Indodian.com – Semenjak raibnya kekuasaan abad pertengahan (middle age), dunia barat mengalami pembalikan peradaban yang begitu radikal menuju tatananan baru: ‘modernitas’. Para ahli menyepakati, gejala modernitas mulai nampak sekitar tahun 1.500. Semenjak itu dunia mengalami perkembangan baru dan luar biasa pesat dalam pelbagai bidang kehidupan. Manusia mulai memaklumkan kebebasan pribadi, menyatakan perlawanan terhadap tradisi, mengilhami kemajuan dan melahirkan begitu banyak perubahan dalam tatanan modernitas.
Tanda-tanda khas mulai terlihat dengan dibentuknya negara-negara modern, pengakuan HAM, klaim heliosentrisme Kopernikus, penemuan hukum-hukum alam-matematik, penemuan mesin cetak, teleskop, miskroskop, listrik, mesin uap, industrialisasi, hingga pelbagai penemuan mesin dan teknologi mutakhir.1
Ironisnya, di tengah glorifikasi kebebasan, pemujaan rasionalitas, dan pelbagai penemuan manusia; aneka krisis senantiasa mengitari dinamika kehidupan modernitas. Buktinya, sejak beberapa dekade lalu perang dingin, gencatan senjata nuklir, geliat eksploitasi, dan aneka krisis kemanusiaan lainnya senantiasa merongrong kehidupan manusia modern. Maka pantaslah dimaklumi bahwa meski peradaban masyarakat semakin mantap, bencana kemanusiaan kian menghinggap.
Demikian pula, di tengah kemajuan teknologi yang memuncak, aneka krisis, peperangan, konflik, penderitaan, maupun bahaya senantiasa datang mengguncang. Lantas mengapa hal seperti ini terjadi? Mengapa peradaban modern saat ini masih menyisakan duka kemanusiaan yang mendalam? Atau dengan kata lain mengapa pencerahan modernitas ‘gagal’ menghantar manusia menuju tahta kebahagiaan, kebebasan dan keadilan?
Untuk itulah, seraya mengacu pada pisau analisis Jürgen Habermas, seorang filsuf berkebangsaan Jerman, melalui artikel ini, penulis menegaskan krisis modernitas saat ini terjadi lantaran manusia masih menghidupi paradigma subjektif sebagai ‘landasan normatif’ di dalam tata kehidupannya.2
Dengan memakai kerangka epistemik Habermasian, menurut penulis krisis, pencerahan modernitas dapat diatasi mengandaikan kita beralih dari primat paradigma subjektif menuju paradigma komunikasi intersubjektif. Krisis dan kegagalan pencerahan modernitas selama ini dapat diminimalisasi dengan menempatkan komunikasi antar-pribadi sebagai landasan epistemik guna mencapai konsensus atau kesepakatan bersama.
495834 359576Its truly a cool and valuable piece of details. Im glad which you shared this useful details with us. Please maintain us informed like this. Thanks for sharing. 634243
In what ways does Habermas’s theory differ from traditional philosophical approaches to subjectivity? Universitas Telkom
732742 28952Some genuinely great articles on this web site , thankyou for contribution. 831371