  perempuan di NTT  saat ini. Menurutnya, perempuan NTT menghadapi persoalan  lama yaitu sistem patriarki.  “Di NTT, perempuan yang menenun dan perempuan  yang bertani adalah perempuan  yang memiliki  perjuangan.” Namun, tutur Grace,  dalam bidang  hukum dan politik, hak legal perempuan untuk mencegahnya dari  kekerasan  masih kurang. Ruang politik juga tidak secara luas melibatkan perempuan. Walaupun 30% kuota untuk perempuan di DPR, namun sistem kita masih  patriarkat.  Selain itu, akses perempuan  terhadap  sumber  daya alam juga sangat terbatas. Staf WAHLI ini menegaskan, tidak ada keadilan gender tanpa keadilan ekologis.

    Pembicara ketiga adalah Pater Peter Tan, SVD. Menurut dosen filsafat Unwira ini,  perempuan  masuk ke ruang publik melalui beberapa cara. Pertama, melalui spoken words yaitu kemampuan berbicara dan mempengaruhi publik secara lisan. Kedua, melalui written words yaitu kemampuan menulis. Kartini  pada masanya menerobos ke ruang publik melalui kemampuan menulis surat. Namun, Pater Peter menambahkan bahwa ada cara ketiga perempuan bisa masuk ke ruang publik yaitu melalui tubuhnya. Dia mengangkat kasus di Besipae dan beberapa tempat di Flores di mana para perempuan menelanjangkan pakaian mereka untuk melawan korporasi. “Di situ tubuh perempuan bukan tubuh seksual, melainkan tubuh politik,” tuturnya.

    Dalam sesi diskusi, seorang dosen Ilmu Pemerintahan, Yohana Fransiska Medho, memberikan tanggapan. Menurutnya, diskriminasi dan kekerasan berbasis gender sulit hilang sebab telah melekat dalam struktur budaya dan ideologi patriarki yang mengakar kuat dalam masyarakat dari generasi ke generasi. Apalagi struktur patriarki sering dilegitimasi oleh negara, budaya, dan agama. Karena itu, dia mengajak seluruh peserta dan perempuan yang hadir untuk  berani mematahkan stigma buruk terhadap perempuan, berani menentukan pilihan hidup sendiri, dan bergandengan tangan memperjuangkan hak dan keadilan bagi perempuan.

    Selanjutnya, Bapak Dedi Dhosa, seorang dosen Ilmu Pemerintahan, menambahkan bahwa akses perempuan untuk bersaing secara politik akan semakin sulit selama politik kelas dilenyapkan oleh politik kepentingan dan politik identitas. Menurutnya, politik identitas sangat kuat dalam setiap kontetasi pemilu sehingga tidak mengakomodasi kepentingan kelas seperti kebutuhan kaum perempuan.

    Seminar ini ditutup dengan penandatanganan berita acara, penyerahan piagam, dan pose bersama para pemateri

  • Fakultas Filsafat Unwira Adakan Seminar Internasional sebagai Bentuk Tanggapan terhadap Krisis Global    

    Fakultas Filsafat Unwira Adakan Seminar Internasional sebagai Bentuk Tanggapan terhadap Krisis Global    

    Indodian.com-Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, akan mengadakan seminar internasional bertajuk: “Philosophy and Civilization” pada tanggal 2 Desember 2023. Seminar internasional ini akan menghadirkan empat keynote speaker yang berasal dari dalam dan luar negeri.

    Mereka adalah Dr. Hab. Wojciech Lewandowski, dari The John Paul II Catholic University of Lubin, Polandia; Dr. Winibaldus Stefanus Mere, dari Nanzan University, Nagoya, Jepang; Francisco da Costa, Ms. Phil., dari Superior Institute of Philoshopy and Theology D. Jaime Garcia Goulart, Dili, Timor Leste; dan Dr. Watu Yohanes Vianney, M. Hum, dari Fakultas Filsafat Universitas Katolik Widya Mandira.

    Selain empat keynote speaker, seminar internasional ini juga menghadirkan 17 pemakalah dari luar negeri dan dari beberapa daerah di Indonesia. Persiapan seminar ini berlangsung selama dua bulan, sejak Oktober 2023, yang meliputi Call for Papers dan seleksi naskah.

    Tema “Philosophy and Civilization” diangkat dalam seminar internasional ini sebagai bentuk kepedulian dan jawaban fakultas filsafat Unwira terhadap empat persoalan yang tengah menghantui peradaban umat manusia dewasa ini, baik secara global maupun nasional.

    Pertama, revolusi ganda teknologi informasi dan bioteknologi telah memicu tirani dataisme dan kediktatoran digital. Kedua, selama empat dekade terakhir, demokrasi di berbagai negara, termasuk di Indonesia, dihantui oleh kebangkitan populisme kanan dan politik identitas. Ketiga, peradaban manusia tengah dirusakkan oleh barbarisme perang dan terorisme yang melampaui batas-batas negara, serta krisis ekologis yang mengancam masa depan bumi dan umat manusia. Keempat, dalam dua dekade terakhir, kebenaran dan kemanusiaan mengalami disorientasi akibat produksi hoaks dan gelombang pasca-kebenaran.

    Dekan fakultas filsafat Unwira, Romo John Subani, Lic. Iur, Can., menyambut dengan gembira kegiatan seminar internasional ini. Menurutnya, seminar ini menyediakan forum bagi akademisi, ilmuwan, praktisi sosial, peneliti, dan spesialis untuk mempresentasikan hasil penelitian terbaik mereka. Kegiatan besar ini berdaya guna dalam menumbuhkan semangat ilmiah-akademis, serta berkontribusi dalam memecahkan persoalan-persoalan global yang dialami masyarakat dunia dewasa ini.

    Ketua panitia seminar internasional, Pater Petrus Tan, SVD, mengatakan bahwa tujuan utama dari pelaksanaan konferensi internasional ini adalah membangkitkan diskursus interteksualitas dan interdisipliner dalam upaya memahami masalah peradaban kita zaman ini. Menurut Pater Peter, seminar ini juga adalah bentuk kontekstualisasi filsafat.

    Seminar ini akan terjadi secara hibrid (via zoom dan offline). Seminar ini melibatkan mahasiswa dan akademisi dari semua perguruan tinggi di Kupang, pemerintah, LSM, para pegiat sosial, peneliti, tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Kegiatan ini akan berlangsung selama satu hari penuh, dari jam 8.30-20.00***