Korupsi merupakan masalah yang sangat sering terjadi di tanah air kita. Korupsi sudah membudaya atau mendarah daging di Indonesia. Korupsi merupakan tindakan pencurian atau merenggut hak banyak orang atau perbuatan buruk, dan pembusukan yang memberikan dampak negatif yang sangat tinggi, antara lain mempengaruhi perekonomian nasional, meningkatkan kemiskinan, kesenjangan sosial, dan dapat mempengaruhi kualitas pelayanan publik.
Kemajuan suatu negara dapat juga dilihat dari seberapa kecilnya tingkat korupsi yang dilakukan oleh masyarakatnya. Semakin tinggi korupsi disuatu negara, maka konsekuensinya tingkat kesejahteraan masyarakat menurun dan memungkinkan kemajuan dari negara tersebut melemah. Begitupun sebaliknya, negara yang tingkat korupsinya sangat rendah, pasti akan mengalami kemajuan dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya meningkat serta pelayanan publiknya baik.
Korupsi Di Indonesia
Persoalan korupsi merupakan realitas kehidupan sosial yang telah merambah ke seluruh lapisan masyarakat. Masalah korupsi di Indonesia dapat dikatakan sangat besar karena sudah menjadi penyakit sosial dan sangat sulit untuk disembuhkan. Mengutip dari situs resmi Transparency International Indonesia, “hasil Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2021 untuk Indonesia berada di peringkat 96 dari 180 negara yang disurvei (skor tersebut hanya naik 1 poin dari tahun 2020)”.
Meskipun terjadi peningkatan 1 poin, skor ini masih jauh di bawah rata-rata skor CPI dunia yaitu 43. Indeks Persepsi Korupsi 2022 yang baru saja dirilis Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan skor Indonesia turun empat poin, dari 38 menjadi 34. Tak hanya itu, peringkat Indonesia juga turun dari 96 menjadi 110. Terhadap temuan TII, tidak salah jika menyimpulkan bahwa Indonesia layak dan pantas dikategorikan sebagai negara korup (ICW, 2022).
Data di atas menunjukkan persoalan korupsi di Indonesia yang sangat besar dan sulit diatasi. Masalah korupsi meliputi kerugian keuangan negara, penyuapan, penggelapan, pemerasan, penipuan, konflik kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi. Adapun Teori GONE (Greeds, opportunities, needs, dan exposures) yang dikemukakan oleh Jack Bologne mengemukakan bahwa individu yang terlibat dalam tindakan korupsi pada dasarnya sangat rakus dan tidak pernah merasa puas.
Kecenderungan untuk berlaku serakah (Greeds) ini diperparah oleh adanya kesempatan (opportunities), yang menjadi pemicu terjadinya tindakan korupsi. Tetapi, selain kesempatan, resiko untuk melakukan korupsi akan menjadi semakin besar jika individu tersebut memiliki gaya hidup yang mewah (konsumtif) dan tidak dapat menahan diri dalam mengeluarkan uang secara berlebihan.
Adapun dampak dari tindakan korupsi bagi negara dan juga bagi masyarakat, yakni merambatnya pertumbuhan ekonomi, menganggunya stabilitas umum, adanya ancaman inflasi, penurunan kualitas barang dan jasa, penurunan penerimaan pajak negara, peningkatan utang negara, peningkatan kemiskinana pada masyarakat, dan memungkinkan suatu negara akan sulit berkembang dan maju.
Dan tidak menutup kemungkinan juga akan menyebabkan tercorengnya nama baik dari pelaku tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, seluruh komponen bangsa Indonesia bersama-sama memerangi korupsi dan mencegahnya agar tidak menjadi budaya di Indonesia. Artinya, korupsi tidak menjadi suatu kebiasaan yang dianggap wajar dan biasa-biasa saja.
Korupsi dalam Tinjauan Moral Kristiani
Menurut orang Kristen, korupsi merupakan suatu kejahatan besar atau suatu perbuatan yang tidak terpuji karena tidak sesuai dengan ajaran moral Kristiani, yakni perbuatan yang melanggar hukum, dan bertentangan dengan perintah Allah sebagaimana yang tertera dalam kesepuluh firman tepatnya firman yang berbunyi “jangan mencuri” atau ada pengingkaran terhadap Tuhan yang menjaga umatnya dari sikap keserakahan manusia.
Alkitab juga menyebutkan bahwa orang Kristen harus menaati perintah-Nya, mereka juga harus menerap sama terhadap hukum yang berlaku. Sebagai orang Kristiani sejati, seharusnya kita harus bisa mengimplementasikan hal tersebut ke dalam kehidupan kita.
Meskipun kata korupsi tidak secara eksplisit disebutkan dalam Alkitab, konsep ini terdapat dalam dimensi lain yang menyangkut hasrat materialistik dan duniawi. Sebagai contoh, rasul Paulus menegaskan dalam surat pertama rasul Paulus kepada Timoteus (1 Timoteus 6:10 ), mengatakan bahwa cinta terhadap uang merupakan akar dari segala kejahatan. Mengejar uang dapat menyebabkan orang menjauh dari keyakinan dan imannya, serta dapat membawa banyak kesulitan atau persoalan dalan kehidupanya.
Dalam “Kitab Perjanjian Lama dijelaskan bahwa koruptor mengikuti hawa nafsu duniawi dan keinginan akan kekayaan yang bertentangan dengan sepuluh perintah Tuhan, khususnya perintah jangan mencuri (Kitab Keluaran 20:15)”. Dalam pandangan moral Kristiani, korupsi dianggap sebagai dosa yang merugikan orang lain dan merusak keseimbangan sosial.
Tindakan korupsi juga merupakan suatu perbuatan yang merugikan banyak orang, yakni merenggut atau mencuri hak banyak orang yang bukan menjadi haknya sebenarnya. Moral Kristiani menganjurkan supaya setiap orang harus bisa terhindar dan menjauhi perbuatan-perbuatan yang merugikan banyak orang yakni melawan korupsi dan memperjuangkan keadilan.
Adapun seruan Gereja Katolik mengenai masalah korupsi ini menekankan pentingnya keadilan sosial, tanggung jawab individu, transparansi, dan moralitas dalam memerangi korupsi. Gereja mengajak umatnya dan semua orang yang peduli dengan keadilan untuk bekerja bersama dalam membangun masyarakat yang lebih adil dan bermartabat.
Paus Fransiskus, sejak awal pontifikatnya, telah mengutuk korupsi secara tegas dan secara konsisten menyerukan tindakan untuk melawan korupsi di seluruh dunia. Paus Fransiskus dengan tegas menolak korupsi dalam segala bentuknya. Ia menyebut korupsi sebagai “cancer” (kanker) yang merusak masyarakat. Paus Fransiskus memperingatkan akan bahaya moral dan sosial korupsi, dan mengajak semua orang untuk tidak terlibat dalam praktik korupsi, baik disektor public maupun swasta.
Upaya Solutif untuk Mengatasi Masalah Korupsi Di Indonesia
Ada beberapa upaya solutif yang ditawarkan oleh penulis untuk memberantas terjadinya korupsi, yakni melalaui beberapa pendekatan yang berbeda.
Pertama, strategi preventif, mengharuskan masyarakat untuk aktif dalam mencegah perilaku korupsi. Kedua, strategi detektif, yaitu mengharuskan masyarakat untuk melakukan pengawasan aktif agar dapat mendeteksi perilaku korupsi sedini mungkin. Ketiga, strategi advokasi, yakni mengharuskan masyarakat untuk melapaorkan tindakan korupsi kepada lembaga penegak hukum. Seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta mengawasi proses penanganan perkara korupsi, dan harus adanya perbaikan sistem untuk dapat menangani masalah korupsi secara efektif. Dengan begitu, masalah korupsi yang terjadi dapat berkurang dan perlahan akan diatasi dengan baik.
Adapun upaya yang lain untuk mengatasi masalah korupsi dan melibatkan perspektif moral Kristiani. Salah satu upaya tersebut adalah meningkatkan kesadaran akan nilai-nilai moral Kristiani yang mencakup integritas, kejujuran, dan tanggung jawab sosial. Gereja dan organisasi Kristen telah berperan aktif dalam memberikan pendidikan moral kepada masyarakat, termasuk para pemimpin dan pejabat publik, dengan harapan dapat mempengaruhi tindakan mereka dalam melawan korupsi.
Selain itu, kerjasama antara Gereja, organisasi Kristen dan pemerintah juga diperkuat untuk mengimplementasikan kebijakan anti korupsi yang lebih efektif. Sebagai contoh, pemerintah dapat melibatkan tokoh agama dan komunitas Kristen dalam proses pengambilan keputusan terkait reformasi sistem hukum, transparansi keuangan dan pencegahan korupsi.
Penting untuk diingat bahwa persolan korupsi tidak hanya berkaitan dengan satu agama atau keyakinan saja. Upaya yang melibatkan berbagai sektor masyarakat, termasuk agama, pemerintah dan masyarakat sipil, diperlukan untuk memerangi korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan berintegritas.